BAB 5

312 14 0
                                    

Waktu cepat sekali berlalu. Masa bulan madu mereka sudah habis. Justin sudah harus pergi berangkat bekerja pagi ini. Hubungan mereka masih berjalan di tempat. Justin hanya menyentuh buah dada Elanie sambil kadang mengisapnya, setelah itu dia akan tertidur seperti anak bayi yang baru saja menyusu pada ibunya. Justin seperti bayi besar bagi Elanie. Entah ini memang masalah besar atau bukan, namun Elanie mulai resah. Jika ia tidak berhubungan badan dengan Justin sampai sekarang, dia akan bilang pada teman-temannya? Pearl sudah menghubungi Elanie untuk bertemu di café yang sering mereka kunjungi sore ini. Justin tidak keberatan jika Elanie ingin pergi keluar karena Justin juga akan pulang larut, sepertinya. Setelah Justin melihat jadwal-jadwalnya hari ini, Justin yakin ia akan sangat sibuk.
           
Elanie memasangkan dasi di leher Justin. Sempat Elanie berpikir untuk mengencangkan ikatan dasi ini di leher Justin agar Justin cepat mati. Bagaimana bisa Elanie tidak berpikir seperti itu? Ia jenuh dengan sikap Justin yang setiap hari sama—meski lucu. Justin seharusnya tahu apa yang Elanie inginkan. Elanie hanya ingin Justin berhubungan badan dengannya karena Elanie sangat penasaran bagaimana rasanya bercinta. Terlebih lagi mereka sudah menjadi suami-istri, bukankah hal itu wajar untuk dilakukan? Namun niatan itu gagal ketika Justin memberikan senyum manis pada Elanie hingga hati Elanie meleleh. Justin mengecup sesekali bibir Elanie. Pria ini sudah ketagihan dengan bibir manis itu. Setidaknya, selama satu bulan ini pikiran Justin yang awalnya terus mengacu pada dinosaurus sudah berubah. Setelah selesai memakaikan dasi pada leher Justin, Elanie menempatkan kedua tangannya di atas kedua bahu Justin. Ia mengelus lembut bahu itu lalu mendesah.
           
“Kau akan bekerja. Aku pasti akan sangat merindukanmu, Justin,” ucap Elanie menelan ludah. Ia membenturkan keningnya ke dada Justin yang keras. Justin segera memeluk istrinya yang ia sayang. Justin juga kurang yakin kalau ia bisa melewati hari ini tanpa berbicara dengan Elanie. Karena selama sebulan ini, hanya Elanie yang menemaninya—well, LeBron juga.
           
“Aku juga akan merindukanku. Aku akan menghubungimu nanti, Elanie. Jangan khawatir,” ucap Justin dengan lembut. Andai Justin bisa bersikap seperti ini tiap waktu, Elanie pasti memiliki kehidupan rumah tangga yang normal. Justin mengecup kening Elanie lalu ia mendorong tubuh mungil istrinya agar menjauh darinya. Justin meraih jas abu-abu yang terbaring di atas ranjangnya lalu memakainya dengan cepat. Jika Justin tidak berbicara, pria ini terlihat normal. Semua wanita pasti akan tunduk di hadapannya sekalipun Justin hanya mengedipkan sebelah matanya. Elanie memerhatikan Justin yang merapikan pakainnya. Ia sekarang ragu kalau suaminya memiliki mental anak-anak. Ia terlihat seperti pria dewasa lainnya, tidak seperti Justin yang menangis di malam hari merengek meminta buah dada hanya agar ia bisa terlelap. Ia terlihat seorang pria yang hebat di ranjang.
           
Elanie tersadar dari lamunannya saat suaminya memegang kepalanya dengan lembut. Justin mengangkat kepala Elanie lalu mengecup bibir itu berkali-kali. Lihat? Justin tidak terlihat anak kecil. Ia hanya ketagihan dengan bibir itu. Bibir yang selalu memanggil-manggilnya untuk dikecupi. Jika Justin diizinkan membawa Elanie ke kantornya seharian—dan Elanie tidak bosan—ia pasti akan akan membawa Elanie tiap hari agar Justin bisa melihat Elanie tiap saat.    
           
“Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik, hati-hati di rumah dan jangan pulang malam,” ucap Justin menggigit bibir bawahnya, menahan tawa. Tentu saja Justin menahan tawanya! Ucapan yang baru saja Justin katakan tadi bukanlah kata-kata aslinya. Ia meniru ucapan ibunya tiap kali Justin akan pergi bekerja. Ia hanya mengganti kata ‘rumah’ di kalimatnya. Tetapi jujur, Justin memang serius dengan ucapannya. Elanie menyentuh pergelangan tangan Justin, ia memejamkan mata.
           
“Aku akan baik-baik saja di rumah ini. Aku akan pergi ke café nanti sore dengan teman-temanku, ya, aku tidak akan pulang sampai larut malam.  Kau juga, jaga dirimu baik-baik,”
           
“Baiklah, aku akan berangkat. Mandilah agar kau wangi. Aku sayang kau.” ucap Justin mengecup bibir Elanie dengan lembut. Suaminya melepaskan kepala Elanie lalu pria itu berjalan bagaikan model pakaian pria menuju pintu kamar. Lalu  keluar begitu saja, menghilang dari pandangan Elanie. Ya Tuhan, suaminya baru saja meninggalkan Elanie di rumah sendirian. Elanie menelan ludah.
           
Ia hanya perlu berada di kamar mandi. Menenggelamkan diri di bak mandi. Lalu mati.

Pure Love || Herren Jerk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang