Story by Anna
Editor by Azri
🍀🍀🍀Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. Tirmidzi).
🍒🍒🍒
Shaffa mengantar Hajar pulang, namun Hajar melarang Shaffa untuk ikut ke rumahnya dengan alasan jika lingkungan rumahnya tidak ramah terhadap orang baru, dan demi keamanannya Shaffapun menyetujuinya.
Mengucap salam dengan pelan saat masuk ke rumahnya, seperti kata gurunya jika mau masuk rumah hendaklah mengucapkan salam karna sesungguhnya jika penghuni tidak menjawabnya maka malaikatlah yang akan menjawab salamnya.
Meletakkan tas dan membuka sepatunya tidak lupa dia mengganti baju sekolahnya dengan gamis coklat dan kerudung hitam.
Melangkah menuju dapur dimana sang bundah sedang sibuk memasak nasi goreng.
Memeluk wanita itu dari belakang sungguh dia sangat mencintai ibunya meski dia tahu apa pekerjaan ibunya itu dan dia tahu hukum dari pekerjaan ibunya namun hal itu tidak pernah sama sekali mengurangi rasa cinta padanya.
"Tumben pulang awal," ucap sang ibu sambil mematikan kompor dan berbalik menghadap putrinya dan alangkah kagetnya dia saat melihat pipi kiri sang putri berbalut preban yang cukup tebal.
"Kenapa dengan wajahmu nak?" Tanya lembut sambil membawa Hajar ke ruang tengah untuk duduk dan mendapatkan penjelesan dari anaknya itu.
"Tidak apa-apa bunda, ini hanya luka kecil saja kok," jawabnya dengan senyum di bibir pichnya, sungguh dia tidak mau melihat ibunya itu khawatir dengan apa yang baru saja dialaminya itu.
"Luka kecil? Sayang bunda tau kamu berbohong pada bunda, kamu tidak bisa berbohong," mengelus sayang pipi Hajar yang terbalut preban, menundukkan kepalanya karna bundanya dengan mudah mengetahui kebohongannya.
Menggenggam tangan sang bunda lalu menatap wanita yang paling di cintainya itu.
Dengan tampa menyembunyikan apa yang terjadi padanya Hajar menceritakan semua kejadian itu.
Air mata jatuh dari wanita berusia tiga puluhan itu, sungguh hatinya begitu teriris mendengar kisah sang anak yang di hina hingga di aniaya sampai luka dan memar pada tubuh mungilnya.
Menghapus air mata yang mengalir di pipi putih bundanya, sungguh dia tidak ingin melihat bundanya menangis seperti itu.
"Bunda Hajar tidak apa-apa, malah Hajar sangat bersyukur karena dengan kejadian ini Allah mendatangkan seorang teman untuk Hajar bun," tuturnya dengan senyum merekah di bibir mungilnya.
"Sungguh baik hatimu nak, kamu selalu berbaik sangka atas semua musibah ini, seandainya bunda punya hati sepertimu maka,,," ucapnya menggantung karena sungguh dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya kala Hajar memeluknya dengan lembut.
"Bundalah yang mengajariku untuk selalu berbaik sangka, bunda jugalah yang mengajariku untuk sabar, bagi Hajar bundalah panutan yang harus Hajar tiru," tuturnya di curuk leher sang bunda.
Mengelus punggung mungil putrinya itu dengan lembut, kembali putrinya mengajarkan sesuatu yang sangat berharga untuknya, semua bisa menjadi panutan asal kita mengambil hal yang positif dari apa yang ada.
Ya positif meski di tengah-tengah keburukan.
🌺🌺🌺
Melangkahkan kaki mungilnya dengan riang menuju suatu tempat, tidak lupa kitab suci Al-qur'an dalam dekapannya dia dekap denga erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Sang Hafiz
SpiritualApakah salah jika aku yang putri seorang pelacur ini memiliki cita-cita dan berkeinginan untuk menjadi hafizah? -Hajar Apakah salah jika aku yang seorang hafiz memilih menikahinya yang seorang anak pelacur? Di banding dengan dia yang seorang anak te...