Bab 12

23.4K 2K 18
                                    

"Sumpah, muka lo hari ini keliatannya lagi mumet banget," Kiara membuka suara sesaat waktu istirahat membawa mereka berkumpul di warung favorit mereka.

Warung berukuran 5 x 7 meter yang sudah dipadati pegawai bank dan beberapa pengunjung yang berasal dari institusi lain. Tempat ini selalu ramai dan menjadi favorit. Selain harga murah dan makanannya enak, karena ada Minceu yang selalu asyik untuk digoda.

Selain itu, ruangannya pun selalu bersih dengan warna cat yang selalu diperbarui setiap tahunnya. Tahu sendiri, kan kalau tempat makan itu terkadang ada tangan-tangan usil yang mengelap tangan motornya ke tembok. Mengganggu pengunjung dari segi estetika.

"Tul banget. Gue liat lu kayak baju belum disetrika. Mana tangan lu kayak kepiting gitu," sambung Ditha dengan kata khasnya.

"Bukan luarnya aja yang mumet. Dalamnya juga mumet. Hati gue udah kek HP nokia aja, Bey. Dibanting beberapa kali pun ga ancur-ancur. Tapi sakitnya itu nyelekit," curhat Lara sedikit merengek.

"Ati-ati, Cuy. Penyakit hati itu nggak ditanggung BPJS," celetuk perempuan berwajah oriental yang duduk di depan Lara.

Seorang pengantar minuman datang mengantarkan pesanan ketiga wanita itu dan menaruhnya di atas meja. Menyela curhatan Lara yang merasa dilanda kesialan.

"Aiish, gue ga butuh BPJS. Gue butuh ustadz buat ngerukiah si Indra biar jiwanya sehat. Lama-lama gue bisa mati mendadak kalau dikerjain mulu kayak gini. Padahal resepsi aja belum, loh. Tapi dia tuh seolah pengen menggagalkan acara resepsi kita. Bikin kesel mulu," ujar Lara dengan wajah lelah.

"Mana undangan juga udah dicetak, coba. Semua udah dipesen." Lara menundukan wajahnya sambil melepaskan ikatan rambutnya, membuat warna rambut ombre miliknya terlihat jelas mengikuti gelombang rambut.

Saat di kubikel tadi, mulut mereka masih bisa aktif berbicara dengan mata yang mengecek ke berkas dan komputer. Lara menceritakan semua permasalahannya sedetail mungkin untuk memminta pendapat temam-temannya yang lebih tua.

Tahu sendiri, kan kalau wanita itu bisa multi tasking dalam satu waktu. Bahkan psikolog pun mengakui kalau wanita lebih hebat dalam multi tasking dibandingkan pria.

"Mau gue gantiin?" iseng Ditha bertanya dengan mata genitnya.

Lara mengangkat kepala dan membulatkan matanya yang memang sudah bulat. Namun sedetik kemudian, air wajahnya berubah menjadi tatapan menyelidik.

"Pasti ada maunya," kata Lara dengan curiga.

Dia meraih gelas miliknya dan mengaduk jus mangga yang ada di dalamnya.

"Ya iyalah. Gue mau gantiin lo sebagai pengantin asalkan lo yang jadi babu gue," senyum usilnya pun terlukis di Ditha, membuat Lara bersiap untuk menyiramkan isi gelasnya ke muka wanita berkulit eksotis itu.

"Eits, stop! Gue cuma bercanda." Wajah Ditha panik dengan tangan seperti tukang parkir menginstruksikan untuk berhenti.

"Jangan berantem di sindang, Cin. Kalian ganggu para pelanggan. Kalo mau berantem, noh di lapangan. Ekeu rela deh jadi wasit," ucap Minceu yang tiba-tiba nimbrung sambil membawa makanan milik ketiga pegawai bank itu.

Soto ayam milik Lara, ayam goreng kriuk milik Kiara, dan ayam penyet untuk Ditha.

"Lama banget, sih, Ceu! Kek nungguin si dia peka," semprot Kiara yang hampir kehilangan nyawanya akibat kelaparan kronis.

"Maklum, Cin. Ekeu nangkep ayam tetangga dulu. Ayamnya rese, ngajak maraton. Makanya ekeu langsung mandi begitu ayam ketangkep. Sekalian ekeu mandiin tuh ayam biar wangi," katanya dengan nada melambai.

Dating After Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang