1

279 7 1
                                    

Pagi ini terlalu dingin untuk hari pertama diawal tahun. Ya, tepat sekali. Sekarang adalah tanggal satu dan tadi malam adalah perayaan tahun baru. Bagi ku sama aja, tidak ada yang berbeda dengan perayaan tahun baru dulu maupun taun baru sekarang—semuanya monoton.

Aku menarik lagi selimutku yang berada dibagian kaki ku dan menutupi seluruh badanku. Sejenak aku membuka lagi selimutku, mencoba meraba-raba kasur ku dan mencari ponsel ku. Setelah menemukannya, dengan setengah sadar aku menyalakan data dan mencoba mengecek satu per satu media sosial ku. Nihil. Tak ada pemberitahuan penting disana. Aku melihat jam yang ada dilayar ponsel ku yang ternyata masih menunjukkan setengah 8 pagi. Tanpa pikir panjang, aku langsung kembali ke alam bawah sadar ku dan membiarkan ponsel ku tergeletak disampingku.

**
“Icaaa!!!! Icaaaaa bangun!!! Kau tak tahu sekarang sudah jam berapa?!!”

Aku pun terbangun dari alam mimpi ku karena suara berisik dari dapur—ya disana ibu ku sedang memasak sambil terus menerus memanggil nama ku untuk segera bangun. Aku pun membalas teriakan ibu ku dengan berdeham. Dengan setengah sadar, aku kembali meraih ponsel ku. Berharap dia mengabari ku atau setidaknya menyapaku.
Nihil.
Tidak ada satupun WhatsApp dari dirinya. Aku merasa kecewa—terlebih lagi last seen dari WhatsApp dirinya hanya berbeda beberapa menit saja.

Se-sibuk itu kah dia? Tanyaku dalam hati.

Aku melihat jam di ponsel ku menunjukkan pukul 11 lebih—dan aku masih di atas kasurku sambil menunggu pesan dari dirinya.

Ting

Suara dari pesan WhatsApp ku, tanpa pikir panjang aku langsung membukanya.

Jerapah : Oi

Ya, jerapah. Dia adalah seseorang yang aku tunggu sejak tadi pagi kabarnya. Aku menamainya demikian karena setiap kali aku melihatnya aku teringat dengan hewan berleher panjang dan tinggi—itulah perumpamaan ku untuknya. Walaupun dia merasa terima dan tidak terima saat aku memanggilnya jerapah.

Dia adalah laki-laki yang aku kagumi semenjak aku kelas 10 hingga kini aku kelas 12. Laki-laki yang sejak dulu selalu membuat jantungku berdebar tak karuan saat berpapasan atau tidak sengaja bertemu dengannya. Dari dulu hingga sekarang aku selalu menunggunya, memperhatikannya diam-diam, mengorek-orek kabar tentang dirinya dan tentu saja menaruh perasaan ku pada sosoknya. Aku seorang pengagum rahasia? Tentu saja. Entahlah mengapa aku sangat antusias dalam mengagumi sosoknya.

Tanpa berlama-lama aku langsung membalas pesannya.

Aku : Ya?
Jawabku berpura-pura cuek padanya.

Tak lama, ia membalas.

Jerapah : Jadi ikut ga?

Aku : jadi lah

Jerapah : aku ini mau berangkat

Aku : loh uda mau berangkat? Aku aja belom siap, disini juga lagi mendung

Jerapah : yauda gausa ikut kalau gitu

Aku : yahhh

Jerapah : aku gamau kamu kujanan

Aku : liat nanti aja ya, kalau ga ujan aku kesitu

Jerapah : iyaa

Awan mendung sedang menyelimuti didaerah rumahku—namun sedari tadi hujan tak kunjung turun.

Ya, aku mempunyai janji dengannya. Tadi malam, dia menawarkan padaku untuk ikut dengannya pergi ke salah satu Mall dikota kita. Tanpa pikir panjang aku pun meng-iyakan tawarannya itu. Bagaimana tidak, orang yang ku suka dari dulu, kini mengajak ku untuk keluar bersama. Hanya berdua. Betapa bahagianya aku—bagai mendapatkan durian runtuh.

Namun kini, rasanya semesta tidak berpihak padaku. Seakan-akan melarang ku untuk bertemu dengan sosoknya dikala rindu ini tak dapat ditahan lagi lebih lama.
Akhirnya, tetes-tetes air dari langit turun. Memeluk bumi dengan keras. Sungguh, aku iri pada hujan yang bisa memeluk bumi siang ini.

Aku pun mengambil handuk serta mengambil baju ku didalam lemari. Entahlah aku sudah putus asa pada semesta—yang tak memberikan ku restu untuk bertemu dengannya dengan turunnya hujan yang cukup deras ini.

Aku memasuki kamar mandi ku. Ku lepaskan pakaian ku satu per satu, kemudian menyiramkan air yang dingin itu ke tubuhku.

Selesai mandi, aku pun mengambil air wudhu untuk sholat dhuhur. Kebetulan adzan sudah selesai berkumandang dari mushola didekat rumah ku, jadi sesegera aku melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim. Disela-sela sholat aku memanjatkan doa pada Tuhan agar hujan berhenti dan semesta merestui. Setelah memanjatkan doa, aku duduk diatas tempat tidurku. Ku lihat jam di layar ponselku menunjukkan pukul setengah 1.

Mengapa hujan tak kunjung berhenti. Gerutu ku kesal.

Namun, kekesalan ku tidak berlangsung lama. Tetes-tetes air hujan yang memeluk bumi kini berangsur reda. Sinar mataharipun mulai terpancar diantara awan abu-abu—menyeruak inngin masuk dan menyentuh bumi. Hatiku senang bukan kepalang. Sesegera aku mengambil ponsel ku.

Aku : apa kau masi disana?

Tak lama kemudia dia pun membalas.

Jerapah : ya tentu

Aku : aku kesana sekarang, jangan pulang dulu

Tanpa memperdulikan apa yang selanjutnya ia balas, aku buru-buru bersiap-siap untuk bertemu dengannya pertama kali diluar sekola. Karena selama ini, aku hanya bisa bertemu dengannya di sekolah saja. Aku mengambil baju monyetku yang berbahan jeans dan memadukannya dengan kaos berwarna pink. Aku juga sedikit menggunakan make up tipis ala kadarnya untuk anak SMA. Lalu, aku menggambil tas kecil berwarna hitam dan memasukkan dompet serta ponselku ke dalamnya.

Ku lihat jam ditanganku menunjukkan pukul 1. Sesegera mungkin aku menaiki motor Honda Beat ku dengan kecepatan lumayan cepat—karena aku tidak ingin telat bertemu dengan Jerapah-ku.

**

Tunggu lanjutan kisahnya yaa :)

Andai Kau Milik KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang