Justin POV
Kurasa Ami sudah gila. Mana mungkin aku berpacaran dengannya sementara aku mencintai Zee. Aku tidak mungkin menyakiti perasaan Zee. Dia sahabat yang paling aku cintai.
Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Rasanya hari ini aku lelah sekali. Aku mulai menutup mataku dan memasuki alam mimpi.
******
Aku bangun dan bergegas untuk mandi. Setelah mandi, aku berpakaian rapi dan turun ke bawah. Menyambar sarapan pagi yang telah dibuat oleh momku dan berangkat ke sekolah. Baru saja aku membuka pintu rumah dan ingin menghirup udara pagi yang segar, aku sudah melihat pemandangan yang tidak kusukai di depan rumaku. Ada makhluk aneh dan menyeramkan di gerbang rumahku. Dia langsung berjalan ke arahku dan menggandeng tanganku.
“Bagaimana, apa kau sudah mempertinbangkan jawaabanmu? Cepat beri tahu aku sekarang.” Ucap Ami manja.
“Ku rasa aku tidak akan berpacaran dengan orang yang tidak ku sukai. Kau juga tahukan bahwa aku mencintai Zee.” Ucapku ketus.
“Ya, aku tahu. Tapi aku tak sebaik Zee yang merelakan orang yang dicintainya direbut begitu saja.” Aku tercengang mendengar kata-kata Ami.
“Apa maksudmu dengan ‘Zee merelakan orang yang dicintainya’? apa maksudmu Ami!” aku membentak Ami, merasa bodoh karena aku tidak tahu apa-apa tentang perasaan Zee.
“Bahkan dia tidak pernah melakukan apa-apa untuk merebutmu kembali. Yang dia lakukan hanya menjauhimu, mengurung dirinya di kamar selama berjam-jam. Oh, dia memang sangat bodoh. Tapi aku beruntung, karena dengan begitu aku bisa mendapatkanmu dengan mudah tanpa ada perlawanan dari Zee.”
“Apa maksudmu Ami, kenapa kau tiba-tiba berkata seperti ini? Apa kau sudah mengetahuinya sejak lama?” wajahku memerah menahan emosi. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini. Marah, senang, sedih, kecewa dengan kejadian ini. Entahlah, yang pasti aku sangat membenci diriku sendiri karena tidak mengetahui apa-apa.
“Ya, aku memang sudah mengetahui ini sejak lama. Kalian memang memiliki gengsi yang begitu tinggi, tidak mau mengakui perasaan masing-masing. Aku menepis tangan Ami dan meninggalkannya begitu saja.
Aku menancap gas mobilku menuju sekolah. memarkirkan mobilku sembarang dan berlari menuju kelas. Aku harus meminta penjelasan dari Zee. Tentu saja aku juga harus menyatakan perasaanku padanya.
“Shit.” Umpatku saat melihat keadaan kantin yang masih kosong. “Kemana dia pergi, biasanya jam segini dia sudah duduk di sana. Oh, kantin-“ aku berlari sekencang mungkin menuju kantin. Dia pasti ada di sana membaca buku pelajaran.
Aku memasuki kantin dan mengedarkan pandanganku untuk mencari Zee. Pandanganku berhenti pada sosok seoranggadis yang sedang tertawa lepas dengan seorang pria di hadapannya. Aku maju beberapa langkah untuk memperjelas pandanganku. Ternyata gadis itu Zee, dan pria di depannya “Skandy-“ ucapku tak percaya.
Aku berlari sekuat tenagaku menuju parkiran dan melajukan mobilku sekencang mungkin kea rah rumah. Aku membuka pintu rumah dengan kasar dan membantingnya.
“Loh, kok kamu pulang sayang?” tanya momku.
“Aku tidak enak badan mom, aku mau istirahat.”
“Oh, baiklah. Nanti mom akan menelpon wali kelasmu.”
“Terimakasih mom, aku istirahat dulu.” Aku naik ke atas dan mengunci pintu kamarku.
Bagaimana bisa Zee tertawa selepas itu dengan Skandar. Tawa yang selalu ia berikan padaku. Sebelumnya dia tidak pernah memperlihatkan tawa lepasnya itu pada orang lain, kecuali keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Kenapa dia menunjukkan tawa itu pada Skandar. Sudah sedekat apa mereka selama ini. Kenapa aku tidak tahu. Sial, ini pasti mimpikan. Aku harus keluar dari mimpi buruk ini. Aku menutup mataku dan berusaha untuk tidur.
******
Aku terbangun dari tidurku. Apa kejadian yang tadi itu mimpi, atau itu memeng kenyataan. Aku ingin memastikannya. Aku memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhku dengan air dingin.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku melompat ke balkon kamar Zee. Kamanya kosong, dia tidak di kamar. Kemana dia, biasanya kalau dia tidak ada kerjaan dia datang ke kamarku. Aku mencarinya ke taman di dekat rumah kami. Dia juga tidak ada di sana.
Aku berlari ke lapangan basket. Biasanya kami selalu pergi ke sana bila taman sedang ramai. Dia selalu memintaku untuk mengajarinya bermain basket, karena katanya dia ingin mengajakku bertanding basket.
Aku sampai di lapangan basket. Aku sangat terkejud melihat Skandy sedang menggenggam tangan Zee. Skandar memegang tangan itu. Menuntunnya untuk memasukkan bola ke dalam ring basket. Mereka melempar bolanya.
“Masuk,” aku mendengar suara Zee yang begitu senang. “Yey, bolanya masuk Skan, aku bisa melakukannya.” Zee tertawa sambil melompat kegirangan.
“Iya, kau memang hebat.” Skandar tersenyum ke arah Zee sambil mengacak-ngacak rambut panjang Zee dengan lembut.
Aku tidak bisa menahan emosiku lagi. Aku berjalan ke arah mereka dan menarik tangan Zee dengan paksa untuk menjauhi Skandar. Skandar tidak tinggal diam, dia mencekal tanganku dan melepaskan tangan Zee dari genggamanku.
“Dia datang denganku, dia juga harus pulang denganku.” Ucapan Skandar membuatku ingin menonjoknya. Namun tidak di depan Zee. Aku tidak mau dia melihatku berkelahi.
“Kalau begitu biarkan aku berbicara dengannya sebentar saja.”
“Baiklah, silahkan.”
Aku kembali menggenggam tangannya dan berjalan menjauhi Skandar. Aku berdiri di hapadan Zee. Dia menatapku bingung.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Zee bingung.
“Aku yang seharusnya bertanya padamu. Apa yang terjadi. Apa yang kau lakukan bersama Skandar di sini. Sejak kapan kau sedekat ini dengannya?”
“ Kami tidak melakukan apa-apa. Aku hanya memintanya untuk mengajariku bermain basket. Itu saja.” Jawabnya polos.
Amarahku semakin memuncak. “Kenapa kau tidak memintanya padaku, aku yang biasanya mengajarimu bermain barket di sini, kan? Kenapa kau malah meminta bantuannya?” Aku membentaknya.
_________
ini part 5 nya semoga kalian suka.kayak nya nanti sore bakal ngepost lagi.
tapi belum pasti ya.jangan lupa vote and coment ya
love you
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember When
Teen FictionNamaku Zee, tepatnya Ziya Annabelle Morrison. Aku menyukai sahabat kecilku bernama Justin Bieber. Kami mendapatkan sahabat baru saat usia kami 13 tahun. Dia bernama Amily Xanders. Aku memberitahu nya bahwa aku mencintai Justin. Dan kalian tahu apa...