Part 4

8.2K 379 22
                                    

"Njirr. Sialan lo. Bodo banget sih lo. Kenapa harus sama si cupu itu sih?" Jawab Eldo tidak terima.

"Gini ya Do. Gue yang notabenenya temen lo, gue sayang sama lo. Gue nggak mau lo jomblo terus, sana-sini sendiri mulu. Yakali lo mau jalan sama Zidan sama Darrel terus. Kan lo bukan spesies homo. Masa iya lo mau jalan sama angin. Angin kan diajak gandengan tangan nggak bisa, diajak foto berdua kan dianya invisible, diajak ngobrol? Aduh nggak nggak."

Eldo bangkit dari duduknya dan membanting hpnya ke sofa dan menatap nyalak tak suka pada Aline.

"Kurang kerjaan banget sih lo. Emang gue apaan, pasangan ke prom aja masih dicariin segala, emang gue nggak bisa nyari sendiri? Gue punya tangan kaki lengkap. Gue juga ganteng kok, banyak yang mau, tergantung guenya mau apa enggak."

Dan kemudian Eldo duduk lagi, mengambil hpnya dan mengotak atik aplikasi yang ada.

"Eldo Ferdinan Zhy, gue tau lo banyak yang suka. Gue banyak haters cabe cabe kan juga karena gue jadi pacar lo, dulu."

"Tapi, ini bukan tentang itu. Ini tentang lo besok sama Sasha. Gue bakal ..."

Eldo membanting lagi hpnya di sofa. Dan matanya fokus pada Aline.

"Nggak ya enggak !" potong Eldo.

"Jangan motong pas gue lagi omong, Do. You know i hate it. So, gue bakalan dandanin dia, bakalan ngerubah dia jadi cantik. Dia aja mau dateng sama lo. Masa lo nggak?" Aline menyandarkan tubuhnya di dinding kasur.

"Nggak gitu juga dong Lin. Kok lo maksa banget sih. Yakin lo itu temen gue?" nada sarkas dilontarkan Eldo.

"Hm, temen baik lo malah. Gue sayang lo, makanya gue pengen liat lo jalan sama cewek lagi, setelah gue."

"Oh." Tragis.

Aline tidak sampai pikir, bagaimana cara membujuk Eldo yang punya kepala selunak batu itu. Demi prometheus jadi sodaranya bumi, demi lalat buah punya 8 kromosom, demi apapun itu Aline berusaha membujuk Eldo.

"Kalo gitu, gue ada pilihan buat lo. Pergi sama Sasha atau nasib kucing lo sampe disini?"

Senyum licik terukir di sudut bibir Aline. Raut wajah Eldo menjadi bias. Aline tahu Eldo tidak bisa berkutik jika sudah berurusan dengan kucingnya, kucing kesayangannya. Dan Eldo tahu, Aline akan melakukan apapun yang ia inginkan, senekat apapun itu. Mereka saling tahu, sebab dulunya mereka pernah singgah dan saling berbagi rasa. Hingga akhirnya, duri menancap di tengah keduanya dan memisahkan keduanya.

"Gini aja deh Lin, gue traktir lo makan di sekolah sebulan penuh. Gimana?"

"Nggak." Aline menampilkan muka datar sebagai keseriusannya.

"Gue ngerjain tugas-tugas lo aja kalo gitu."

"Nggak. Gue bisa sendiri." Tolak Aline masih dengan sikap kukuhnya.

"Yaudah deh, gue mati aja." Pasrah Eldo.

"Oke, gue bantuin. Mau gue ambilin pisau yang model apa? Buat nyincang daging atau motong bawang?"

"Yang model di pake algojo aja."

"Oke. Kalo lo mati, kan nggak fair kalo sendirian. Nah kucing lo juga ikut dong. Ntar ketemuan di surga, terus lo sama dia bakalan Happily Ever After." Aline bertepuk tangan merayakan atas cerita yang dikarangnya dengan wajah masam yang sebisa mungkin dia cetak.

"Jadi gimana, mati atau Sasha?" tawar Aline sekali lagi.

"Serah lu." Tangan Eldo meraih hpnya lagi, dan kesekian kalinya dia mengutak-atik hpnya bahkan tidak ada notif apapun di room chatnya.

Sepi. Sunyi. Sendiri.

"Yeay. Jadi makin sayang sama lu hehe." Aline receh.

"Kalo sayang mah nggak jadi mantan." Cibir Eldo.

Aline tidak menghiraukan apa yang dikatakan Eldo meski ia mendengarnya, bahkan sangat jelas.

"So, besok sore lo jemput dia. Ntar gue kirim alamat rumahnya. Dan thanks ya Do." Ucap Aline

"Hmm." Jawab Eldo seadanya dengan pandangan tak acuh pada jendela.

Darrel yang sedari tadi sudah melayangkan imajinasi dibawah alunan earphone ditelinganya, kini melayang lebih jauh di alam mimpinya.

Sedangkan Zidan manggut-manggut mendengarkan perang mulut antara Aline dan Eldo. Sedari tadi ada sebuah tanda tanya besar yang muncul dalam benaknya,

"Kalo kucingnya Eldo dibunuh Aline, gimana nasib pacarnya kucing yang lagi hamil? Kan kasian anaknya lahir tanpa bapak, bisa jadi bahan gosip kucing tetangga dong."

Eldo beranjak dari duduknya dan membangunkan Darrel yang tertidur pulas di sofa sebelah.

"Eh bangun. Ayo pulang. Lu mau maen malah numpang tidur."

Darrel menggeliat seperti anak kecil yang susah dibangunkan ibunya.

"Stop Do, bukan gitu caranya bangunin kebo. Gini, gue ajarin." Sahut Zidan.

Zidan juga beranjak dari duduknya dan meraih hp milik Darrel yang tersambung dengan earphonennya kemudian mengencangkan volume musik yang didengarkan Darrel. Dan sesuai ekspektasi Zidan, Darrel menjadikannya realita. Kata-kata mutiara berceceran di mana-mana.

.

.

.

.

Sorry for late response

Tinggalkan jejak ya :)

CUPU ●[END]●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang