Bagian 3

9 1 0
                                    

Shavea bukanlah orang yang mudah berbicara kasar jika bukan dalam keadaan yang terdesak. Seperti sekarang contohnya, dia kesiangan.

"Ck! Bego! Pake kesiangan segala si ajg!"

Berkali-kali dia menghentakkan kakinya dan berdiri dengan gelisah. Angkot yang seharusnya membawa dia ke sekolah seolah-olah mendukung Vea untuk datang terlambat. Pasalnya, sudah lima menit berlalu dan angkot belum ada yang lewat. Jalan kaki? Its not a good idea. Naik ojek? Percayalah, uang jajan Vea bahkan hanya bisa untuk beli bakso dan es jeruk kesukaannya.

Dalam masalah telat, Vea sangat buruk. Dia ga suka telat. Ini kali pertamanya selama dia sekolah di SMA. Saking paniknya, Vea ingin menangis.

Dia bingung mau gimana. Bolos? "Ah, shit! Hari ini ada kuis lagi. Sial." Umpatnya lagi.

Vea makin menjadi. Dipinggir trotoar dia berjalan mondar-mandir. Gelisah.

Gue harus ngapain?

Hari ini kuis.

Gue telat.

Gue harus apa?

Duh.

Gimana kalo nilai gue turun?

Gimana kalo gue kena point?

Gimana kalo nanti yang telat gue doang? Terus yang dihukum cuma gue.

Gimana kalo ..

Tiiin.. Tiinnnnn...

Bunyi klakson motor mengalihkan pikiran Vea dengan cepat. Dia menoleh dan mendapati motor Ninja R250 berwarna red and black didepannya. Walaupun kaca helm yang dikenakan pria itu tidak di buka, Vea sudah tau siapa pemilik motor itu, ditambah seragam mereka yang sama.

Dimas.

Laki-laki itu memiringkan kepalanya sekilas ke belakang. Memberi arahan kepada Vea agar naik ke motornya.

Jika aku jadi Vea,  aku gaakan berdikir dua kali untuk langsung duduk di jok belakang itu. Tapi, Vea beda. Dikeadaan genting seperti ini, dia malah sempat-sempat nya berfikir 'kenapa dia berangkat sendiri? Dimana cewenya?' Duh, Vea!

Karna Vea yang terlalu lama berdiam diri, Dimas membuka kaca helm nya. Memperlihatkan jelas wajah morning vibes nya. Seharusnya Vea tidak terpaku pada wajah Dimas. Dia kan udah hampir telat.

"Ayo naik. Sebentar lagi kita telat," Dimas menepuk jok belakang dengan salah satu tangannya.

Suara Dimas menyadarkan Vea, dan dia langsung gelagapan seperti ikan yang diangkat ke udara.

Kali ini tanpa berfikir apapun, dia langsung duduk di jok belakang. Yaiya, masa dijok depan. Romantis amat.

Pokoknya gue ga boleh ketinggalan kuis!

***

"Terus-terus gimana, Ve? Dia ngomong apa aja sama lu? Jelasin soal hubungan lu berdua ga? Atau dia ngomong soal si Audry? Ohh.. atau dia ngajakin lu nonton weekend nanti?"

Vea hanya bisa mendengus dengan malasnya. Inilah sebabnya jika dia kelepasan bicara didepan Soraya. Vea tidak sengaja bilang kalau tadi pagi Dimas adalah penyelamatnya.

Tidak sengaja? Iya, sebenarnya dia tidak ingin bicara soal ini ke siapa-siapa. Takut nyebar luas, dan cewenya Dimas denger.

Soraya berpindah tempat menjadi disebalah Vea. Menggoyangkan bahu Vea dengan paksa. "Veee.... ayo ceritaaaa... gue temen lu bukan? Ceritain dong...."

Dan lagi, Vea hanya bisa mendengus. Suasana kantin yang ramai membuat mereka berdua menjadi perhatian beberapa siswa. Soraya berbicara terlalu kencang.

HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang