Potongan [15]

1.4K 97 0
                                    

I don't want to hold your gaze
I'm scared what I might see there
Free me - Sia

️🎞️🎞️🎞️🎞️🎞️

"Jingga, duluan, ya. Jangan lupa!" teriak Lisa dengan lantangnya.

"Iya, iya!" Jingga mendengus kesal. Tangannya tak berhenti menggoreskan tinta pada kertas secepat yang ia bisa. Ia harus segera menyelesaikan tugas ini dan menyerahkannya ke ruang guru. Lalu ia akan bisa mengikuti ekskul dengan tenang.

Setelah tulisannya selesai, ia langsung merapikan mejanya dan berlari ke ruang guru. Walaupun punggungnya terasa sangat berat karena menggendong tas, ia tetap berlari menuruni tangga. Banyak anak yang berkeliaran berjalan kesana-kemari membuat lari Jingga sedikit tersendat.

Rambutnya tetap mengayun kencang saat kakinya sudah melangkah masuk ruang guru. Ia celingak-celinguk mencari meja pak Akhmad. Tanpa berniat melihat apa reaksi guru-guru lainnya, Jingga segera meletakkan tugasnya di atas meja yang ia tau itu meja milik pak Akhmad. Lalu ia segera berlari menaiki tangga lagi, menuju ruang teater.

Jingga merasa ada yang sedikit aneh.

Kenapa tidak ada sepatu yang berjejer di depan ruang teater. Apa mungkin hari ini tidak ada ekskul?

Ada seorang adik kelas yang lewat, dan ia berniat untuk bertanya, "Dek, kamu nggak lihat kakak kelas atau siapapun yang keluar masuk ruangan ini?"

"Nggak, kak."

Jingga mengangguk-angguk dan mengucapkan terimakasih. "Oh yaudah kalo gitu. Makasih ya, dek." Adik kelas itu membalasnya dengan senyuman kecil lalu melanjutkan langkahnya untuk pergi.

Ia berjalan menuju pintu coklat itu dan berusaha membuka kenopnya. Benar saja kata adik kelas itu, tidak ada orang keluar masuk, pintunya saja terkunci. Kaki Jingga langsung menendang pintu dengan keras. Kedua tangannya mengepal kesal.

Kenapa hari ini tidak ada ekskul? Padahal ia ingin sekali bertemu Aga setelah kejadian hari itu.

Kakinya sibuk menuruni tangga sementara pikirannya berkelana kemana-mana. Sampai ia tidak sadar ada tetesan air yang mengujani kepalanya.

"Hah? Air?" Ia memegang kepalanya dan menyadari bahwa sekarang sedang gerimis. Ia berjalan mundur ke depan ruang BK untuk berteduh.

Bagaimana ia akan mencapai gerbang depan jika hujan turun sederas ini. Ia lupa membawa payung yang biasanya diingatkan oleh mamanya. Kali ini ia menyesal karena tidak mendengarkan kata-kata mamanya.

Tidak ada anak- yang terlihat berkeliaran. Mungkin mereka semua sudah pulang. Ia hanya menangkap bapak yang biasanya sedang membersihkan lantai sedang berjalan di kejauhan. Jingga berdoa dalam hati semoga ada seseorang yang dapat meminjamkan payung atau jas hujan kepadanya. Atau mungkin ia akan menunggu sampai hujan reda.

Ah, pasti sebentar lagi reda, batin Jingga

Lagi-lagi kehendak Tuhan tak sejalan dengan dugaannya. Hujan tetap turun dengan deras walaupun sudah 30 menit lamanya ia menunggu. Ia baru ingat, ia kan bisa menelpon kak Fajar!

Tangannya langsung merogoh saku rok abu-abunya dan mengetikkan pesan untuk kak Fajar. Beberapa detik sebeleum Jingga memencet tombol kirim, ponselnya langung mati.

"Aarggh!!" Jingga berteriak frustasi sampai-sampai suaranya menggema di bawah guyuran hujan.

Ada salah satu guru yang berjalan ke arahnya, "Kenapa, Nduk?" tanya guru itu dengan nada khawatir.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya permisi." Lalu Jingga melengos pergi begitu saja. Ia memutuskan akan berlari ke gerbang depan dan naik becak ke jalan besar. Untungnya hujan sudah berkurang intensitasnya, jadi ia bisa langsung pulang.

SESAL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang