(Note: Usia Daniel lebih tua dari Seong Woo)
Seong Woo sudah mencoba bertahan, mengabaikan semuanya, namun nyatanya perasaan sakit itu semakin berlimpah dalam dirinya, mengoyak setiap inci raga dan jiwanya. Dunia ini terlalu kejam padanya.
"Aku ingin hidup layaknya manusia, tapi sepertinya aku tak akan bisa mendapatkan itu sampai kapan pun, aku...ingin istirahat, ingin tidur dalam waktu yang panjang," monolog Seong Woo. Pemuda dua puluh tahun itu lantas memejamkan mata, merasakan dinginnya hembusan angin musim gugur yang melewati permukaan kulit wajahnya.
Kemudian Seong Woo merasakan tubuhnya terhempas, ringan, seolah melayang. Dan ingatan terakhir Seong Woo adalah saat dimana tubuhnya tercebur ke dalam sungai dengan air yang dingin.
Rasa takut dan amarah nampak jelas di wajah lusuh Daniel, saat kedua mata pemuda itu menangkap jelas sosok tubuh ringkih Seong Woo yang tengah berdiri di tepi jembatan, dan rasa takutnya semakin menjadi ketika ia melihat dengan matanya sendiri bagaimana tubuh kurus Seong Woo terjatuh ke dalam sungai di bawah jembatan.
"Sialan!" umpat Daniel, secepat kilat pemuda bermarga Kang itu menuruni anak tangga, kemudian melompat ke dalam air, menggeret tubuh ringkih Seong Woo yang tak sadarkan diri.
Ya, Ong Seong Woo baru saja melakukan percobaan bunuh diri dengan menjatuhkan tubuhnya ke dalam sungai berarus cukup tenang, namun dengan kedalaman yang cukup untuk menenggelamkan tubuh tinggi pria dewasa.
Daniel menggeret tubuh Seong Woo, hal itu mudah bagi Daniel mengingat tubuh pemuda itu jauh lebih besar dari Seong Woo.
"Jangan lakukan ini padaku, Seong Woo." batin Daniel saat tangannya sedang sibuk melakukan CPR pada Seong Woo yang masih tak sadarkan diri. Sesaat Daniel terdiam, haruskah ia melakukannya? Tapi memang tak ada pilihan, sepertinya...Daniel memang harus memberi pemuda Ong itu napas buatan.
....
"Selamat pagi."
Tangan hangat mengelus wajah Seong Woo, merapikan rambut yang menutupi sebagian keningnya. Pemuda Ong itu lantas menguap, membuka matanya, ia terkesiap mendapati Daniel yang sedang duduk tepat di sebelahnya, mengenakan sweater merah muda dengan celana olahraga abu-abu.
"A-apa aku sudah mati?" tanya Seong Woo terbata. "Kau...malaikat?" lanjutnya.
Tatapan Daniel meredup, meski masih ada binar kesukaan Seong Woo di sana. "Kau masih hidup, Seong Woo," kata Daniel. Tangan kanannya terangkat mengusap puncak kepala Seong Woo. "Dan aku bukan malaikat, aku Kang Daniel."
Kepala Seong Woo berdenyut, ingatan yang kacau perlahan mengusiknya, membuat telinganya terasa berdengung, tatapan matanya mengabur disertai dengan deru napas yang mulai tak beraturan.
Daniel yang panic langsung mengambilkan Seong Woo segelas air putih yang ia letakkan di atas nakas, di sebelah tempat tidur. Menyodorkannya pada Seong Woo, kemudian yang lebih muda meminumnya hingga tak bersisa.
Setelah beberapa menit, Seong Woo kembali menatap Daniel, matanya mulai berkaca-kaca. "Daniel, maaf," ujar Seong Woo, perlahan ia terisak saat yang lebih tua menarik tubuh ringkihnya ke dalam pelukannya.
"Tidak apa-apa, Seong Woo. Tidak perlu minta maaf, kau tidak salah apa-apa," ucap Daniel menenangkan.
Seong Woo menggeleng, masih dalam pelukan Daniel. "Aku selalu menyusahkanmu, aku bahkan terkadang melupakan keberadaanmu, Daniel."
"Meski kau kadang tak ingat padaku, selama kau ada dalam jarak pandangku, aku baik-baik saja, Seong Woo. Jadi...jangan melakukan hal seperti kemarin malam, ya. Itu...menyakitiku."
Seong Woo mengangguk kecil, kepalanya mendongak, mata sayu nya bertemu dengan mata Daniel yang berbinar, membuat hati Seong Woo kembali menghangat.
....
Dissociative Disorder, itu yang Daniel dengar dari seorang professor ahli psikologi yang ia temui beberapa waktu lalu. Seong Woo menderita gangguan disosiatif akibat trauma dengan kejadian-kejadian buruk yang menimpanya, membuat pemuda Ong itu depresi luar biasa, kadang ia juga mengalami amnesia pada periode-periode tertentu.
"Kau ingin melakukan sesuatu hari ini, Seong Woo?" tanya Daniel. Namun Seong Woo menggeleng sambil menundukkan kepala, mengaduk makanan yang dibuatkan Daniel.
"Jalan-jalan ke taman, mungkin?" Daniel melanjutkan.
"Kubilang aku tak mau, Kang Daniel!" bentak Seong Woo sambil memukul meja. "Aku tidak mau pergi kemana pun! Aku tak mau bertemu orang-orang itu!" Seong Woo menatap Daniel nyalang.
"Baiklah...kita di rumah saja," ucap Daniel kemudian.
Kang Daniel bukan baru mengenal Seong Woo, pemuda berperawakan tinggi besar itu sudah mengenal Seong Woo sejak tujuh tahun lalu, saat Seong Woo melakukan hal serupa seperti kemarin malam.
Daniel tahu semua masalah Seong Woo, ia tahu bagaimana orang-orang menggunjing Seong Woo yang tak memiliki ayah, dan ibu yang selalu menyiksanya tanpa sebab yang jelas. Bagaimana Seong Woo diperlakukan buruk oleh teman-teman sebayanya, hingga membuat Seong Woo kecil akhirnya tak mau berangkat sekolah dan memilih bersembunyi di bawah jembatan yang jarang di lalui orang hingga matahari ternggelam.
Daniel menatap nanar punggung Seong Woo yang mulai menjauh kemudian menghilang ketika pemuda Ong itu masuk ke kamar dan membanting pintu keras-keras.
"Sampai kapan kau akan seperti itu, Seong Woo? Tidak bisakah kita berdua hanya bahagia saja?" monolog Daniel.
Seong Woo membanting tubuhnya ke atas tempat tidur, kemudian menggulungnya dengan selimut, lantas ia bergumam pelan. "Aku ingin, Daniel. Aku ingin sekali pergi ke luar denganmu, tapi...aku takut, jangankan pergi ke luar, bahkan aku takut saat aku ingin pergi tidur, aku takut...melihat mereka dan Ibu dalam mimpiku. Aku...ingin bisa tidur seperti manusia normal lainnya, Daniel."
........................................
........................................
KAMU SEDANG MEMBACA
O Sole Mio
Short StoryKarena matahari adalah bintang pusat dari tata surya, pun dengan Kang Daniel, dia adalah pusat dari segala kehidupan Ong Seong Woo.