15

8.6K 878 4
                                    

BAB XV

"Membahagiakan orang lain suatu kebaikan tidak terlihat."

Maudy yang baru turun dari kamarnya menatap bengis Aurelina—terlalu malas memanggilnya dengan panggilan Kakak Ipar. Maudy yang sudah siap dengan pakaian santainya berjalan menuju dapur untuk mengecek apa saja keperluan dapur yang perlu dibelinya daripada harus di rumah melihat wajah yang sangat menyebalkan itu membuat Maudy sangat tidak betah, terlebih dia memerlukan banyak stok makanan untuk menyambut kedatangan teman-temannya itu besok.

"Mao, mau kemana.?" Ibu Mia menghampiri Maudy yang sedang mencatat bahan-bahan yang perlu dibelinya di note smartphonenya.

"Oh ini mau belanja mingguan Bu." Maudy menatap Ibu Mia sekilas.

"Perlu Ibu temani.?"

Maudy menatap Ibunya sambil tersenyum "Boleh, asal Ibu jangan kecapekan nantinya."

"Yasudah Ay—"

"Aurel ikut boleh Bu.?" Tiba-tiba sosok itu muncul dibalik mereka.

Maudy memutar bola mata jengah dan berlalu menuju garasi untuk memanaskan mobilnya, bukan masih dendam gara-gara ice cream tapi Maudy memang tidak suka dengan Aurel yang sangat pandai memainkan topengnya. Jadi Ia tidak ingin tahu apa yang mereka bicaran namun Maudy sangat meminta agar sosok itu tidak ikut. Namun harapan Maudy sirna saat Ibunya berjalan bersama sosok itu menuju mobil.

Maudy memutar bola mata jengah saat dengan lancangnya Aurel membuka pintu depan dan ingin duduk "Ibu itu gak bisa duduk dibelakang nanti pusing dia, mending Lo yang duduk dibelakang."

Sebenarnya Maudy menahan tawanya saat melihat wajah tidak menyenangkan milik Aurel bisa-bisa gagal usahanya. Ibu pun duduk di depan dengan raut bingung namun akhirnya Ia tidak ambil pusing dan mengajak Maudy berbicara mengenai butiknya.

"Loh kok kita kesini.?" Suara itu milik Aurelina yang duduk dibelakang.

"Kenapa Nak.?" Ibu Mia menatap Aurel bingung.

"Kenapa.? Lo pikir kita bakalan belanja di Supermarket.? Jangan-jangan Lo gak pernah belanja ditempat seperti ini.?"

"Kenapa gak di Supermarket aja.?"

"Yaa, karena kita disini buat berbelanja dan membantu pedagang kecil. Lo mau turun ya turun kalau enggak sana pulang pake Taxi." Maudy membuka pintu dan keluar dari mobil.

"Gimana.?" Ibu Mia sebenarnya juga menahan sabar melihat menantunya itu.

Dengan raut terpaksa "Aku, ikut aja deh Bu."

"Ayo."

Maudy sudah masuk dan bertegur sapa dengan para penjual yang cukup dikenal Maudy, sudah biasa berbelanja di sini, pasar tradisional yang sangat kental rasa kebersamaannya. Tawar-menawar, tertawa juga mendengar teriakan-teriakan jenis promosi milik mereka. Maudy sudah memulai aksinya dengan memilih sayur yang tampak sangat segar sambil berinteraksi dengan penjual dan beberapa pembeli lainnya.

Ibu Mia menghampiri Maudy dan ikut membantu memilih sayur sedangkan Aureli sibuk memperhatikan sekitar dengan raut tidak suka bahkan Ia berdiri dengan gaya angkuhnya. Maudy menahan perasaan tidak sukanya dan saat ide licik terlintas Ia segera ingin melakukannya.

"Ibu, Mao mau ketoilet dulu ya Bu. Ini uang lanjut aja belanjanya ya Bu." Maudy memberikan uang kepada Ibu Mia dan menyerahkan sebuah keranjang yang sudah dipersiapkan dari rumah kepada Aurel yang menatapnya bingung "Lo bawa ini temani Ibu belanja dulu, gue mau ketoilet."

Setelah itu Maudy berlalu dan benar-benar menuju toilet tapi hanya untuk mencuci tangan saja dan sedikit berlama-lama disana karena ingin mengerjai Aurelina. Maudy yang sedang mencuci tangan dikejutkan sebuah tepukan di bahu kanannya.

"Maudy.?" Maudy berbalik dan terkejut karena Ibu Laras kini tengah menatapnya penuh binar.

"Eh Ibu Laras." Maudy tersenyum canggung.

"Kamu lagi belanja juga ya.?" Ibu Laras bertanya penuh semangat.

"Iya Bu, sedang bersama Ibu dan Kakak Ipar saya."

"Wah enak dong, Ibu malah belanja sendiri."

"Reta kemana ya Bu.?"

"Ada nunggu di mobil."

Satu ide terlintas dibenak Maudy untuk mengerjai Kakak iparnya itu "Yasudah Maudy temani ya Bu, masih banyak yang mau dibeli.?"

"Memangnya gak apa-apa.?"

"Iya gak apa-apa kok Bu, ada Kakak Ipar saya kok."

"Yasudah Ayo." Ibu Laras menarik lengan Maudy semangat.

Ibu Laras cukup kagum dengan gesitnya Maudy memilih sayur seolah memang terbiasa bahkan Ia juga berbincang bersama penjual, Ia juga menawar tapi masih dalam batas normal atau tidak menekan banyak. Maudy memang pantas menjadi menantunya. Ibu Laras tersenyum senang, nanti aka nada yang menemaninya berbelanja dan memasak saat Maudy sudah menjadi menantunya. Sepertinya Ia harus memaksa Juna untuk segera meresmikan Maudy menjadi anggota keluarga baru mereka.

"Sudah semuakan Bu.?" Maudy bertanya membuat Ibu Laras segera tersadar atas pemikirannya.

"Oh iya sudah."

"Yasudah kalau gitu Maudy anterin ke mobil ya Bu." Saat melihat Ibu Laras mengangguk Maudy menenteng keranjang yang juga sengaja di bawa oleh Ibu Laras.

Selama menuju mobil mereka banyak bercerita juga bertukar resep masakan yang jika hanya dipikirkan akan mengundang air liur, bahkan mereka membuat janji untuk masak bersama awalnya Maudy ragu tetapi dipikir lagi, Ibu Laras orangnya sangat baik dan menyenangkan tidak ada salahnya Ia meluangkan waktu untuk memasak bersama Ibu Laras.

"Assalamualaikum Reta."

Reta tersentak kaget hingga menekan icon love di instagram seseorang yang sedang di stalk nya "Astagfirullahhalazim. Aduh gawat, gimana inii." Reta berteriak panic.

"Hey jawab salamnya Maudy."

"Wa-walaikumsalam, eh Mbak Maudy."

"Kamu kenapa.?" Maudy tersenyum geli.

"Huhu ketahuan deh ini aku lagi stalk."

"Dasar remaja." Cibir Maudy sambil tersenyum.

"Mbak Maudy lagi belanja.?"

"Menurut ngana.?" Kali ini suara itu bersal dari Ibu Laras yang jengah melihat anak gadisnya itu.

"Yasudah Bu, Maudy pergi dulu mau cari Ibu Maudy." Setelah menyalim Ibu Laras dan Reta menyalaminya Maudy bergegas memasuki pasar tradisional itu kembali cukup heran tadi mereka tidak ada berpapasan.

"Aaaa calon menantu idaman." Ibu Laras menatap punggung Maudy yang mulai menjauh.

"Calon Kakak Ipar idaman itu Mi, asiknya Mami yang belanja habis ditemani."

"Iyalah, kamu pemalas diajak masuk kesana aja gak mau."

"Ya kan—"

"Sudah cukup, beribu alasan kamu ucapkan." Lalu mereka tertawa bersama.

TBC. | 19 Januari 2018

Gamophobia bisa sembuh, selama kamu ada niat dan mendatangi traphis atau sharing bersama orang yang sangat paham mengenai pernikahan.

GAMOPHOBIA [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang