Epilog

1.4K 96 63
                                    

"Bangun, sayang. Ara nangis, tuh. Kangen botol minumnya."

Aku mencoba mengerjapkan mata untuk menahan kantuk. Belaian lembut di lenganku juga kecupan hangat di pipiku, akhirnya membuatku benar-benar terjaga. Istilah 'kangen botol minum' yang dipakai Bagas untuk menggantikan kata 'waktunya Ara menyusu', membuatku tersenyum geli. Suamiku ini memang pandai bermain kata.

"Jam berapa ini?" tanyaku dengan suara bangun tidurku, yang terdengar serak.

"Jam 2 malam, barbie kesayangannya papa Bagas. Masih ngantuk ya? Mau aku gendong?" Aku terkekeh mendengarkan tawaran manisnya itu.

Sejak kami menikah dua tahun lalu dan setelah aku melahirkan Ara lima bulan yang lalu, Bagas memang menjelma menjadi pria yang lembut dan manis. Tidak ada lagi Bagas yang dingin, datar dan tanpa ekspresi. Bagas yang mudah marah dan adu pukul dengan ototnya juga sudah menghilang. Bagas yang sekarang adalah pria idaman semua makhluk berjenis kelamin wanita. But for your information, ladies...he's totally mine now.

"Memangnya kamu kuat gendong aku sekaligus gendong Ara?" tanyaku menggoda. Tubuhku memang sedikit berisi paska melahirkan Ara. Walaupun mungkin hanya bertambah beberapa kilo saja jika dibandingkan dengan bobot ku sebelum hamil.

"Pasti dong. Mau coba?" Bagas menantangku, dan aku tergoda dengan tawarannya itu. Jadilah sekarang aku duduk manis di pangkuan Bagas, saat aku sedang menyusui Ara - buah hati kami berdua.

"Makasih, ya suamiku. Untuk semua perjuanganmu saat meyakinkan cintamu pada ayah dan bunda. Aku menyesal karena aku nggak ada di sini saat kamu sedang berjuang untuk cinta kita. Maafin aku ya."

"Yang terpenting adalah saat ini, sayang. Masa lalu ada untuk dijadikan pelajaran. Jangan jadikan masa lalu sebagai sekedar penyesalan yang menguras energi positif mu. Aku ada di sini bersamamu sekarang. Selalu dan selamanya."

Selama aku menjalani hidup berdua dengan Bagas, akhirnya aku memahami semua kisah Bagas selama aku berada di London. Ada berjuta penyesalan yang mengendap di hatiku sampai saat ini. Aku sangat menyesal karena membiarkan Bagas berjuang sendirian, ketika mencoba meraih hati ayah dan bundaku. Aku pun menyesal tidak melihat betapa tangguhnya seorang Bagas, saat mengubah jalan hidupnya demi bisa sepadan dengan apa yang diinginkan ayah dan bunda.

Bagas saat ini memang belum sekaya dan sesukses ayah, yang notabene adalah pengusaha coklat terkemuka di Indonesia. Bagas memang masih merintis usaha bengkel dan showroom mobilnya. Tapi semua orang bisa melihat betapa gigihnya dia dalam proses membesarkan usahanya itu. Aku bangga padanya. Begitu bangganya hingga tidak cukup seumur hidupku untuk mengaguminya. Dan pria mengagumkan itu adalah suamiku. Betapa indahnya hidup ini, batinku bersyukur.

Dan untuk kisah Nayla dengan Nico dan bagaimana Bagas bisa berada di tengah-tengah kisah mereka berdua, akhirnya aku pun mengerti. Bagas-ku yang baik hati, dia hanya seorang pria sejati yang mencoba membantu masalah Nayla. Hutang budinya pada almarhum kakak laki-laki Nayla lah, yang saat itu membuatnya ingin menikahi Nayla. Waktu itu Nayla sedang hamil, dan itu adalah buah hatinya dengan Nico. Namun naasnya orang tua Nico tidak menyetujui kisah cinta mereka berdua dan memaksa Nayla untuk menggugurkan bayi yang sedang dikandungnya. Sebagai seorang kakak, Bagas mencoba membantu Nayla, yaitu dengan menikahi gadis itu sekedar untuk sebuah status. Saat itu Bagas hanya tidak ingin Nayla menanggung malu karena hamil tanpa suami. Dan Bagas sekedar mencegah Nayla agar tidak melakukan hal-hal yang akan disesali oleh gadis itu nantinya.

Untung Nico adalah pria yang bertanggung jawab. Nico tidak menyerah dalam menghadapi kerasnya hati orang tuanya sendiri, walaupun Nayla sendiri sudah hampir menyerah dan bersedia menerima pinangan dari Bagas. Mereka berdua hampir saja meneruskan rencana untuk menikah, namun akhirnya Nico datang dengan membawa kabar baik. Orang tua Nico luluh dan mengijinkan Nico menikahi Nayla. Rencana pernikahan Bagas dan Nayla pun berubah menjadi rencana pernikahan Nico dan Nayla.

"I love you, papanya Ara," bisikku padanya. Aku tidak mau suaraku mengganggu ketenangan Ara saat sedang meminum susunya. Ara mudah terganggu lalu menangis jika mendengar suara yang keras.

"I love you more, mamanya Ara," balasnya lembut, sambil mengecupi puncak kepalaku.

"Tapi besok-besok jangan bolehin Dariel cium-cium Ara ya. Aku nggak suka." Aku sedikit terkikik saat mengingat kecemburuan Bagas saat melihat Dariel - putra dari Nayla dan Nico yang berusia hampir 6 tahun, sering menciumi pipi Ara karena gemas.

"Dariel hanya anak kecil, sayang. Masa sih kamu cemburu sama dia," kataku menggoda.

"Pokoknya nggak boleh ada yang cium-cium Ara lagi selain aku. Titik." Ya Tuhan, Bagas dengan sikap posesifnya benar-benar menggemaskan, batinku geli.

"Iya...iya, sayang. Nanti biar aku yang nasehatin Dariel ya. Jangan marah-marah lagi sama dia. Kasihan Dariel," jawabku menenangkannya.

"Siapa suruh kecil-kecil sudah genit," sahut Bagas lagi-lagi dengan nada suaranya yang sedang jengkel.

"Papanya Ara juga genit kok. Suka godain tunangan orang," sindir ku bercanda. Bagas terkikik setelah mendengar seloroh ku tadi.

"Habisnya cantik, sih. Bikin gemes," bisiknya sambil mengecup lembut telingaku. Aku seperti merasakan sengatan arus listrik berdaya rendah di sekujur tubuhku saat ini, gara-gara tingkahnya tadi.

"Sayang! Nanti Ara bangun lagi. Jangan ganggu dulu," balasku berbisik padanya. Hanya sekedar mengalihkan perhatianku dari degup jantung yang mulai menghentak.

"Ara nggak akan bangun kok. Dia kan tahu kalau papanya rindu berat sama mamanya," sahut Bagas berganti menggodaku.

"Siapa suruh pergi ke luar kota sampai 5 hari," ketusku padanya. Tadi pagi Bagas memang baru saja pulang dari bussines trip-nya ke Bali selama lima hari. Dan aku menjadi mudah kesal juga jengkel akibat tersiksa rasa rindu.

"Maaf deh. Lain kali kita pergi sama-sama ya. Pinky swear." Aku terkikik melihat suami tercintaku ini mengulurkan jari kelingkingnya.

"Dasar posesif, mesum, sok romantis," olokku masih sambil terkikik geli.

"Tapi kamu cinta kan?" godanya lagi padaku.

"Very much. Until the day I die," jawabku dengan nada suara penuh kesungguhan. Bagas kembali mengecup lama keningku.

"Aku juga, barbie-ku sayang. I love you so much. Forever and always."

Terima kasih, Tuhan. Terima kasih sudah menjadikan cinta pertamaku sebagai cinta terakhirku, syukurku dalam hati. Melihat betapa cantiknya Ara yang sudah terlelap di dalam buaian tanganku, aku tahu bahwa cinta ini tidak pernah salah. Mencintai Bagas yang awalnya ku anggap sebagai kesalahan, ternyata adalah jalan hidup yang sudah dipilihkan Tuhan untukku. Awalnya memang berliku dan menyesatkan, namun cinta akan selalu menemukan jalan untuk pulang.

The End

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Hai good readers!
Untuk menemani malam Tahun Barumu, Nat kasih epilognya neng Barbie sama babang Bagas.
Selamat menikmati kisah cinta mereka.
Jangan lupa vote n commentnya ya, guys.
Happy New Year 2018 for all of you, good readers!
Special for nainggolan14_real, YanaRizky5 dan yang lainnya yang ga bisa disebutin satu-satu.
I do love you all guys...♥♥♥

Natalie (31 Desember 2017)

Intermezzo (Selingan Indah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang