Hari pernikahan

24 6 3
                                    

Story by Anna
Editor Azri & Ida

🍒🍒🍒

Jika biasanya Silvia begitu bersemangat memakan makanan favoritnya itu kini dia hanya mengaduk-ngaduk baksonya tampa semangat dan nafsu untuk memakannya.

"Kamu ini loh bentar lagi mau merid kok gak bersemangat gitu," protes Lolyta.

"A,,," belum sempat bembalas celotehan sahabatnya Lolyta, handphone Silvia berdering.

Mengangkat handphone yang terleltak di atas meja itu.

"Assalamualaikum kak," salam Silvia lembut.

"Ciiee yang di telfon calon suami," goda Lolyta yang begitu bahagia, Silvia memberi isharat pada sahabatnya agar tidak berisik, dan sahabatnya itu mengangguk patuh.

Sambil melahap mie ayamnya, dengan setia Lolyta menunggu sahabatnya selesai menelfon.

"Se,,,sekarang?" Tanya Silvia dengan kening berkerut.

"Baiklah, assalamualaikum." Memutus sambungan telfonnya, dan memasukkan handphonenya ke dalam tasnya.

"Lolyta aku harus pergi," pamitnya sambil mengemas barang-barangnya.

"Kemana?" Tanyanya penasaran.

"Kak Dion memintaku untuk vetting gaun pengantin," jawabnya tampa semangat.

"Oke hati-hati di jalan," tersenyum lembut.

Masuk ke sebuah mobil sport merah yang telah menunggunya.

Selama di perjalan tidak ada satupun dari dua insan itu memulai berbicara, hanya deru mesin yang terdengar.

"Apa perlu Silvi mencoba gaun pernikahan?" Tanyanya memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil itu.

"Iya itu perlu, agar kamu kelihatan sempurna, kita juga akan melakukan pre wedding," balas Dion tampa mengalihkan konsentrasinya pada jalanan.

"Untuk apa?" Kembali sebuah pertanyaan meluncur dari mulut mungilnya.

Menghela nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan guna mengontrol dirinya yang mulai tidak suka dengan pertanyaan sahabatnya itu.

"Ya untuk meyakinkan awak media dan para undangan, aku ingin pernikahan ini tampak sempurna meski sebenarnya pernikahan ini hanya sebagai topeng agar harga diri keluargaku tidak tercoreng gara-gara pembatalan pernikhanku dengan Rita."

Degg!

Jantungnya seakan berhenti saat mendengar jawaban dari pemuda di sampingnya itu, sungguh serendah itukah dirinya di mata keluarganya hingga dengan gampangnya mereka menpermaikan dirinya dan nama pernikahan yang suci itu.

Mendukkan kepalanya dengan tangan kanannya meremas dadanya yang tiba-tiba sesak.

Ya dia harus sadar diri dia tidak boleh berharap lebih, di sini dirinya hanya berperan sebagai pengganti mempelai wanita yang menghilang bagai di telan bumi.

Sakit memang tapi dia harus kuat demi janjinya dan demi anak-anak pantiasuhannya.

Turun dari mobil lalu memasuki sebuah butik ternama dengan tangan di gandeng Dion.

Jika dulu dia akan merasa begitu gugup dan bahagia saat tangannya di gandeng oleh Dion, kini rasa itu tidak ada sama sekali hanya kehambaran yang dirasakannya.

Mencoba beberapa gaun yang ada di butik itu tampa minat sama sekali, hingga akhirnya Silvia memilih sebuah gaun pengantin syar'i berwarna putih gading sederhana namun elegan, dan Dion menyetujuinya.

Please Open Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang