Bab 9

30 11 0
                                    

Happy reading...😍😘
Kata-kata Itu cukup membuat hati ini terasa perih dan sesak. "Dasar cowok PHP."
Kata-kata itu terlintas begitu saja di dalam benak ini.

"Sya, sya..." suara itu terngaung di telingaku, suara yang mampu membuat hati ini tergetar dibuatnya.

"Eh, iya sa kenapa?"

"Ngelamun aja, lagi lihatin apaan?"

"Coba deh kamu lihat di gerbang itu, itu kak Fadli kan?" sontak langsung raisa menengok ke arah gerbang.

"Aku rasa tidak." jawab raisa yang membuat hati ini sedikit lebih tenang, dan aku harap semoga itu bukan kak Fadli.

"Masa?" aku menatap tajam ke arah gerbang.

"Itu benar kak Fadli tau... Mata kamu kenapa sa? Udah katarak? Jelas aja itu kak Fadli, dan yang cewek nya itu kak Ririn kan? Pacar nya yg kamu bilang itu" makian demi makian aku lontarkan kepada sahabat ku yang tidak bersalah itu.

"Tenang dulu napa sya. Nggak usah tegang, iya aku tau itu kak Fadli. Tadi itu kan aku cuman mengasih harapan aja sama kamu, hehehe"

"Dasar kamu..." Tak terasa air mata ini udah mulai mengalir di pipi ku ini dengan manja.

Tampa pikir panjang lagi, Raisa langsung mencoba memelukku erat, seerat mungkin yang ia bisa.

"Sa, kenapa dia bisa buat aku tersiksa gini sya, kenapaa..."

"sabar sya, dia bukan cowok yang baik, udah sya, jangan nangis lagi, nggak ada gunanya. Percuma sya, percuma."

"Hiks hiks hiks." isak tangis yang begitu lembut keluar begitu saja di bibir ku ini.

"Udah jangan nangis lagi, nanti cantiknya ilang loh." Raisa langsung mencoba menghapus air mata yang mulai membasahi hijab putih ku.
                           ***
Setelah hati ku sedikit lebih tenang, melupakan sejenak mengenai rasa sakit yang kian menggebu di hati yang mudah rapuh ini. Raisa mencoba mengajak ku pergi ke toko buku sebelum akhirnya aku pulang ke rumah.

"Kamu mau beli novel apa beli buku sains."

"Beli novel aja deh, ilangin rasa suntuk."

"Ilangin rasa suntuk, atau ilangin rasa sakit gara-gara kak Fadli tadi."

"Iiihhh apaan sih kamu, ya nggak lah." ucap ku sambil mengerucutkan bibirku kesal.

Mata ku melirik ke arah rak-rak buku yang tertata dengan rapi nya di hadapanku saat ini. Aku mengambil beberapa buku novel, dan kemudian memilahnya.

"Sya... Buku yang ini aja." jari tengah Raisa menunjuk ke arah novel yang berjudul cinta bertepuk sebelah tangan.

"Kamu itu mau di tabok atau mau aku pukul." ucapku sembari mengarahkan gumpalan tangan ku, ke hadapan raisa.

"Slow aja napa? Kan aku cuman bercanda kali sya.."

"kamu itu sahabat yang jahat."

"Masa? Kalau aku jahat, trus ngapain kamu mau sahabatan sama kamu?"

"Karna kamu...." kemudian mata ku meraja lela ke sana sini,  dan mata ku tertuju ke arah seseorang yang sangat ku kenal di dekat pintu masuk toko yang cukup luas dan besar itu.

"Kamu kenapa?" tanya Raisa cemas.

"Nggak kenapa-kenapa."

"Trus ngapain tuh mata berkaca-kaca?"

"Kamu jangan banyak tanya. udah ayo pulang. kepalaku pusing." kata ku sambil menarik tangan raisa ke arah kasir untuk membayar novel yang telah aku pilih sebelumnya, dan kemudian bergegas pergi secepatnya dari toko buku itu.

"Sakit rasanya sa... Sakit... Dihianatin sama orang yang udah sangat aku percayai, orang yang sudah membuat hati ku mencintainya. Kenapa sa, kenapa dia bisa begituu?"

"Jadi, tadi kamu ngeliat kak Fadli?"

"Nggak usah nanya lagi." sontak langsung aku memeluk erat sahabat yang sangat aku sayangi itu, ya walaupun dia sedikit Nyebelin.

"Udah dong sya, malu dilihatin orang. ingat ini jalanan umum. Nanti kalau kita dikira mesum bagaimana?"

"Iiisshh... Iya, iya... kamu kan cewek aku juga cewek. ya nggak mungkin lah kita ngelakuin hal itu, emang kamu kira aku mau berbuat itu sama kamu, gara-gara rasa sakit hati ku sama kak Fadli? dan aku balas kan sama kamu, gitu?"

"Ya itu mungkin aja siihh.... hahaha"

"Dasar cewek nyebelin."

"Walaupun nyebelin, tapi ngangenin kan..." ucap raisa sambil mengukir senyuman yang cukup manis di bibirnya. Nggak manis-manis juga sih.

"Sok imut."

Berkat Raisa yang baik hati tadi, tangisan ku mulai berhenti. Aku tau betapa dia menyayangi ku. walaupun dengan caranya sendiri. Ya cara nya itu tidak wajar sih. Tidak selayaknya sahabat. Dan ya begitulah Raisa...

"Udah ayo pulang, tapi tadi kamu bilang pusing..."

"Iya, ayok."

                                ***
Sesampainya di rumah...

"Kamu kemana aja sih sya..."

"Ke toko buku nda. Maaf kalau tasya telat pulang."

"Yaudah, ganti baju sana, badan kamu udah bau keringat."

"Iya bund, iya..."

Aku langsung berlarian ke arah kamar dengan mata yang kembali berkaca-kaca. Akibat teringat kejadian yang tadi siang menimpa ku. Rasanya sangat perih, begitu perih.

Aku kemudian membantingkan tubuh ku ke arah kasur yang lumayan empuk. Dan menatap langit- langit kamarku. Merenungi nasib yang rasanya tidak karuan. "Udahlah sya, jangan nangis lagi. Tuhan udah ngasih tanda kalau dia bukan jodohku, dan mungkin aja kan ada cowok yang lebih baik dibanding dia. Dibalik semua ini, pasti ada hikmahnya." ucap ku sendiri menguatkan diri, sambil menghapus air mata yang mengalir dengan derasnya dari pelupuk mataku.

Di balik tangis yang kian menjadi, aku teringat tentang buku diary yang sebelumnya aku temukan, dan aku sadari kalau buku itu bukan milik kak Fadli. Bagaimana mungkin buku itu milik kak Fadli? Didalam buku itu udah jelas kalau dia menyukaiku. lalu siapa pemilik buku itu sebenarnya? Apa dia penggemar rahasia ku? Apa dia itu penyelamat ku, yang datang disaat aku merasa sendiri dan kesepian?

Bersambung...

Maaf kalau masih acak adur gini. saya juga masih pemula yang masih belajar mengenai novel😌

penantian yang panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang