Tep! Shadin menahan bahu Arkan, saat cowok itu baru hendak berdiri dari duduknya, membuat cowok itu menoleh.
"Ada yang mau gue tanyain."
"Udah tau," jawab Arkan lalu duduk lagi ke kursinya.
Dengan wajah penuh keterkejutan, takut, malu, marah, kesal, ingin makan orang, semuanya, Shadin duduk di kursi seberang Arkan.
Sedikit menghela nafas, dan memejamkan mata sebentar, Shadin mulai membuka suara, "Plisss kembaliin kertas-kertas guee,(😭)" ucap Shadin dengan nada dan tangan memohon.
"Dih. Kertas apaan? Emang gue tukang nyolong kertas?"
"Ah elah lo! Pasti elo kan yang suka ngambilin kertas surat gue buat Lintang?! Ngaku aja! Jangan pura-pura gatau!"
"Emang lo suka ngirim surat buat Lintang gitu?" Arkan malah bertanya dengan muka minta ditabok.
"Gue serius, Kan!" Kini suara Shadin terdengar kesal.
"Lah gue justru bari tau, kalo lo suka ngirim surat juga. Gue cuma nebak-nebak aja lo suka Lintang karena wajah lo jadi merah terus gagap gitu. Eh ternyata bener," ujap Arkan dengan entengnya.
Wajah Shadin tiba-tiba berubah.
"Tuh, contohnya kayak wajah elo sekarang. Merahnya kayak gitu," tunjuk Arkan.
"TAI LO!" sergah Shadin, langsung berdiri dan meninggalkan Arkan yang sekarang sedang mengedikkan kedua bahunya.
Entahlah. Mungkin malam ini Shadin harus meyakinkan hatinya, untuk bertanya langsung pada Lintang.
Argghh!! Tapi kalo misal Lintang gatau kayak Arkan tadi gimana?!
Shadin mengacak-acak rambutnya kesal.
Arkan terkekeh pelan, melihat perempuan gendut, pesek, tapi cantik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adore Him [Completed]✔
Historia Corta[Private some chapter and ending. Follow me first for comfortable reading. Thanks!!] Hah! Dia terlalu sempurna. Meliriknya saja mungkin aku tak pantas. Lihatlah! Bahkan senyumnya lebih hangat dari matahari pagi. Wajah dengan lekuk sempurna itu juga...