Prolog

24 4 0
                                    

Dunia ini Rumit.
Aku pernah menjadi seperti mereka. Yang tak percaya pada cinta sejati. Aku pernah terbiasa mengatakan aku ingin cinta. Tapi aku menemukan diriku. Diriku yang baru. -Her

***


Hujan deras mendadak turun dilangit Jakarta. Membuat pria berperawakan tinggi harus berlari kecil mencari tempat berteduh. Kakinya berhenti melangkah saat dia sudah berdiri disebuah halte. Tangannya bergerak menyibakkan seragamnya yang sudah setengah basah.

Sial. Umpatnya dalam hati. Jika saja mobilnya tidak mogok dia pasti tidak akan kehujanan seperti ini.

Dia menolehkan kepalanya ke kanan. Melihat apakan bus yang akan dia naiki masih jauh atau sudah dekat. Namun karna hujan lebat yang sedang berlangsung membuat jarak pandangnya sangat minim. Dia pun berdecak.

Saat dia menoleh ke kiri, dia mendapati seorang perempuan dengan tangan kanan memegang payung dan tangan kiri membawa kantung plastik. Hanya ada mereka di halte tersebut.

Gadis itu terlihat sangat kesulitan.

Dalam hati, pria dengan seragam yang seluruh kancingnya terlepas hingga menampakkan kaos hitam polos nya itu ingin sekali membantu. Tapi, dia malu. Oh, bukan. Tepatnya dia tidak perduli.

Dia ingin menolong tapi juga dia merasa tidak perduli. Aneh bukan?

Disebelahnya,  gadis berambut panjang dibawah bahu itu sedang kesulitan dengan payung ditangannya. Pasalnya Kain tahan air itu tidak menyangkut pada jari jari besi, membuat dia harus memasangkannya sedangkan dia tidak tahu caranya.

Persetan dengan rambut panjangnya yang tidak dikuncir. Gadis itu harus berkali kali mengibaskannya ke belakang karna mengganggu pekerjaannya untuk membetulkan payung itu.

Pria tinggi itu sempat tertegun saat gadis disebelahnya mengibaskan rambutnya hingga menampakkan wajahnya yang terlihat jelas dari samping. Pipi tirus, hidung mancung, dan juga bibir yang berisi. Jika melihat yang seperti ini, mungkin saja pria tinggi itu akan berubah pikiran dan akan menolonya.

Gadis itu membuang nafasnya kesal. Dia sudah menyerah dengan payung rusak digenggamannya itu. Dia memandang hujan yang didepan mata dan payungnya secara bergantian.

"Ck! Ribet si lu pake rusak segala. Ujan ujanan kan gue akhirnya." Keluh gadis itu sambil menghentakkan kaki nya.

Pria berperawakan tinggi yang memakai name tag Xey Xtevarivs itu berjalan menghampiri gadis yang tidak jauh darinya. Dia mengambil payung tersebut tanpa permisi membuat gadis dengan rambut belah tengah itu menoleh kaget.

"Eh?"

Namun Xey tidak memperdulikannya. Dia tetap membetulkan payung milik gadis tersebut.

"Nih," tidak sampai hitungan lima menit, Xey sudah memperbaiki payung rusak itu. Dia memberikannya pada gadis disebelahnya.

Gadis itu menerima payung nya dengan perlahan. Canggung. Itu yang dia rasakan. Dia tidak mengenal siapa dan darimana orang yang berada disebelahnya tapi pria itu sudah mau menolongnya.

"Makasih." Akhirnya dia berucap sambil membalikkan tubuhnya dan melanjutkan perjalanannya yang tertunda.

Xey memperhatikan gadis itu yang mulai menjauh. Rasanya ada yang terlupa tapi apa? Dia pun maju selangkah sambil mengangkat tangannya ke depan. Ada yang mengganjal pikir nya.

Dan setelah berpikir, dia pun akhir nya sadar kalau dia belum menanyakan nama gadis tersebut.

Xey berjalan keujung halte. Meneriaki gadis yang kini sudah mulai  menjauh. Dia terus berteriak sampai gadis dengan payung biru muda itu menoleh.

Xey tersenyum kemudian berteriak lagi, "Nama kamu siapa?!"

Gadis itu membalas senyumannya dan menjawab dengan berteriak. "Vea."


NOTE:
Ini hanya fiksi.
Kesamaan nama tokoh, nama sekolah, atau semacamnya adalah hal yang tidak sengaja.

Ini adalah fiksi. Sepenuhnya ini adalah imajinasi saya.

Suka atau tidaknya tergantung kalian. Saya hanya memenuhi kepuasan batin saya dalam menulis.

Catatan saya: apa pendapat anda dengan prolog ini ini?

HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang