BAB 2

231 14 2
                                    

Pelipis pria itu basah akibat keringat yang terus mengucur tanpa henti. Tangannya gemetaran mendengar seorang pendeta berbicara di hadapannya, bertanya pada Elanie apakah Elanie bersedia menjadi suami Justin. Kata kakak-kakak Justin, Justin harus berciuman dengan Elanie nanti setelah Justin mengatakan kalimat sakral itu.Justin tidak pernah berciuman dengan seorang gadis sebelumnya! Pria saja tidak pernah. Well, tidak akan pernah—meski kakak-kakak Justin curiga kalau Justin sering berciuman dengan pria di luar sana yang memiliki kelainan. Justin menelan ludahnya ketika mulut pendeta menyebut namanya.  Justin tersadar ia harus memakaikan Elanie cincin. Seorang gadis yang berada di sebelah pendeta itu langsung maju ke depan dan memberikan sebuah kotak berisikan cincin di atas bantal berwarna merah. Justin meraih kotak itu lalu mengeluarkan cincin pertama.
           
Dengan pelan, Justin meraih tangan kanan Elanie lalu memasangkannya di jari manis. Semua orang di dalam gereja bertepuk tangan. Ia merasa senang karena telah melewati masa-masa itu, namun suara tawaan kakaknya terdengar. Ia langsung menganggukkan kepalanya satu kali dengan mata melirik ke sebelah kanannya. Kakak-kakaknya memang sedang menertawakannya di sampingnya—yang berjarak hanya 2 meter darinya— yang memerhatikan Justin sambil melipat kedua tangannya di depan perut lalu menundukkan kepala agar tidak tertawa lagi. Justin berusaha untuk berkonsentrasi.
           
Justin tidak mendengar apa yang pendeta katakan. Suara tawaan dari kakak-kakak Justin membuat Justin kehilangan konsentrasi Justin. Terlebih lagi pemikiran mencium bibir Elanie membuat Justin lebih gugup lagi. Bagaimana rasa bibir itu? Apa memang boleh mencium bibir Elanie? Apa mereka tidak akan dimarahi oleh orangtua? Justin bimbang.
           
“Justin?” Suara pendeta memanggilnya kembali hingga matanya yang melirik ke sebelah kanan langsung melihat pada pendeta. Raut wajah pendeta tampak tak suka melihat tingkah Justin yang tidak serius.  “Apa kau bersedia menerima Elanie menjadi istrimu…” suara pendeta lama kelamaan menghilang dari pendengaran Justin. Tatapannya kosong pada pendeta lalu suara pendeta kembali terdengar. “…Miskin?”
           
Justin melirik sebentar kakak-kakaknya yang menahan sedang menahan tawa mereka. “Aku bersedia.” ujar Justin percaya diri, ia mengembuskan nafas panjang. Akhirnya! Sekarang apa yang ia harus lakukan dengan Elanie? Kemarin mereka sudah latihan! Sungguh, mereka sudah latihan di gereja ini bersama dengan pendeta di hadapannya, tapi sontak saja semua latihan yang mereka lakukan kemarin sudah Justin lupakan karena Justin terlalu gugup dan memutuskan untuk bermain dinosaurus lagi di kamarnya. Kali itu Justin tidak membuat dinosaurusnya bertengkar atau memukul satu sama lain, tetapi bertanya-tanya tentang apa yang pendeta tanya pada Elanie dan Justin hingga lama kelamaan membuat Justin nyaris gila. Tak sadar, Elanie sudah meraih tangan kanannya dan memasangkan cincin yang Elanie pegang pada jari manis Justin. Semua orang kembali bertepuk tangan. Itu membuat pipi Elanie memerah. Ya Tuhan, akhirnya mereka menikah. Tidak ada yang menyangka, begitupun Justin dan Elanie.
           
“Kau boleh mencium pengantin wanitanya, Mr.Bieber,” ucap pendeta itu dengan sabar. Justin menghadapkan tubuhnya pada Elanie, begitupun dengan Elanie yang kepalanya tidak tertutupi oleh apa pun. Justin memegang kedua tangan Justin lalu menatap mata biru Elanie yang alami. Segugup apa pun Justin, jika ia melihat mata biru itu, ia selalu merasa tenang. Entah penjelasan bagaimana yang tepat untuk menggambarkan perasaan ini, tetapi satu hal yang ia tahu, ia merasa tenang. Elanie tersenyum, kepalanya sudah dimajukan ke depan, begitupun dengan Justin. Mata Justin melihat bibir Elanie. Apakah aku benar-benar harus menciumnya? Apa boleh? Apa aku tidak akan dimarahi? Apa kakak-kakakku akan menertawaiku lagi? Namun ternyata, kakak-kakak Justin sedang menertawakan Justin di belakang punggungnya. Saat itu juga Justin mengecup kening Elanie hingga semua orang di gereja kebingungan.
           
Angelo terpaksa harus menopang tangan pada bahu Robert untuk tertawa bahak-bahak. Semua orang di gereja bertepuk tangan yang diawali oleh ayah Justin yang menepuk tangannya. Justin dan Elanie memunggungi pendeta lalu tersenyum kepada semua orang di sana. Justin meremas tangan Elanie yang dipegangnya. Ingin Elanie menangis terharu sekarang, hanya saja ia merasa tidak tepat jika ia melakukan itu. Terlebih lagi ada satu alasan yang membuat Elanie ingin menangis. Eline tidak datang ke acara pemberkatannya, itu cukup membuat hati Elanie sakit. Mengapa Eline tidak bisa menyempatkan diri untuk melihat adiknya menikah? Menikah adalah hal yang tidak akan dilupakan oleh semua orang yang telah menikah.
           
Justin dan Elanie turun dari altar. Mereka berjalan melewati orang-orang yang sudah berdiri dan terus bertepuk tangan. Bahkan dengan iseng Justin berpikir, apa tidak sakit bertepuk tangan selama itu? Ayah Justin memberikan kedua ibu jarinya pada Justin yang membuat Justin merasa bangga. Keduanya merasa seperti mendapatkan nilai A+ dalam mata pelajaran matematika tersulit di hidup mereka. Ibu Elanie dan ibu Justin menangis terharu, kedua anak mereka akhirnya menikah. Ayah Elanie juga menangis, ia ingin memeluk Elanie. Elanie menerima sebuah bunga berwarna putih dan merah saat ia keluar dari mulut pintu gereja, ia langsung mengambilnya. Mereka mulai menuruni tangga. Tangan Justin berusaha menahan tangan Elanie agar Elanie tidak tersandung oleh gaunnya sendiri. Lama-lama Justin kesal pada orang yang tidak menahan gaun Elanie dari belakang, kemana dia? Bukankah pekerjaannya merapikan gaun Elanie? Sekanak-kanak apa pun Justin, ia memiliki sisi kepemimpinan –terbukti karena ia adalah direktur di perusahaannya—dan ia tidak ingin siapa pun yang seharusnya bekerja untuknya tidak bekerja.
           
Sebuah limusin sudah menunggu mereka di bawah. Sopir yang mengenakan pakaian seperti sopir hotel itu membukakan pintu limusin lalu mempersilahkan Elanie masuk ke dalam. Gaun itu benar-benar menyiksa Elanie ketika ia masuk. Orang yang Justin tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Ibunya. Ibunya bisa menyelesaikan masalah apa pun. Ibu Justin memasukkan gaun Elanie begitu rapi hingga Elanie benar-benar bisa masuk ke dalam, lalu pintu limusin ditutup. Nah, sekaranglah waktunya Justin bertanya-tanya sebelum dua kakak bajingannya datang.
           
“Apa yang harus kulakukan sekarang?” Tanya Justin gugup. Ibu Justin tersenyum sambil menarik tangan Justin untuk memasuki limusin dari pintu yang lain. “Bu, aku serius! Apa yang harus kulakukan setelah ini?”
           
“Katakan hal-hal yang manis padanya.” ujar ibunya membukakan pintu mobil untuk Justin.
           
“Serius—“
           
“Katakan hal-hal yang manis padanya,” perintah ibunya lagi mendorong tubuh Justin untuk segera masuk ke dalam limusin. “Kita akan bertemu dengan belakang taman rumah. Sampai jumpa sayang.”

Pure Love || Herren Jerk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang