Mingyu lagi-lagi berdiri diatas kursi lipatnya. Memegang tali yang sudah menggantung dikayu beberapa jam lalu, perlahan memasukan kepalanya. Setelah masuk dengan sempurna, ia mengambil napas dalam-dalam seolah esok oksigen akan menghilang. Tapi bukannya orang yang mati takan bernapas? Mungkin ini untuk terakhir kalinya, Mingyu ingin meraup sebanyak-banyaknya.
"Sampai jumpa Hyung... " lirih Mingyu sebelum ia menendang kursi lipat yang dijadikan pijakannya. Wonwoo tak bergeming, ia hanya diam dipojokan dengan terisak.
Awalnya Mingyu merasa lega karena bisa melakukan tujuan utama ia datang jauh-jauh ke tempat ini. Tapi... Rasa itu menjadi rasa sakit yang amat sangat. Lehernya tercekik tali, tak ada oksigen yang mampu diraupnya seperti tadi. Dan sekarang matanya memanas, kaki panjangnya bergelantung kekanan dan kekiri seolah mencari pijakan. Tangannya tak tinggal diam, ia terus-menerus menarik tali yang melilit leher nya itu. Sesak! Sungguh sesak! Mingyu tak kuat.. Tuhan ampuni Mingyu.. Dan cepat ambil nyawanya.
"Dasar adik kecil bodoh!! " teriak Wonwoo yang sekarang berdiri tepat dihadapan Mingyu yang sekarat.
Puji Tuhan, entah kekuatan dari mana Wonwoo mampu mendorong Mingyu yang asyik bergelantungan itu hingga terjatuh kelantai dan menghantam tembok dengan keras.
Dengan sisa tenaga yang ada, Mingyu menarik talinya agar lepas dan bernapas lega. Tapi tiba-tiba Mingyu menegang, merasa ditelanjangi di kutub. Ia merasa sangat kedinginan. Bukan karna aura Wonwoo ia merasa sepeti ini. Wonwoo memang dihadapannya dan terisak. Tapi orang lain. Orang itu..
Orang yang beberapa menit lalu menampakan dirinya ketika Wonwoo mendorong tubuh besar Mingyu. Dan dengan hitungan detik hilang.
Wujudnya membuat bulu kuduk berdiri.
Orang itu... Orang yang Wonwoo sebut kekasih...
Jun, menampakkan wujud didepan Mingyu.