Menggenggam Duri 1

24 5 0
                                    


Dirimu memang ada di sampingku tapi aku tidak pernah merasakan keberadaanmu, kau memang menggenggam tanganku tapi aku tidak merasakan lembutnya tanganmu, kau memang memelukku tapi aku tidak merasakan sebuah kehangatan, karena tubuhmu di sini tapi tidak dengan hatimu.

🌸🌸🌸

"Iya ummi Dion janji akan menjaganya dengan baik dengan jiwa dan ragaku," janjinya pasti.

Wanita paruh baya itu tersenyum lega sementara Silvia tersenyum hambar karna sejujurnya dari janji yang di ucapkan Dion hanyalah sebuah janji kosong belakang.

Tapi bolehkah dia berharap dari janji kosong itu?

Tepat jam sembilan malam acara telah usai dan para tamu sudah pulang.

Kini tinggal Dion dan keluarganya termasuk Silvia,

"Nak kami pulang dulu ya, Silvia papa pulang ya," pamit
Dhafir pria paruh baya yang masih keturunan arab itu sambil mengusap kepala Silvia dengan sayang.

Saat Dion mengantar sang ayah ibu Dion menarik tangan Silvia dengan kasar membawanya menjauh dari lokasi suami dan anaknya.

"Ingat kamu tidak boleh tidur satu ranjang dengan Dion, dan jangan kau menggoda Dion untuk menidurimu," kecamnya setelah itu meninggalkan Silvia sendirian.

Ya di harus ingat posisinya dia memang istri Dion tapi bukan gadis yang di cintai oleh Dion.

Menghampiri Dion yang telah kembali dari mengantar orang tuanya ke parkiran.

"Ayo," ajak Dion sambil menggandeng tangan Silvia, membawanya kekamar yang telah di persiapkan untuk dirinya dan Silvia.

Duduk di ujung ranjang yang penuh dengan taburan kelopak mawar begitu identik dengan malam pertama pengantin baru, tapi hal itu tidak berlaku untuknya dan Dion pernikahan mereka bukanlah pernikahan atas dasar cinta, pernikaha itu terjadi atas dasar mempertahankan reputasi dan harga diri, tidak ada yang istimewah dari pernikahannya semua sudah diatur sedemikian rupa jadi dia tidak memiliki harapan atau tujuan untuk pernikahannya. Yang perlu dia lakukan adalah bertahan jika di perlukan lalu pergi jika perannya sudah selesai.

Demi adik-adiknya dia harus patuh dengan perintah wanita atau ibu mertuanya itu, ya dia hanya sebuah boneka permainannya tidak lebih.

"Kalau kamu lapar pesanlah makanan, dari tadi pagi aku tidak ada melihatmu makan ataupun minun," mengelus kepala Silvia kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Ya dari pagi Silvia tidak ada menyentuh makanan sama sekali, entah mengapa rasanya perutnya enggan menerima makanan apapun.

Beranjak dari duduknya menuju telfon kemudian menelfon layanan kamar guna memesan makanan untuknya dan Dion.

Mondar mandir di ruangan itu karena sungguh dia begitu bingung apa yang harus di lakukannya jika nanti suaminya itu mengajaknya tidur seranjang.

Dia harus menolak dengan cara apa? Dia tahu hal itu adalah dosa tapi kembali lagi ini demi adik-adiknya.

Dion keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk sebatas pinggang dan bagian atasnya dia bertelanjang dada tampak tetesan air yang jatuh dari rambut ke tubuh atletisnya yang sangat indah, sungguh ini kali pertama Silvia melihat Dion bertelanjang dada dan hal itu membuatnya malu.

Menundukkan wajahnya menyembunyikan semburat merah di pipinya, meremas-remas gaun pengantinnya menyalurkan rasa malu dan gugupnya.

"Apa makanannya sudah datang?" Tanya Dion sambil mengelap rambutnya dengan handuk kecil, melangkah mendekati Silvia yang berdiri mematung dengan kepala tertunduk dan jari-jarinya sibuk memelintir gaun pengantinnya.

Please Open Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang