BAB 12

245 15 0
                                    

Sudah senja. Justin menghubungi Elanie untuk yang kesekian kalinya tetapi wanita itu tidak sama sekali mengangkatnya. Terakhir ia menyadarinya karena ponsel itu tidak dibawa oleh Elanie dan tersembunyi di bawah bantal sehingga Justin mengetahuinya ketika ia menghubungi Elanie di dalam kamar. Kemana istrinya pergi? Justin tidak tahu dimana rumah Elanie—memang sangat memalukan—tetapi tidak mungkin Elanie pulang ke rumah orangtuanya. Kemungkinan besarnya adalah Elanie pergi menemui Denver, teman barunya. Keju Justin terasa hambar di mulutnya sekarang, ia ingin mati. Keju yang –tadinya—berbentuk persegi itu sekarang sudah hancur bentuknya karena Justin menggigitnya dalam satu gigitan yang cukup besar. Pria itu galau karena istrinya meninggalkannya. Padahal Elanie sudah berjanji pada Justin untuk tidak meninggalkan Justin. Seharusnya Justin menambahkan kalimat ‘apa pun yang terjadi’ tetapi terlambat, istrinya sudah pergi meninggalkannya dan yang Justin lakukan hanyalah menggigit keju untuk menunggu kedatangannya.
           
Acara serial televisi di hadapannya tidak sama sekali menghiburnya. Hati Justin terlalu sakit untuk mencerna apa pun yang ada di hadapannya. Bahkan keju itu. Untuk apa ia memakan keju itu? Dan untuk apa ia duduk di atas sofa ini? Tidak ada yang masuk akal di pikirannya sekarang. Justin membutuhkan Elanie sampai-sampai ia merasa sebentar lagi akan mati tanpa melihatnya satu kalipun. Dan hari ini ia tidak melihat batang hidung istrinya, mungkin foto pernikahannya yang terpajang di ruang tengah dan ruang santai. Senyum di bibirnya berbanding terbalik dengan bibir yang ia lihat tadi malam. Bahkan tatapan di foto itu berbeda dengan tatapan ketakutan tadi malam. Justin benar-benar jahat terhadap istrinya. Bukan maksud Justin untuk menakut-nakuti istrinya, ia hanya ingin menyingkirkan bayi itu agar Elanie kembali menjadi milik Justin seutuhnya. Tetapi itulah ketakutan Justin sejak Patrick bercerita tentang anak-anak. Justin terlalu terbuai akan kenikmatan bercinta di atas ranjang sampai ia lupa kalau seharusnya ia memakai KB agar kehamilan Elanie tidak secepat ini.
           
Justin sudah tahu kalau Elanie akan lebih memilih bayi itu dibanding dirinya. Padahal Elanie sudah berjanji pada Justin kalau mereka memiliki anak nanti, Elanie tetap menyayangi Justin. Tetapi apa buktinya? Sekarang Elanie pergi dari rumah tanpa ada kabar sedikitpun. Justin melempar keju yang ia makan ke layar televisi ketika acara serial televisi itu memperlihatkan adegan ciuman romantis. Ciuman sialan itu sudah tidak bisa Justin rasakan kembali. Pft, siapa yang sekarang membutuhkan ciuman itu? Yang Justin butuhkan sekarang hanyalah Elanie di sampingnya dan mengatakan betapa menyesalnya ia telah menakut-nakuti Elanie. Jika keinginan Elanie adalah mempertahankan bayi itu, Justin tidak tahu harus berbuat apa lagi selain membiarkannya dibanding ia harus kehilangan Elanie seperti ini.
           
Matanya jatuh menatap pada ponselnya yang ia taruh di atas meja. Ia berharap penuh kalau-kalau Elanie menghubunginya. Tubuhnya terlonjak dari atas sofa ketika ponsel itu berdering nyaring. Segera saja ia mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
           
“Elanie?”
          
“Justin,” suara ibu Elanie yang malah terdengar di telinganya. Tetapi tidak apa-apa. Setidaknya Justin sekarang tahu kalau Elanie baik-baik saja bersama ibunya. “Elanie tidak ingin menemuimu satu minggu ini. Jika kau bisa mengerti perasaannya, itu akan menjadi kelegaan bagi Elanie,”         
           
“Tidak, aku tidak bisa, Mrs. Clinton! Aku membutuhkannya. Tolong berikan ponselmu pada Elanie agar aku bisa berbicara dengannya. Kumohon, Mrs.Clinton, aku harus mendengar suaranya biar sebentar saja,” pinta Justin memohon. Hening yang mematikan terjadi beberapa saat. Seolah-olah ini adalah panggilan terakhir yang dapat Justin lakukan bersama Elanie, jika Elanie tidak ingin melakukannya, maka Justin akan mati detik kemudian. Tetapi hasilnya sama seperti apa yang akan Mrs. Clinton katakan.
           
“Elanie tidak ingin berbicara denganmu untuk beberapa waktu ini. Terima kasih sudah meluangkan waktumu, Justin,” ucap Mrs.Clinton mematikan ponselnya. Seketika itu juga Justin kembali menatap layar ponsel dan menghubungi Mrs.Clinton kembali. Tidak ada jawaban. Sialan, pasti Elanie yang memerintah ibunya. Justin berkali-kali menghubungi ibu Elanie sampai-sampai ia terpaksa harus melempar ponselnya yang lain akibat amarah yang membakar dirinya. Persetan dengan semuanya, Justin akan datang menemui Elanie di rumah orangtuanya.

Pure Love || Herren Jerk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang