Chapter 2

427 73 46
                                    

Park Jinyoung.

Nama yang sungguh tidak asing lagi bagiku. Seseorang yang aku kagumi sejak satu tahun yang lalu. Well, I have crush on him.

Aku tidak pernah bisa membayangkan seorang 'real-life Prince' dikehidupan nyata. Tapi, apa yang ku lihat darinya adalah...
He's my Prince charming.

Aku sungguh tidak percaya bahwa orang asing yang mengirimiku pesan singkat adalah dirinya.

Aku bergetar. Aku bisa mendengar degup kencang berasal dari jantungku. Aku merasa hawa panas dari tubuhku dan sepertinya aku mulai berkeringat. Wajahku memerah, ah, aku tidak kuat.

Tuhan!
Aku bahkan tak bisa membawa ponselku dengan baik bahkan untuk menggenggamnyapun terasa sulit bagiku. Aku terlalu lemah.

Tapi, aku tidak bodoh. Tidak mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan emas untuk mengenal orang yang sudah berada dihatiku selama satu tahun terakhir ini.

'Jinyoung? From theater class?
Why you suddenly texted me?'

Aku berusaha semampuku untuk tidak terlihat 'menyedihkan' dihadapannya, aku harap kau tau maksudku. First impression is important, isn't it?

Dia membalasnya.

'Yeah, it's me ahaha 😊
Um.. can we have a little talk after class?'

"Oh my God Fin, calm down. I know you can through this. This is your time. Don't overact or you're gonna regret it. Just say 'i'll se you later' to him. Just relax.. okay, take a deep breath. Inhale.. exhale.. okay, now reply him," ini sudah menjadi kebiasaanku. Berbicara sendiri.

'Oh, sure'

Oh my goodness!
Fin! Apa yang barusan kau kirim? Is that even a word? Bodohnya aku, aku sungguh bodoh! Ah, aku benci diriku sendiri.

'Ahaha.. okay, I'll see you later on the rooftop
Don't be late 😉'

Apa dia barusan membalas pesanku dengan emoji wink? APA? Maksudku a-p-a-?

Aku senang. Sangat senang. Hari ini hari terbaikku. Sungguh. Aku bisa merasakan satu demi satu tetesan air mata mulai berjatuh perlahan. Ini adalah tangisan bahagia. Aku sungguh bahagia.

Aku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan ini untuk diriku sendiri. Aku harus menceritakan ini semua ke Youngjae. Harus.

Aku buru-buru keluar kelas untuk mencari Youngjae. Aku tidak bisa menahannya lagi.

Aku keluar menyusuri koridor dengan berlari dan mata yang sedikit merah. Aku tidak peduli apa presepsi murid-murid lain melihatku dengan keadaanku yang seperti ini. Aku terus mencari Youngjae, sahabatku. Hingga akhirnya aku melihat satu titik di sudut kantin sekolah. Seseorang yang memiliki rambut sedikit panjang dibagian depannya yang menyebabkan terkadang menutupi kedua mata sipitnya tetapi tidak mengganggu senyuman khasnya. Hanya saja, dia terlihat sedih sekarang.

"Youngjae!" teriakku saat jarak kami sudah mulai dekat. Aku melambaikan tanganku dan senyuman yang tergambar diwajahku ini entah kenapa tidak mau berhenti. Aku mulai menangis lagi saat aku berhasil menemui seseorang yang juga ku sayangi, my only sunshine.

Youngjae terlihat sedikit kaget saat melihatku berlari ke arahnya lalu dilanjutkan dengan senyuman yang belum terpancarkan saat sebelum aku berada di ruang kantin.

Secara tiba-tiba Ia berdiri sambil berteriak "Awas Fin!"

Hah?

Bruuuk

Aduh! Aku merintih kesakitan saat aku mendapati diriku sudah terjatuh di lantai kantin secara tragis. Seragam dan rambutku terkontaminasi dengan makanan yang sengaja ditumpahkan kepadaku saat aku terjatuh. Aku bisa mendengar seluruh kantin sedang menyorakiku dan menertawakanku. Butuh beberapa saat untuk kembali berdiri dan membela diriku sendiri. Tapi aku tak mau jadi cengeng hanya gara-gara ini. Ini bukanlah aku.

Dengan kaki yang agak gematar, seragam dan juga rambut yang basah karena saus ttopoki aku memberanikan diri untuk menoleh ke arah kanan. Tepat dimana seorang fuck boy yang membuatku terjatuh karena kaki brengseknya.

Ah, memang benar. Dia adalah fuck boy. Lebih tepatnya jokester terkenal di sekolah elit ini. Jackson Wang.

"You! Apa-apaan kau? Apa aku punya masalah denganmu, jerk?"

"Woah.. eassy my pussy girl," seperti yang sudah ku dengar selama ini, dia sangat menyebalkan. Aku ingin menamparnya.

Mungkin hanya kurang beberapa senti saja telapak tanganku yang gatal ini sudah dapat meraih pipinya. Tapi, seseorang berhasil menghentikanku. Aku membalikkan badanku ke arah orang yang menahan tanganku. Yang benar saja, Jinyoung?

Jinyoung kemudian menarik tanganku lebih kuat dan membawaku pergi keluar kantin. Aku tidak tahu aku harus apa selain mengikuti arah Jinyoung kemana membawaku. Kenapa harus Jinyoung? Mungkin aku sudah terlihat 'buruk' dihadapannya. Ah, rasanya aku ingin menangis saja. Memang benar. Aku sudah menangis.

Jinyoung membawaku ke loker miliknya. Kemudian dia mengeluarkan seragam cadangan miliknya dan memberikannya kepadaku. "Ini, pakai seragamku," Memang benar. Dia bukan sekedar pemain teater yang berhasil memerankan karakter Romeo saja. Dia benar-benar seorang pangeran.

"Hei.. kenapa kau menangis?" tanyanya lembut kepadaku lalu menyeka air mata yang masih berjatuhan.

Aku tersadar saat jemarinya yang terasa begitu lembut dan sempurna beberapa kali menyentuh lembut pipiku. "Oh, ah, tidak, aku tidak apa-apa," aku tidak tahu kenapa kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Sungguh terlihat 'menyedihkan' bukan?

"Begitukah? Sungguh?" tanyanya sekali lagi. Dia terlihat cemas.

"Yeah, I'm fine. Thank you," walaupun aku tidak sepenuhnya 'baik-baik' saja, aku mencoba untuk tersenyum saat mengucapkan kalimat terakhir yang keluar dari mulutku.

"You know, you're bad at lying," Jinyoung sedikit tertawa saat mengucapkan kalimat itu.

Dia memberikanku seragam cadangannya yang baru saja ia keluarkan dari lokernya. Wangi. Aromanya persis seperti aroma tubuh Jinyoung. Dia memberikannya kepadaku dengan senyuman tipis tapi tetap manis diwajahnya.

Aku mengambilnya dan kemudian lari menjauhinya.

"Hei, tunggu! Kau mau kemana?" ucap Jinyoung reflek menahan tanganku.

"You're not gonna see me on underware, are you?" ucapku smirking. Aku bisa melihat wajahnya memerah. Genggaman tangan yang tadinya lumayan kuat kini sudah agak longgar. Kemudian aku meninggalkan Jinyoung sendirian di depan lokernya dengan menutupi separuh wajahnya. Wrinkles yang menjadi ciri khasnya saat tersenyum terlihat jelas diwajah tampannya.

To be continued

The Day | Park JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang