Oleh Anik Norafni
"Ayah sama Bunda itu gimana sih. Kan pulang bareng saja enak. Ngapain juga nyuruh orang ini nganterin aku sampai rumah sih." GerutuDinda dalam hati.
Malam itu setelah pertemuan, Ayah dan Bundanya tidak mengajak Dinda pulang bareng. Mereka sengaja menyuruh Firza mengantarkan Dinda. Biar mereka lebih akrab katanya.
"Langsung pulang saja ya. Sudah malam soalnya." Suara Dinda memecah kesunyian. Sejak masuk kedalam mobil tadi mereka hanya diam seribu bahasa.
"Iya." Jawab Firza singkat.
"Kamu setuju dengan perjodohan kita ini?." Tanya Dinda penasaran.
" yah. Mau gimana lagi. Kemaren itu Mama asmanya kambuh gara-gara mikirin karena aku menolak perjodohan ini. Setidak-tidaknya, jika perjodohan ini bisa membuat kedua orang tua kita bahagia, kenapa kita tidak lakukan." Jawab Firza sambil fokus pada kemudinya.
"Aku juga sama. Teraksa menerimanya. Karena Ayah kemaren sempet kena serangan jantung waktu Dinda menolaknya. Yah, mungkin takdirku harus seperti ini."
Dindapun akhirnya menyetujui perjodohan kedua orang tua mereka mesti dengan sangat terpaksa. Ingat terpaksa.
Belum lama mereka berjalan tiba-tiba hujan turun sangat deras dan terpaksa Firzq harus menepikan mobilnya karena jarak pandang yang sangat minim.
"Sorry, kayaknya kita nanti telat deh sampai rumahnya. Hujan deres banget soalnya. Kalau kita nekat malah berbahaya." Suara Firza sambil melihat Dinda sekilas.
"Iya aku tahu." Jawab Dinda ketus sambil melipat tangannya didepan dada.
"Haduuh. Kenapa hujannya pas aku sudah sampai dirumah saja sih. Kalau biginikan jadi lebih lama berduaan sama orang ini." Gumam Dinda dalam hati.
Sementara itu Firza sedang mengotak atik hp-nya mencari salah satu kontak dan langsung menghubunginya.
"Hallo... maaf Tante, mungkin saya agak telat mengantarkan Dinda pulang. Ini hujan lebat tambah agin jadi kita menepi dulu nunggu hujannya agak reda."
................
"Iya Tante pasti. Terimakasih." Suara Firza disambungan telepon. Lala ia mematikannya.
"Kamu telpon siapa?." Tanya Dinda penasaran.
"Telpon Tante Ratih. Kenapa?." Tanya Firza balik.
"Nggak apa-apa." Jawab Dinda masih dengan ketusnya.
"Ini orang memang pinter ya kalau cari muka. Dasar memang orang yang nyebelin. Ya Tuhan. Kenapa diasih yang harus dijodohkan sama dinda." Gumam Dinda dalam hati. Tanpa ia sadari ia memijat pelipisnya.
"Kamu kenapa. Pusing ya.?" Tanya Firza ketika melihat tingkah Dinda dan berhasil menyadarkannya kedunia nyata.
"Oh... nggak papa. Ini kok hujannya nggak reda-reda ya. Gimana kita bisa pulang." Jawab Dinda seadanya untuk menutupi kegugupannya tadi.
"Oya. Mengenai perjodohan kita sudah siapa saja yang tahu.?" Tanya Dinda lagi.
"Nggak ada. Cuma keluarga saja."
"Kak Akbar juga belum tahu jika orangnya itu kamu. Tolong kita rahasiakan dulu ya. Mungkin jika waktunya sudah tepat kita bisa jujur pada mereka."
"Terserah kamu saja. Tetapi buat mengurus berkas pengajuan kita turun tangan sendiri. Nanti aku kasih contohnya." Jawab Firza sambil sesekali melihat kearah Dinda.
"Oke. Nggak masalah. Mungkin mulai minggu depan aku juga sering datang ke batalyon itu. Ada pekerjaan." Jawab Dinda seadanya.
Seminggu telah berlalu dari malam pertemuan itu. Tepatnya malam lamaran menurut orang tua mereka. Dinda mau tidak mau harus mendatangi batalyon tempat Firza bertugas.karena disana akan diadakan donor darah massaloleh seluruh anggota untuk memperingati HUT Batalyon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Itu Akan Datang
Romancepertemuan yang tidak mengesankan bahkan menyebalkan. Dan pada akhirnya mereka disatukan karena perjidohan. akankah mereka akan saling mencintai?