Chapter 35

67 37 1
                                    

Wajahku masih kesal begitu melihat kejadian tadi secara langsung, dimana Ivy hanya mementingkan Watson daripada teman dekatnya sendiri Aku, bahkan Narice serta Dizzy. Tatapan Ivy memang begitu sangat kasihan. Tapi jika saja sudah keterlaluan, ini membuatku marah.

"Matsu?" Sapa seseorang begitu melihatku murung tak jelas. "Oh ayolah kawan, kau harus semangat!" Kata-kata yang disampaikannya sangat menarik sehingga aku berani menatap wajahnya

"Wilson?" Tanyaku kaget seakan ia makhluk halus yang menampakkan wujudnya. "Maaf!" Jawabku seraya menunduk malu

"Kenapa kau disini? Bukannya lari pagi justru hanya diam saja dengan wajah sedih" katanya sambil mengarahkan wajahku pada wajah Wilson. "Tatap mataku!" Seru Wilson agar aku menatap matanya

Kulirik dengan setengah kaget, mata nya hitam arang dan wajahnya nampak serius begitu ia melihatku mulai menatap matanya

"Jangan pikirkan masalah yang biasa saja!" Kata pelan Wilson lalu ia mulai membisiki sesuatu. "Jika saja itu masalah kecil. Lupakanlah saja dan pikirkan hal positif" bisik Wilson nampak memberiku semangat baru

Aku menghembuskan nafas lega saat aku rasa masalah yang aku alami hilang begitu saja

"Merasa lebih baik?" Tanyanya lalu ia menatap senang padaku

"Iya, kuharap begitu" kataku sambil membalas senyumannya

"Bagus!" Katanya lalu menyerahkan air mineral miliknya dan menyuruhku untuk meminumnya. "Kau haus bukan, aku pergi dulu" ucapnya sambil menyapa gadis di sebelahnya

"Baiklah!" Kataku sambil menunduk ke bawah. Aku mulai menatap tanah sambil membayangkan wajah Ivy. "Jika kau suka Watson, terserah apa yang akan kau lakukan, semuanya akan ku terima dengan ikhlas" gumamku pelan lalu aku berlari lagi menyusul Wilson

●○●○●

Tepat di depanku, pintu kelas 7H. Ruangannya masih saja sama dengan tahun kemarin, begitu pula dengan jendelanya, masih saja ada yang rusak

"Hai! Selamat pagi" sapa seorang gadis berambut abu-abu dengan bando kuning dan mata kuning pisang

"Hai juga!" Jawabku spontan begitu ia masuk ke kelas 7I sambil menenteng tas kecil berwarna putih. "Murid yang rajin" kataku dan masuk ke kelas

Di kelas, suasana sangat sepi. Hanya ada dua tas yang tertata rapi di atas meja ku. "Tas siapa ini?" Begitu akan berbalik, aku mengingat kembali. Tas Kaito dan seseorang

Sepertinya Kaito duduk dengan orang lain, aku menuju ke samping kanan dari bangku lama ku, "duduk dengan Nami, tak masalah!" Kataku lalu duduk dan membuka sebuah buku yang baru saja kubeli dengan Kaito dan Anna, baru dua bagian saja, aku baru membaca buku ini

Sekitar dua puluh menit berlalu, dua murid datang sambil berpegangan tangan lalu tertawa senang. Bukan main perasaanku ini, aku tersentak kaget begitu melihat Kaito dan Anna sedang berpegangan dan bercanda gurau. "Kalian mengapa pacaran di sekolah?" Pertanyaanku begitu membuat Anna sedikit kesal dan memalingkan wajah dariku. "Terserah" jawab Anna kurang ajar

"Anna!" Sentak Kaito sedikit kencang begitu Anna mengulurkan lidahnya padaku dan aku diam sejenak. "Kau tidak boleh seperti itu" Bentakkan Kaito membuatku menatap kaget Kaito, dia mampu semarah itu sampai Anna kena sasaran marahnya. "Kau keterlaluan" tambah Kaito begitu Anna melemparkan wajah sedih

"Maaf sebelumnya!" Kataku lalu Anna melemparkan senyuman membuatku sedikit lega. Karena Anna sudah tahu kesalahannya

"Kau akan duduk dengan Anna?" Tanyaku lalu Kaito menjawab dengan anggukan, "baiklah" kataku lalu menyamankan posisi dudukku

●○●○●

Pulang sekolah lebih cepat dua jam dari biasanya, rapat guru diadakan begitu mendadak tepat pada pelajaran IPA. Jujur saja aku sedikit lega, karena pelajaran itu membuatku gila. David dan Dizzy datang bersamaan saat aku menunggu mereka datang. Dizzy membawa sebuah kue coklat. "Kau mau?" tanya Dizzy memulai percakapan saat ia tahu kalau kue itu sangat menggoda. "Iya, aku mau" balasku seraya mengambil satu kue coklat

Kami pulang bersama dan berpisah di pertigaan seperti biasa. "Sampai nanti ya!" sahut Dizzy dan sosoknya menghilang begitu ia belok di persimpangan kecil. Hari pertama saja sudah membosankan, apalagi saat berminggu-minggu selanjutnya, tepat di seberang jalan disana, aku melihat Anna berjalan sendirian sambil membawa kotak kecil, ingin kujemput dia tapi, datang sosok lelaki dengan rambut pendek coklat yang kukenal siapa lagi, yaitu Kaito. Mereka masih saja berpacaran terus!

"Matsu?" Sapa seseorang melewatiku dengan sedikit berlari. "Halo!" Sapa orang itu lagi, aku meliriknya dengan tatapan bosan, Watson berdiri tepat di samping kananku, tersenyum tipis seolah menanti jawaban dariku

"Ada apa? Oh ya halo juga!" Tanyaku dengan disusul balasan lalu aku memutar bola mataku bosan. "Dimana Ivy?" Pertanyaanku membuat ia memalingkan wajah menghindari kontak mata selama beberapa detik yang lalu. Watson menatapku aneh dan meringis pelan

"Pertanyaan macam apa itu, biasanya kau menyuruhku pergi, sekarang kau menanyakan hal yang berbeda, atau bahkan memaksa" katanya lalu aku mengernyitkan dahi, dan menampar pipinya pelan bercanda. "Hahaha, maaf" kataku lalu aku mengayuh sepedaku pelan-pelan, meninggalkan Watson dengan tatapan bingung serta kesal yang membuatku terus menoleh kebelakang dan tertawa sendiri. Sebegitu anehnya orang itu sampai ditanya mengenai perempuan pun sulit untuk diajak berkomunikasi, menyebalkan!

Lama-kelamaan aku mengayuh sepeda dengan cepat dan 10 menit berlalu dengan cepat saat aku menikmati perjalanan dengan bernyanyi. Berbelok tepat di gapura dan menemukan sesosok wanita dengan rambut pendek berwarna merah. Anna berdiri disana sambil menenteng tasnya. "Anna? Kenapa kau disini?" Tanyaku sekaligus menyapa. "Tidak usah basa-basi dasar pengecut!" Balasnya yang membuatku sedikit memincingkan mata tidak percaya. "Hahaha, kau bercanda bukan?" Tanyaku sambil ingin mengubah suasana aneh ini, "kau pikir ini main-main hah?" Tanyanya sedikit berteriak dan membentakku kasar. Aku terdiam lalu ia mengulangi pertanyaan yang sama dan mulai memegang tanganku dengan kasar

"Kau kenapa?" Bentakku lalu ia menekan tanganku dan aku mendorongnya pelan, "kau gila apa?" Tanyaku begitu ia tertawa puas dan mulai pergi dari tempat ini sambil menunjukkan wajah nakal yang selama ini ia sembunyikan dari ku.

Aku harus sabar, tenang dan santai. Aku menaiki sepedaku dengan kesal dan marah, Anna yang selama ini kukenal sangat ramah, pengertian, disiplin, bahkan sangat murah senyum itu menjadi anak nakal tak tahu sopan santun, aku memegang tanganku yang ia pegang dengan erat tadi, rasanya panas dan aku rasa mulai bengkak. Aku menaikkan setengah lengan baju. Untung saja tidak bengkak, kalau bengkak, Miku akan tahu dan memaksa ku untuk memberi tahu siapa yang melakukan ini atau kejadian barusan. Aku membuka pagar saat sudah sampai di rumah, begitu di rumah, aku menjumpai Bibi sedang menyapu taman dengan wajah gembira, nyatanya memang itulah salah satu wajah Bibi sekarang.

"Cepat sekali pulangnya, apa ada rapat?" Tanya Bibi. Aku membalasnya dengan anggukan, aku mencoba untuk tersenyum walau itu sangat hambar rasanya.

Anna bukanlah orang yang kukenal.

3 Choice 1 Answer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang