SEMBILAN

95.8K 5.1K 128
                                    

Panji menghirup napas panjang. Tubuhnya bergerak dan sedikit menggeram. Mata pria itu berkedip-kedip untuk menyesuaikan pandangannya. Pria itu tersenyum tipis saat mengingat malam yang luar biasa dengan Niken di kamar ini.

Perlahan, Panji mengubah posisinya yang semula miring menjadi telentang. Rasa lelah di tubuhnya terasa menyerang. Pria itu mengerang diiringi tawa kecil. Akibat semalam ia menggila, kini pria itu merasa bagai orang tua renta. Tubuhnya lemas dan untuk bangkit saja ia lemas.

"Niken ... sialan," geramnya lalu tak dapat menahan seringainya.

Niken memang wanita pembawa petaka bagi Panji. Mengenal Niken, menjadikan pria itu tak berhenti memikirkannya. Menyentuh wanita itu, membuat Panji seperti kecanduan untuk terus mendekapnya. Wanita cantik itu selalu memuaskan Panji. Namun, hal itu menjadikan Panji semakin tak ingin melepaskannya.

Ketika Panji menyadari sesuatu, tubuhnya setengah terduduk. Ia tak melihat Niken di kamar ini dan uang yang semalam bertebaran di lantai. Namun, tas itu ada di sana. Panji pikir, Niken pasti memasukkan uang itu ke dalam tas. Seperti anak kecil yang takut ketahuan, Panji refleks kembali ke posisi berbaring saat sosok wanita keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk.

Mata Panji terus menatap siluet Niken yang menuju lemari pakaian. Gadis itu memilih pakaian yang akan dikenakanya lantas membuka handuk yang melilit di tubuhnya. Panji ingin mengumpat saat ini juga saat melihat pemandangan di hadapannya. Ia sudah menyentuh Niken berulang kali, tetapi melihat Niken tanpa busana, rambut hitamnya basah, serta memakai pakaian dengan gerakan pelan, sangat menggoda Panji.

Pria itu tak bergerak di tempat tidur seraya menahan hasrat yang membumbung. Aroma dari sabun yang Niken gunakan membuat pria itu ingin menghirup lebih lama. Kulit bersih dan berkilauan milik wanita itu membuat Panji ingin kembali mencecapnya. Pria itu mengerang dalam hati karena tersiksa pemandangan indah di depan matanya.

Setelah Niken selesai berpakaian, Panji segera bangun. Ia mendatarkan ekspresi wajah saat memandang Niken yang terkejut melihatnya. Dahi pria itu berkerut karena wajah Niken memerah dan segera menunduk.

"Tuan," lirihnya.

Panji beranjak dari tempat tidur untuk menghampiri wanita itu. Saat kaki Panji menepak lantai, ia baru menyadari dirinya tak memakai busana. Pria itu semakin salah tingkah saat melihat miliknya sendiri berdiri tegak. Dengan wajah yang sedikit bersemu, Panji segera berpakaian lalu menghampiri Niken.

"Temenin aku sarapan," perintahnya.

Niken mengangguk. "Baik Tuan. Akan saya siapkan."

Kebencian Panji terhadap Niken lumayan mendalam sehingga benar atau tidaknya kalimat yang keluar dari mulut wanita itu, tetap terasa salah. Tangan kiri Panji meraih tengkuk Niken sampai membuat wanita itu terkejut dan sedikit memekik. Tangan kanan Panji menangkup wajah Niken dan ibu jarinya mengusap bibir Niken yang memerah tanpa pewarna.

"Aku bilang, temenin. Bukan siapin," tegasnya. "Kamu mau ngasih racun di makanan aku?"

Niken menggeleng cepat. "Saya nggak berani, Tuan," akunya.

Dengan kasar, Panji menghempaskan tubuh itu hingga Niken mundur beberapa langkah ke belakang. Panji memberikan tatapan dominasinya kepada wanita yang dilanda ketakutan itu lalu keluar dari sana.

***

repost: 11/9/23

Love UndoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang