chapter 2

87 10 0
                                    

"...Cheno" Lanjut Pak Bowo

"BOOM!. KENAPA HARUS DIA?KENAPA HARUS LAKI LAKI SOMBONG ITU? YATUHAAAN BENAR BENAR SIAL AKU HARI INI" Triak ku dalam hati.

Tapi sepertinya aku baru menyadari kalau dia memang tidak lolos, ataukah memang aku yang tak sadar? Entah, mungkin karena sedari tadi aku gugup ya,heheh.

"Saya?" Tanya putera direktur itu sambil menunjukan telunjuk ke dirinya.

"Ya, kamu. Memang disini ada berapa siswa yang namanya Cheno? Hanya kamu, Cheno Hendra Pratama." Tegas Pak Bowo.

Disini, semua tak ada yang mengherankan. Pak Bowo memang selalu begitu, tidak memandang sekuat apapun koneksi siswa.

Ya, sistem deskriminasi tidak berlaku pada Pak bowo.

Santai sekali jika jadi putera direktur, mengikuti atau tidak mengikuti, dia pasti lulus sekolah, dan masuk perguruan tinggi.

Lalu?denganku? tak ada yang bisa diharapkan banyak dari ku, hehe.

***

"Hadeuuhh, kenapa lagi si temen lu lish ? manyun mulu tu bibirnya" Cetus sahabat ku, Nina yang sedang asik ngemil jajanan.
"Gasalah lagi Nin, kalo begini sih dia galau karena remed olahraga HAHAHA" Ledek Alisha yang terus saja mengunyah permen karetnya.

Menurutku, Nina dan Alisha bukan lagi seorang manusia, mereka malaikat yang selalu ada kapanpun ku butuhkan, yang selalu siap menghiburku, dan yang pasti selalu siap untuk meledek dan menjahili ku. Ya, mereka sahabat ku yang tak mungkin ku temukan lagi diujung dunia sekalipun.

"heuuh, berisik banget si pada. Bukan itu masalah nya. Masalahnya gue remed cuma berdua" Ucapku

"Serius?"
"Perempuan or Laki-laki?"
"Siapa sih?"
"Kalo laki-laki gawat nih, tar lo gebet HAHAHA"

"Laki-laki" Jawabku singkat.

"Nah terus kenapa murung gitu? Harusnya seneng dong, peluang nih buat lo lepas dari gelar Mrs. jomblo lo" Ucap Nina yang terus saja meledek ku kapan dan dimana saja.

"Bener kata Nina tu Ra, kali aja nyaman" Bela Alisha

"Apaan sih kalian ko jadi pada ngaco ngomong nya. Gue tu lagi bingung, gue tu remed berdua sama Cheno" Jelasku.

"Hah? Cheno? Cheno Hendra Pratama? Yang anak direktur itu? Kok bisa?" Tanya Alisha

"Iya, gue juga gangerti dia bisa gagal. Ya lu tau kan Pak Bowo gimana, kalo dia bilang gagal ya gagal, ga mandang koneksi" jelasku lagi

"jadi kapan lu remed nya Ra?" Tanya Nina.
"Kemarin Pak Bowo si bilang besok. Doain aja ya gengs, semoga remed nya ga lari" Pinta ku

***

"Jadi, kita remed apaan Pak?" Tanya putera direktur itu dengan santai.

Masih ga habis pikir sih, kenapa dia bisa santai gitu. Kalau aku sih, ya jangan tanya lagi, udah sakit perut dari tadi, hehe.

"Ikut Bapak" Perintah Pak Bowo.

"hah?lapangan basket sekolah?mau ngapain coba kita kesini?jangan jangan remed lari lapangan! siang siang gini mau lari?arghh semoga saja tidaak tuhaan" Gerutu ku dalam hati.

"Oke, kalian akan lari keliling lapangan basket ini sebanyak 20 kali sebagai tambahan nilai kalian"

"HAAAA?" Kaget ku spontan. Bukan main lagi, kini Pak Bowo Dan Cheno sedang memandangiku dengan mata ku yang masih terbelalak karena terkejut.

jadi salahtingkah sendiri kan,hm

"Cuma lari doang, kecil" Gaya nya itu dengan sombong. hadehade aku hanya memutarkan bolamataku saja melihat gaya putera direktur itu.

"Prr...."

Baru saja pruit akan ditiup tiba tiba...

"Pak...Pak Bowo.. huh..huh" Teriak salah satu siswa SMA Pelita Harapan dengan terngah-engah menghampiri kita ber 3.

"Ada apa?ada apa?" Tanya Pak Bowo cemas

"Istri bapak, istri bapak kecelakaan motor dijalan raya depan sekolah pak!" Jelas siswa itu.

Tak berpikir lama, Pak Bowo lari menuju jalan raya depan sekolah. Karena cemas, spontan Cheno menarik satu tangan ku dan berlari mengikuti Pak Bowo.

"Kecelakaan motor dijalan raya depan SMA Pelita Harapan. Segera bawakan ambulance kesini!" Terdengar suara Cheno yang sedikit teriak karena cemas untuk meminta bantuan rumah sakit.

Jujur saja, aku takut sekali dengan darah. Ya, dulu kaka ku tertabrak mobil tepat dihadapanku, darah pun terlihat dimana mana. Saat itu aku tak tau harus berbuat apa, aku hanya bisa mematung melihat kaka ku bersimbah darah, hingga tiada.

"Ambilkan kapas! kapas!" Teriaku sambil membersihkan darah yang ada pada bagian kepala dan tangan kiri istri Pak Bowo menggunakan sapu tanganku.

Melihat teman ku yang sangat lama untuk mengambil kapas dan yang lain, aku pun turun tangan. Aku lari menuju ruang UKS. Mengambil semua alat untuk infus yang ada di lemari UKS.

Langsung saja ku masukan jarum kecil ke aliran pembuluh darah di bagian punggung telapak tangan kanan istri Pak Bowo. Dan juga menghubungkan bagian ujung selang satunya ke cairan obat untuk menahan rasa sakit. Aku sedikit paham akan itu, pernah lihat di internet, hehe.
Semoga saja benar ya tuhan.

Aku memang trauma akan darah.Tetapi disatu sisi, aku tidak ingin hal yang dialami kaka ku bernasib sama pada istri Pak Bowo. Setidaknya aku berusaha menyelamatkan nyawa seseorang.

"Tenang Pak, ambulance akan segera datang. Terus berdoa ya pak, sabar"

Terlihat Cheno yang sibuk menenangkan Pak Bowo. Pak Bowo terlihat bingung, sedih, cemas, campur aduk.

Eeiittt, ngomong ngomong, sejak kapan Cheno menjadi perhatian gini pada seseorang? hm, entahlah. Kesambet kali ya, ops. hehe

"Cheno! ambulance dateng Cheno!"

"Segera pak! Disini korban nya!" Teriak Cheno pada salah satu perawat di ambulance itu.

Segera saja perawat perawat itu membawa istri Pak Bowo ke dalam ambulance menuju rumah sakit.

Aku lega, tetapi sedikit takut juga karena ini pertama kalinya aku melakukannya dan juga pertama kali untuk melawan takut ku pada darah.

Ett, tapi ada apa ini?mengapa...mengapa mendadak kepala ku pusing?Mengapa penglihatanku...penglihatanku kabur dan gelap?

"Ra! Dara! Bangun Ra!".....

--------------------------****---------------------------

Gimana readers ceritanya?
Apa yang terjadi dengan Dara ya?

See you to the next chapter yaa (: (:

 The Story of High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang