13

8.5K 894 11
                                    

BAB XIII

"Menanam untuk menumbuhkan, memupuk untuk menuai hasil. Semua harus ku lakukan untuk mendapatkannya"

Setelah shalat subuh berjama'ah bersama di Mesjid. Maudy tidak lagi bergelung dengan guling namun kini memutuskan untuk berolah raga mengelilingi kompleks—biasanya Maudy melakukannya pada hari minggu namun karena besok Ia memiliki agenda penuh bersama sahabat-sahabatnya maka hari ini Ia akan memajukan jadwal di hari minggunya tak lupa Ia mengabari Karin atas absennya Ia hari ini.

Setelah Ia siap dengan pakaian olahraganya yang tidak kentat dan jilbab langsungnya berwarna senada tak lupa sepatu olahraga abu-abunya menggerakkan sedikit tubuhnya lalu berjalan membuka pintu pagar. Baru hendak berlari langkahnya terhenti saat melihat duda itu yang kini memanggilnya sembari memasangkan sepatu di kaki mungil Arbi.

"Maudyyyyy. Hey"

Mendengar sang Ayah berteriak Arbi juga mengikutinya "Auntyyyy."

Menghela nafas pelan Maudy menghadap Ayah dan anak itu yang kini berjalan beriringan menujunya sambil bergandengan lalu tersenyum pada Arbi—namun Juna juga menikmati senyum tulus Maudy itu meski Ia tidak menyadarinya. "Assalamualaikum jagoan."

"Walaitumcalam Aunty"

Juna yang merasa terabaikan saat Maudy hanya focus pada Arbi mengeluarkan suaranya "Kamu mau kemana.?"

"Menurut ngana.?" Maudy menjawab menatap Juna sekilas.

Juna tersenyum tipis "Kepasar mungkin."

"Ngaco. Siapa yang mau kepasar gini."

"Oooh mungkin ke butik."

"Terserah. Yuk Arbi kita lari-lari."

"Ayoooo."

"Lari dari kenyataan maksudnya.?"

Juna tersenyum menatap dua punggung itu yang kini semakin menjauh dari pandangnya, tangan saling bertautan Maudy terus menyamakan langah larinya dengan Arbi sesekali mereka tertawa bersama. Pemandangan indah yang tidak ingin Ia lewatkan begitu saja. Juna mulai berlari mengejar langkah mereka yang tentu saja mudah untuk Juna kejar. Dengan sebelah tangannya Ia juga menautkan tangannya pada jemari mungil Arbi dan tersenyum penuh pada Arbi lalu melirik Maudy yang menatapnya heran.

***

Maudy menawarkan sarapan bersama di rumahnya pada Arbi namun yang menyahuti adalah sang Duda yang mau tak mau membuat Maudy membuka lebih lebar pagar rumahnya itu. Setelah mengelilingi kompleks dan bermain di taman kompleks Maudy merasa sedikit bebannya terangkat dan melupakan yang Ia rasakan di rumahnya. Saat membuka pintu utama Ia bisa mendengar gelak tawa Anggun yang berada di depan TV bersama Ayah Bima. Langkah kaki Maudy terhenti dan Ia menepuk dahinya, bagaimana bisa Ia lupa dengan kedatangan sang Abang berserta Anak dan Istri yang menyebalkannya itu. Semua karena Arbi, Ia melupakan fakta itu. Saat bersama Arbi Ia merasakan bahagia tidak memikirkan yang lainnya bahkan status Ayahnya yang merupakan duda.

"Auntyyyy." Pekik Anggun dan turun dari pangkuan Ayah Bima.

"Anggun." Maudy menggendong Anggun yang kini memeluk lehernya dan tersenyum lebar. Namun manic coklat khas keturunan keluarga Maudy menatap sosok Arbi penuh minat. Berbeda dengan Arbi yang cemberut dan memeluk erat kaki kanan Maudy.

Maudy menurunkan Anggun dan melepaskan pelukan Arbi di kakinya dan mensejajarkan tubuhnya pada dua balita itu "Eh iya, Anggun kenalkan ini Arbi anaknya Uncle itu. Dan Arbi kenalkan ini Anggun keponakan Aunty anaknya abangnya Aunty. Ayo kenalan"

"Hallo aku Anggun." "Arbi."

Maudy mengelum senyum saat Arbi malah kembali memeluk lengannya dan memaklumi akan sikap Arbi yang sangat manja dan takut ada yang akan mencuri kasih sayang untuknya. Hingga Milano berdeham mengalihkan pandang Maudy pada Abangnya, alisnya terangkat namun akhirnya mengerti saat Lano menunjuk sosok Juna yang sejak tadi diam di belakang Maudy.

"Ini tetangga depan Bang namanya Juna, dan Pak Juna ini Abang saya namanya Milano."

Tangan Juna terulur untuk berjabat tangan pada Milano "Juna." "Milano"

"Sarapan sudah siap, ayo makan. Eh ada Arbi ya, nak Juna juga ada." Ibu Mia datang dari dapur dengan sumringan lalu mengajak semuanya ke meja makan yang mana sudah diisi oleh Aurelina yang duduk anteng sambil memainkan smartphonenya.

"Ibu panggil Ayah dulu ya." Ibu Mia kembali menuju kamar mereka mengajak sang suami makan bersama.

Aurelina yang mendengar suara langkah kaki mendekat lantas mengalihkan pandangnya dan matanya membulat saat melihat Juna yang berjalan disamping Maudy sambil menggendong Arbi. Tampak Juna tampan dengan kaos abu-abu melekat pas di tubuhnya dan juga celana olahraga pendek tak lupakan banjir keringat yang bukan membuatnya ilfiel namun terlihat makin macho. Namun bukan itu alasannya, fakta bahwa Aurelina adalah fans Juna saat masa kuliah meskipun mereka berbeda fakultas Dan Juna adalah senior teladannya, Aurelina adalah fans setia Juna. Saat Aurelina tahu Juna akan menikah maka Ia gencar mengejar Milano sang bintang di fakultasnya meski saat itu Milano berpacaran dengan Salsa, Ia merasa menang saat di lamar Milano dan mereka memiliki anak. Sosok tampan itu masih saja tampan, meski setahun setelah pernikahannya Juna menghilang dari radar dan kini berdiri dihadapannya—sayangnya tidak mengenalnya.

TBC. | 18 Januari 2018

Gamophobia berbeda dengan Philophobia (Ketakutan akan jatuh cinta) dan sangat berkebalikan dengan Anuptaphobia (Ketakutam tidak memiliki pasangan)

GAMOPHOBIA [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang