Intermezzo - 3

1K 111 19
                                    

Semuanya terjadi begitu cepat bagiku. Aku bahkan tidak bisa sepenuhnya sadar akan apa yang sebenarnya telah terjadi. Aku begitu panik dan ketakutan, saat salah satu  dari perampok itu mencekal erat kedua tanganku. Aku tahu dia bermaksud untuk melecehkanku. Itulah alasan mengapa aku terus meronta sambil menangis ketakutan.

Hingga kemudian aku melihat perampok, yang hampir menyentuh tubuhku, tiba-tiba telah meringkuk kesakitan di tanah. Pria itu tampak memegangi perutnya sambil mengerang keras. Aku tidak begitu jelas, kenapa perampok itu tiba-tiba terjatuh. Yang aku tahu kemudian, ada seorang laki-laki yang sedang sibuk berkelahi dengan para perampok itu. Gerakannya lincah sekali. Tendangan dan pukulannya terlihat mematikan. Laki-laki misterius itu tidak terlihat takut dengan ganasnya serangan balik dari para perampok.

Dalam beberapa menit kemudian, para perampok itu pun sudah terkapar tidak berdaya di atas tanah. Wajah mereka lebam dan bahkan penuh darah. Gulungan rasa mual pun mengisi perutku, setelah melihat salah satu dari mereka meludahkan darah kental ke atas tanah. Aku - masih dengan isak tangisku, berusaha untuk keluar dari dalam mobil. Aku teringat dengan Devi dan mang Dirman, yang pastinya masih terikat di tempatnya saat ini.

Namun ternyata laki-laki penolong itu sudah mendahului ku. Ketika aku akan melangkah ke arah Devi dan mang Dirman, laki-laki itu -  dengan gerakan yang cepat dan gesit, telah membebaskan ikatan di tangan dan kaki Devi dan mang Dirman. Tubuhku kian menggigil, akibat tekanan rasa takut. Air mata pun tak kunjung berhenti menetes dari kedua mataku. Semuanya bahkan semakin kabur dalam pandangan mataku, termasuk wajah dari laki-laki penolongku.

Sampai kemudian aku merasakan pelukan erat dari Devi. Dia memelukku dan menangis bersamaku. Kami bahkan melupakan kehadiran orang lain di sekitar kami. Aku hanya mendengar sayup-sayup suara mang Dirman, yang sedang berbincang dengan laki-laki yang sudah menolong kami tadi.

"Apa kamu terluka, babe? Mungkin kita harus ke rumah sakit sekarang." Devi mengelus punggungku dengan lembut. Tangisku belum mereda, namun tidak sederas awalnya. Aku sudah mampu mengatasi getaran di tubuhku.

"Ya Tuhan. Aku takut sekali, Dev," lirihku jujur.

"Sebaiknya ajak temanmu itu untuk istirahat di dalam mobil. Sebentar lagi ambulance dan polisi akan segera datang. Aku sudah menghubungi mereka." Sesaat kemudian aku pun mendengar suara dari laki-laki penolongku. Aku pun segera menyeka air mataku, lalu mengurai pelukan Devi. Perlahan aku memutar tubuhku, agar aku bisa menatap langsung wajah dari laki-laki itu.

"Terima kasih," ucapku tulus. Aku berusaha tersenyum, namun hanya lengkungan tipis yang tercipta di bibirku - yang masih sesekali bergetar.

Ternyata wajah penolongku itu sangat tampan, walaupun ekspresinya terlihat keras dan garang. Garis wajahnya tegas, dengan kumis dan jambang tipis yang menghiasi wajah tampannya. Ekspresinya datar dan dingin - tipe-tipe bad boy yang gemar adu otot dan kekuatan. Dia bahkan hanya mendengus pelan, untuk menanggapi ucapan terima kasihku.

"Ini barang-barang kalian, kan?" Pria itu kemudian menyodorkan sebuah bungkusan dari kain hitam padaku. Aku mengenali bungkusan itu. Bungkusan itu adalah milik para perampok tadi. Sejenak aku menoleh ke arah para perampok tadi. Tangan dan kaki mereka ternyata sudah terikat erat dengan kain. Kain yang sama, yang sebelumnya mengikat kaki dan tangan Devi dan juga mang Dirman.

"Terima kasih," ucapku lagi, sambil menerima uluran bungkusan itu dengan kedua tanganku, yang masih gemetaran.

Pria itu lagi-lagi tidak menanggapi ucapan terima kasihku. Aku pun segera memberikan bungkusan itu pada Devi, setelah aku membukanya dan mengambil ponselku. Dengan jari-jari tangan yang masih gemetar, aku pun menekan nomer ponsel Gio untuk segera menghubunginya. Aku tidak peduli, apakah saat ini Gio masih sibuk dengan meeting-nya. Aku sedang sangat membutuhkan kehadirannya saat ini. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa membuat perasaanku membaik. Saat ini aku masih merasa sangat ketakutan.

Intermezzo (Selingan Indah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang