CHORD 6: CUPLIKAN RESAH

33 5 4
                                    

     Pagi tadi Manis melewati gerbang kebebasan.Bebas tak ada omelan akan sarapan Fuzi. Fuzi lebih bisa mengontrol perasaannya meski Manis sempat bingung dengan apa yang telah terjadi. Secara, masakan yangdia aplikasikan dari ilmu buku masak pemberian Fuzi itu tidak sempurna. Bagi lidahnya, rasanya tak spesial sama sekali. Atau mungkin karena mantra sim salabim yang sempat dia komat-kamitkan saat masakan di atas wajan. Ala proses pembuatan ramuan penyihir. Terserah. Mana peduli, yang terpenting Fuzi bisa diam. 

     Khayalan kemerdekaan itu tiba-tiba buyar dengan tindakan aneh Mega. Dia menatap serius Manis dengan segelas minuman di tangannya. Sedikit menundukkan kepala yang tanpa sadar diikuti oleh Manis dan Caca yang disebelahnya.

"Apa kamu sengaja begitu sama Kalvin?"

Tak tahu apa yang telah mendorong Mega tiga-tiba membawa Kalvin dalam pertemuan segar di Café pagi ini.

"Maksud lo?" mendadak Manis lupa berbahasa aku kamu.

Berbeda dengan Caca yang malah semakin melebarkan kedua telinganya dan siap mendengarkan asumsi Mega selanjutnya.

"Biar bisa dekat sama Kalvin," ujar Mega lagi.

"Gila lo!" lagi-lagi Manis berbahasa ala novel teen fiction yang baru tamat kemarin.

     Posisi duduk mereka normal kembali. Manis meneguk minumannya, sengaja menyegarkan tubuhnya yang mendadak gerah. Menampakkan ekspresi ketidaksetujuannya pada pendapat Mega.

"Malah aku ingin hijrah ke planet Mars, karena rasanya bumi sangat sesak kalau bertemu dia," mulut Manis mencibir tanpa usai.

Mega sempat berfikir, cukup setuju dengan pernyataan itu.

"Bener juga sih. Mana mungkin kamu berpaling dari Kenzo."

Mendengar nama Kenzo membuat Manis sibuk tersenyum sendiri. Sementara Caca mendadak fokus dengan ponselnya, lebih tepatnya pada aplikasinya. Dia sibuk mengedit sesuatu. Menghiraukan kedua temannya yang saling beradu pendapat itu.

"Bagaimana bisa kalian berdua sebegitu menyeramkannya?"

"Bagiku, dia yang menyeramkan," Manis penuh penekanan membela diri.

Suasana hatinya kusut kembali.

"Dan bagiku, otaknya telah hilang di Segitiga Bermuda. Sopan santunnya tertinggal di Lautan Antartika, dan sikap kasarnya seperti unta di gurun pasir karena kehausan!" imbuhnya penuh amarah dengan melafalkan semua kalimat tanpa jeda.

Caca yang merupakan salah satu penggila Kalvin, tak marah sedikitpun dengan ocehan itu. Dia tetap fokus dengan ponselnya.

"Unta punya punuk, tidak mungkin dia kehausan," ketus Mega yang mendadak hobi mengusilinya.

"Mega!".

Teriakannya memecahkan kedamaian Café. Mega segera diam namun mulut Manis masih menyisakan kata-kata yang sangat harus dia tekankan.

"Dia, adalah parasit untuk setiap orang yang ditemuinya."

"Manis, terlalu banyak cabai bisa diare."

"Bukan aku yang berlebihan, tapi dia."

"Tapi bagiku kalian seri. Hahaha,"lagi-lagi Mega menikmati usilannya.    

     Adu tangkas yang berakhir dengan tawa lepas itu terpotong oleh Caca. Tiba-tiba dia ikut bertutur dengan menunjukkan hasil editan di ponselnya.

"Apa kamu seperti ini?" datarnya.

Seketika Manis dan Mega memperhatikan layar ponsel Caca. Tampak foto Manis dengan bibir editan yang sedikit memerah.

GUARANTEED FINGERS (Telah Terbit 2020)Where stories live. Discover now