“Shit!! Apa-apaan ini?” Althaf mengumpat melihat rekaman di laptop yang sedang ia pantau.Bagaimana bisa malah gadis sedang mandi yang tampak di lapto? Althaf menggebrak meja kesal menyadari pekerjaannya sia-sia.
Jelas-jelas ia sudah memasang kamera cctv di kamar hotel yang tepat untuk memata-matai lawan bisnis gelapnya, ia meyakini kalau lawan bisnisnya akan menempati kamar itu, lalu kenapa sekarang yang tampil malah video seorang gadis yang tak dikenal? Mungkinkah lawan bisnisnya membatalkan kamar yang dibooking? Entahlah…
Alih-alih marah karena misinya gagal, Althaf kini malah memperhatikan video dengan seksama. Fokusnya tentang misinya terganggu karena rekaman di laptopnya. Althaf mendekatkan wajahnya ke laptop. Matanya kini lebih fokus mengamati. Jemarinya menggeser mouse, menggerakkan kursor, memperbesar layar.
Oh…
Sial!
Gadis itu, sangat mempesona. Astaga, tangan Althaf mengepal. Misinya tentang bisnis gelap yang ia jalani batal, malah mendapat tontonan.
Althaf mengerang saat ponselnya bordering.
Mengganggu saja! Pekiknya dalam hati.
“Halo…!” Althaf menahan nafas sembari matanya terus mengawasi gadis cantik dalam video, pengawasannya kini pindah ke kamera satunya yang dipasang di kamar. Gadis itu meninggalkan kamar mandi menuju kamar dan mengganti pakaian.
“Bang, sepertinya kita salah sasaran. Aku melihat justru seorang wanita yang masuk ke kamar tempat kita menaruh cctv,” sahut Roki, anak buah Althaf di seberang.
“Aku sudah tahu. Akan kucek ke kamar itu sekarang!” Althaf memutus telepon. Melipat laptop dan memasukkannnya ke laci. Ia menyambar jaket dan melangkah keluar kamar, tanpa mengunci pintunya terlebih dahulu.
Dengan langkah lebar, Althaf menuju ke lantai sembilan dengan menaiki tangga. Ia malas berdiri di depan pintu lift untuk menunggu. Lebih baik naik tangga saja. Lagi pula hanya beda satu lantai saja dengan kamarnya yang berada di lantai delapan.
Althaf sudah berdiri di depan pintu kamar yang dituju. 324. Benar, itulah nomer kamar yang ia pasang kamera cctv dengan cara menyelundup ke sana beberapa jam sebelum kamar di pesan.
Althaf memutar knop, pintu dikunci. Tangannya mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada jawaban dari dalam.
“Maaf Mas, kamar ini nggak ada penghuninya. Baru saja penguninya keluar karena salah masuk kamar.” Seorang pelayan berseragam rompi merah menghampiri Althaf.
“Siapa penghuni yang kau maksud?” Althaf mencoba menyelidiki.
“Seorang gadis. Saya lupa namanya. Identitasnya ada di daftar pengunjung hotel di meja resepsionis.”
“Oh… Tapi temanku memesan kamar ini. Dia laki-laki, bukan perempuan.” Althaf masih terus menyelidiki dan menyebut lawan bisnisnya dengan kata ‘temanku’.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDADARI DAN MAFIA
EspiritualGadis itu kehilangan keperawanan oleh pria berbeda keyakinan yang telah merenggutnya dengan tidak hormat