[8]

24 4 0
                                    

Another Dimension of My School

By : Shalsahazz

Fantacy ; TF

Rate : T

.

Happy Reading

..

"Bohong kau kan?!", ucap Brian setelah melihat gambar David.

"Mana ada aku bohong, pisang! Ada mukakku ngomong aku bohong?!", David meninggikan suaranya di awal kalimat.

..

Dua orang yang masih terjaga disana menghiasi malam yang gelap itu dengan suara pertikaian kecil mereka. Tidak ada satupun dari keduanya yang menyadari, kehadiran-nya dapat membahayakan mereka dan yang lainnya. Sampai dia menunjukkan eksistensinya.

Pintu yang tadinya ditutup rapat oleh Brian terhempas dengan keras sehingga hanya menyisakan puing-puing bekas menabrak dinding. Hal itu membuat sebagian orang terbangun karena istirahatnya terganggu oleh suara bising yang ditimbulkan.

"Dia menemukan kita," si pemuda yang lebih tinggi menatap terpaku pada apa yang ada dihadapannya. Brian yang mendengar ucapan aneh teman tingginya ini bergidik ngeri.

"Apasih maksudmu dari tadi, Vid? Jangan bikin aku takut!" yang dilontarkan pertanyaan hanya diam tidak berniat untuk menjawab.

"Kenapa? Ada apa? Kok pintunya bisa hancur gitu? Kalian apain?" Hamy yang terbangun dari tidurnya beranjak mendekati dua pemuda yang mendapat tugas jaga malam ini.

"Aduh Brian, kalau kau lapar gak harus makan pintu segala, kan? Kita masih punya cukup makanan kok," gurau Moza yang masih setengah sadar.

"Lucu kali kau Moza." Brian mendengus kesal.

"Udah nanti aja ributnya! kalian gak liat apa ada monster yang ngerusakin pintu?!" ucapan David dibalas tatapan blank dari yang lainnya. Hamy dan yang lain menganggap sepertinya David kelelahan karena harus berjaga semalaman, sehingga membuatnya berhalusinasi.

"Hamy, yang dibilang David itu benar... aku bisa liat juga." Samuel menimpali. Tatapan orang-orang berubah dari mode blank ke mode serius.

"Udah gini aja, aku punya sedikit ide... dengar kalian semua," ucap Samuel, "Jadi Wira, aku minta kau buat shield untuk ngelindungin semua orang ini. Vanri kau breaker, kan? Nah aku minta kau hancurin apa aja yang ada disini sampai jadi debu. Raura aku minta kau bikin penerangan. Untuk Jesica, nanti kau ikut kami, fire makermu bakalan berguna nanti. Eggy sama Elnika ikut kami juga. Vid, aku minta kau arahin mereka buat keluar, soalnya kau juga bisa liat kan? Vanri sama Hamy bantu aku nanti." Samuel menuturkan rencananya dengan sangat rinci. Kemudian mereka mulai bergerak mengikuti perintah dari Samuel.

Vanri diminta untuk menghancurkan barang sampai menjadi debu. Kemudian Hamy melempari monster tersebut sehingga bentuknya mulai terlihat. Lalu Eggy dan Elnika melilit tubuh monster itu dengan menumbuhkan akar-akar rambat yang panjang serta mengalihkan sang monster untuk menjauhi pintu keluar. Setelah terlilit sempurna, barulah Jesica membakar monster tersebut.

Sedangkan Wira membuat shield untuk melindungi yang lain dari lemparan barang - barang yang dilempar monster tersebut. Mereka berhasil keluar dengan selamat dengan tuntunan dari David yang mencari celah untuk dapat keluar.

Setelah dirasa monster itu telah tewas, barulah Samuel dan yang lainnya menyusul yang lain keluar. Mereka menuruni tangga dengan tergesa dan berjalan tanpa arah. Sekarang mereka tidak tahu harus kemana.

"Sekarang gimana?" ucap Nubi disela nafasnya yang sedikit tersengal.

"Entah... aku gak tau," Hamy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

"Mending sekarang kita cari kelas yang gak kekunci biar istirahat dulu, ngomonginnnya besok pagi aja," Wira berjalan menuju Lab Biologi. Entah apa yang menrik langkah kakinya untuk menuju tempat yang lumayan menyeramkan bagi sebagian orang disana.

..

"Holly Shit! Ngapain kau bawa kami kesini Wir?! It's creepy," Raura tidak terima dengan pendapat sang wakil yang membawanya ke Lab Biologi.

"Ya udahlah Ra, daripada di lapangan kan lebih gak enak lagi," Eggy menyela di belakang Raura.

"Ihh tapi serem loh... ada tengkoraknya di dalam, dua lagi," Elnika bergidik ngeri saat melihat dua manekin tengkorak di dalam Lab Biologi.

"Udahlah masuk aja! Penakut kali kau El," Tipen mendorong bahu Elnika untuk masuk ke dalam.

..

"Kok Ibu Bio bisa betah ya disini?" Raura mengedarkan pandangannya ke setiap bagian yang ada di dalam Lab.

"Dia kan guru Biologi, ya mau gak mau harus betah lah," Rara yang terakhir masuk membuat Raura sedikit terlonjak kaget dengan suara Rara dari arah belakang punggungnya. Kemudian ia hanya mengangguk sambil menenangkan deru jantung yang sempat memburu tak karuan.

Tidak ada yang bisa beristirahat dengan tenang setelahnya. Terlalu takut untuk dibangunkan secara tiba-tiba lagi. Akhirnya mereka hanya berbincang-bincang soal topik yang ringan, belum ada satupun yang berani membuka topik tentang kejadian di kelas tadi, sampai sinar matahari mendesak masuk melalui jendela yang mengelilingi ruangan itu.

..

Pagi ini hanya dihiasi oleh sinar hangat mentari yang berhasil mendobrak masuk lewat jendela. Ditambah dengan sebagian anak prempuan yang menyiapkan makanan untuk pagi ini. sedangkan sisanya sedang sibuk dengan kerjaannya masing-masing.

Aktivitas mereka harus terhenti kala mendengar deru langkah kaki yang menapaki jalan. Suaranya semakin terdengar jelas, menandakan itu semakin dekat. Kemudian terdengar pula suara orang berbincang dari luar.

"Siapa di luar?" tanya Hamy. Matanya menatap seluruh pasang mata yang ada di dalam ruangan.

"Roby mungkin, tadi aku liat dia keluar," jawab Jessica, kemudian dia melanjutkan aktivitasnya.

"Masa iya suara Roby kayak suara cewek? Bukan Roby lah kurasa," sela Wira. Hamy hanya mengendikkan bahunya.

Setelah beberapa saat, barulah orang yang didebatkan sedari tadi memunculkan diri. Di ambang pintu berdiri Odilia yang hanya terdiam melihat keadaan.

"Kenapa pula kalian ini?" ucap Odilia, "Timon! Orang ini disini rupanya!" suara teriakan Odilia disusul dengan munculnya Timon dan Nubi dari pintu masuk.

"Wahh! Orang baru lagi?" tanya Brian.

"Selamat datang!" Raura menyambutnya dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

...

Another Dimension of My SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang