Bagian 2

26 2 0
                                    

Rumah mewah di bilangan jakarta ini adalah tempat tinggal dari keluarga yang memiliki status sosial tinggi.

Xey Xtevarivs, putra tunggal dari Sarah dan juga Rio. Yang merupakan pemilik rumah megah bak istana tersebut.

Menjadi anak tunggal tidak menjadikan Xey menjadi anak yang manja dan bergantung pada orang tua nya. Justru Xey menjadi orang yang sangat pendiam, mandiri, dan juga tegas.

Kesibukan orang tua nya dengan bisnis yang mereka jalani membuat Xey kerap kali merasakan kesepian. Satu satunya orang yang bisa ia ajak mengobrol adalah pembantu rumahnya. Bi Ijah.

Walaupun memiliki rumah yang menyerupai istana, Rio tidak memperkerjakan banyak orang. Hanya bi Ijah orang yang menyandang status pembantu dan tinggal dirumah itu. Tukang kebun dan tukang cuci hanya datang siang lalu pulang pada sore harinya.

Berarti Xey sangat kesepian?

Pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Jelas Xey sangat kesepian. Tak jarang dia menginap dirumah temannya atau pun jalangnya?

Ah. Tidak ada yang tahu. Xey orang yang sangat tertutup. Bahkan dengan kedua orang tuanya sekalipun. Temannya? Bi Ijah? Jangan harap karna mereka dekat bisa mengetahui segalanya tentang Xey.

"Bi, aku mau keluar. Kalo jam 11 belum pulang berarti aku nginep." Xey turun dari tangga sambil mengenakan jaket nya. Menghampiri bi Ijah yang sedang membersihkan meja makan.

Bi Ijah berbalik dan sedikit membungkukkan badannya. "Iya, den."

Xey tersenyum kemudian mengambil kunci mobilnya di atas meja.

***

Xey selalu pergi tanpa ada tujuannya terlebih dahulu. Jika ia merasa bosan ia akan langsung keluar tanpa memikirkan apapun.

Sekarang juga seperti itu. Di dalam mobil ini, Xey yang yang duduk di kursi pengemudi sedang berpikir akan kemana dia agar rasa bosannya hilang? Kerumah Ara kah atau kerumah Bobby untuk berkumpul dengan teman temannya?

Ah, Mungkin kerumah Bobby bisa menghilangkan bosannya dengan bermain game bersma. Tapi, game dirumah Ara bisa juga lebih menyenangkan. Dan mungkin juga rasa bosan Xey bisa lebih cepat hilang.

Karna pikirannya yang tidak fokus menyetir, Xey harus ngerem mendadak ketiba tiba tiba saja seseorang lewat didepan mobilnya. Xey mengumpat kesal. Dia melepas safety belt nya dan turun dari mobil. Harap-harap jika orang itu tidak terluka dan Xey bisa dengan senang hati memberikan sumpah serapah.


Saat sudah diluar, Xey melihat wanita dengan kaos putih sedang berjongkok sambil menutup kedua telinganya. Tubuhnya bergetar.

"Lo ngapain disitu?" tanya Xey sambil melipat kedua tangannya.

Gadis itu mendongak perlahan dan menatap sekelilingnya bingung. Ada sedikit air disekitaran matanya. Aku pastikan bahwa dia pasti menangis. Kemudian dia berdiri dan mengahapus sisa sisa air diwajahnya.

"Kamu kalo ga bisa bawa mobil gausah gaya-gayaan bawa mobil! Untung aja aku gak apa-apa. Coba kalo sampe kamu nabrak aku terus aku masuk rumah sakit atau bisa jadi aku tewas ditempat? Kamu bisa apa? Nuker nyawa kamu buat aku?"

Wajah Xey menyerngit. Jelas jelas gadis ini yang main nyeberang sembarangan lalu kenapa dia menyalahkan dirinya?

Xey mendengus. "Jelas-jelas lo yang salah. Kenapa malah balik nyalahin?" Dia berkecak pinggang. Menantang.

Gadis dihadapannya ini tidak mau kalah galak. Dia balas berkecak pinggang dan mencondongkan tubuhnya. "Eh, kalo aku yang ketabrak terus ada polisi juga bakal tetap kamu yang disalahin. Lagian kamu pasti bawa mobilnya ga konsen kan? Coba kalo konsen, pasti kamu udah bunyiin klakson waktu aku mau nyeberang."

"Lo aja muncul dadakan kaya setan."

Gadis itu membulatkan matanya. Merasa tidak terima disebut setan dia lalu berbalik dan berjalan kesamping mobil. Dia menempelkan telapak tangannya dipintu mobil. Menekan dan menarik nya kebelakang. Gadis itu tersenyum puas ketika melihat goresan di pintu mobil pria yang tidak dikenalnya itu. Dia manatap Xey dengan tampang senangnya. Kemudian berlalu meninggalkan Xey dengan langkah cepat. Sebelum benar benar pergi, dia sempat menunjukkan tangan kanannya yang menggunakan cincin.


Mata Xey melotot panik. Ia berlalu ke pintu penumpang dan ...  benar saja. Ada sebuah goresan yang sebenanrnya tidak begitu terlihat tapi membuat Xey sangat kesal. Dia menggeram ditempat kemudian menendang ban mobilnya sendiri.


"Liat lo sampe ketemu gue lagi."

***

Xey menaiki tangga dengan hati yang masih sangat kesal. Bukan masalah biaya untuk menutupi goresan tak berarti itu, melainkan wanita itu yang sudah berani mempermainkannya. Sudah jelas dia salah. Bukan nya meminta maaf malah membuat mobil nya lecet. Sekali lagi, bukan masalah ganti rugi. Tapi, masalah harga diri.

Kakinya terhenti di salah satu kamar yang berada di gedung kost-kost an ini. Sudah tidak terhitung berapa kali Xey mengunjungi orang yang menghuni kamar bernomor 5. Yang jelas di sini Xey tidak pernah merasa bosan.

Biasanya orang normal akan mengetuk pintu sebanyak 3 kali, tapi Xey berbeda. Bukannya mengetuk dia justru menggunakan ujung sepatu nya yang mencium pintu bercat putih ini. Sedangkan tangannya tersimpan manis didalam saku celananya.

Xey menunggu sambil memperhatikan sekitarnya. Dan sesekali mengetukkan bawah sepatu nya tidak sabaran. Hingga suara klik membuat perhatiannya teralihkan.

Seorang perempuan dengan rambut panjang tergerai hingga menutupi -maaf- payudaranya menyumbulkan diri dari balik pintu. Menyunggingkan senyum manis yang menjadi andalannya.

"Kok tumben kamu ga telfon aku dulu?" dia melebarkan pintunya dan Xey langsung masuk tanpa diperintah.

"Ga sempet." jawabnya. Dia langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur milik Ara.

"Ada masalah? Kok muka kamu kaya kesel gitu?" Ara menghampiri Xey dan duduk ditepi ranjang.

Xey hanya bergumam sedangkan matanya sudah terpejam. Tetapi tidak tidur.

"Mau minum?" tawar Ara.

Xey kembali bergumam. Tapi kali ini sambil menggeleng kan kepalanya.

Ara yang tadi sedang menyiapkan buku pelajaran untuk besok dan tertunda karna Xey yang menendang pintu kamarnya kini harus melanjutkan kegiatannya lagi. Dia memasukkan beberapa buku kedalam tas berwarna pastel miliknya. Pemberian dari Xey.

Dari meja belajar, Ara bisa mendengar suara kasur yang berdenyit. Dia menoleh dan mendapati Xey sedang melepaskan sepatunya.

"Pil kamu masih ada?" kemudian Xey mendorong sepatunya ke bawah kasur.

"Masih kok,"

Dan Xey langsung mengangguk. Ara yang sudah tau apa keinginan Xey langsung bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Berbalik dan menyusul Xey untuk berbaring diatas kasur.

To be continue.

Feedback. Ok?

Retno,
Yang masih amatiran. Perlh bimbingan.





HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang