BAB 7 Broken heart

26.8K 850 9
                                    

Malam sudah terlalu larut untuk mencari taksi. Pukul dua belas malam lewat sepuluh menit. Kususuri jalan sepi ini hingga akhirnya kakiku melangkah ke rumahku yang beda dua jalan dari rumah itu. Gelap, aku tak mau menghidupkan lampu. Biarlah tanpa cahaya. Biarlah malam ini aku tertidur tanpa cahaya. Aku menikahinya tanpa perasaan cinta. Tapi, mengapa aku sesakit ini. Apa mungkin aku sudah mulai mencintainya. Bayangan Aldo dan wanita itu membuat dada ini sesak. Mengingatnya saja membuatku ingin menangis. Tapi, mengapa air mata ini tak kunjung menetes.

Hingga akhirnya pagi datang dan mata ini masih belum bisa terpejam. Apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku galau? Patah hati? Aku harus menemui Tiffany sahabatku yang kini menjadi psikiater di rumah sakit ternama. Aku harap aku tak sakit jiwa karena melihat suamiku bermesraan dengan pacarnya.

"Di, kamu sakit?" pertanyaan itu yang muncul saat aku memasuki ruangannya.

"Iya fan, sakitnya disini. " kataku sambil menunjuk dadaku

"Pengantin baru kok udah sakit hati aja. Yaudah duduk kita harus cerita. " dan aku menceritakan semua perasaan yang sedang aku rasakan padanya. Ia memintaku untuk tegar dan memberiku vitamin. Entah mengapa perasaanku menjadi lega setelah meluahkan segala isi hatiku. Tiffany memang teman bercerita yang baik. Ia mendengarkan ceritaku dengan seksama lalu memberikan solusi yang tepat untukku.

Aku masih merenungi kejadian tadi malam yang menyisakan perih di dadaku.Berkali-kali Aldo mencoba menelpon ponselku sejak tadi malam. Sampai sekarang aku tak berniat membuka ponselku dan mengangkat telepon darinya. Aku tahu aku tak boleh seperti ini. Aku harus bangkit untuk memperjuangkan pernikahan ini. tapi, aku hanya ingin melihat sejauh mana ia peduli denganku. Sampai akhirnya bel pun berbunyi. Deg...

mungkinkah Aldo datang kemari untuk mencariku? perlahan aku berjalan menuju pintu dan membukanya.

Dan ternyata dugaanku benar. Sosok Aldo lah yang saat ini berdiri di depan pintu.

"Kamu kemana aja? Katanya mau nginap di hotel? Kok malah ada disini?" tanya-nya dengan raut muka datar. Apa dia tidak mengkhawatirkan aku? Tiada ekspresi khawatir di wajahnya.

"Apa pedulimu? Mau aku tidur dimanapun itu bukan urusanmu."

"Itu urusanku Di. Kamu sekarang adalah istri aku"

"Istri? Kamu bilang aku istri kamu? Tapi kamu nggak menghargai perasaan aku sebagai istri kamu."

"Aku bisa jelasin soal yang tadi malam."

" Udah nggak usah dijelasin aku udah lupain semuanya kok."

"Kalau gitu sekarang ayo pulang."

"Pulang? Rumahku disini."

"Di ayolah pulang. Mamaku nanti siang mau nengokin kamu. Aku harus bilang apa ke mama."

"Bilang aja menantunya minta cerai!"

"Diandra! Kamu nggak seriuskan? Udah, ayo pulang sekarang." dia menarik tanganku dan membawaku pulang dengan paksa. Dan yang terpenting dia mencariku bukan karena dia khawatir denganku tapi karena mamanya mau nengokin aku siang nanti.

Aldo

Semalaman gue nggak tidur karena nyariin Diandra. Jangan tanya kenapa gue bisa menemukannya. Itu semua setelah melalui proses tanya jawab dengan temannya yang bernama Tiffany. Hanya nomor kontaknya Tiffany yang tertinggal ditasnya. Ya, gue mendapatkan kartu nama Tiffany setelah membongkar tas jinjingnya.

Soal Renata itu hanya salah paham. Aku tak mungkin pacaran lagi dengan Renata setelah menikah dengan Diandra. Renata hanya minta kencan perpisahan dengan gue. Gue kira satu malam tak akan menjadi masalah. Tapi, entah mengapa bini gue udah ada di rumah gue. Gue kira dia bakal nginap di rumah mamanya atau di rumahnya.

Setiba di rumah Diandra masih memasang tampang yang tidak bersahabat "Di, udah dong mayunnya."

"Gue nggak manyun. Udah ah mau bobok dulu. Ngantuk." banting pintu terus nggak keluar-keluar sampai sekarang itulah yang terjadi saat ini.

Wajar jika seorang istri cemburu melihat suaminya dekat dengan wanita lain. Tapi, itu berlaku untuk suami istri yang normal. Lah gue? Baru kenal dua bulan udah nikah aja. Apa wajar Diandra cemburu? Eh? By the way Diandra marah karena cemburu bukan ya? Aaah gue pusing....

Setelah menunggu tiga jam akhirnya pintu terbuka juga. Diandra keluar kamar dalam keadaan kacau. Gue pasti udah buat hatinya broken banget.

"Aku mau ke bandara." ia mulai berkata. Lirih sekali.

"Biar aku yang antarin kamu"

"Enggak usah. Aku bisa sendiri."

Dia pergi meninggalkan gue. Katanya sih mau ke bandara. Tunggu dulu, ke bandara? Jangan-jangan Diandra mau kabur keluar kota. Atau keluar negeri. Oh God ini bisa gawat. Gue harus nyusul dia. Diandra jangan tinggalin guee.

Dan akhirnya sekarang gue lagi berjalan tanpa tujuan di bandara Soekarno-Hatta. Jangan-jangan Diandra udah pergi ninggalin gue. Di, gue swear deh nggak pernah ada niat buat selingkuh. Gue sama Renata itu udah putus. Seandainya kamu mau dengerin penjelasan aku dulu.

Eh, itu kayak bini gue. Iya bini gue. Gue berjalan mendekati sosok yang mirip bini gue. Saat gue mendekat dia nggak sendirian tapi dia bersama seorang lelaki. Eh kok bini gue dipeluk. Keningnya pake dicium segala lagi. Oh Damn that's mine!

Sumpah ni hari sial banget. Gue balik pulang hati gue brookeeeeen.

__________________________________

I’m broken, do you hear me?

I’m blinded, ‘cause you are everything I see,

I’m dancin’ alone, I’m praying,

That your heart will just turn around,

And as I walk up to your door,

My head turns to face the floor,

‘Cause I can’t look you in the eyes and say,

When he opens his arms and holds you close tonight,

It just won’t feel right,

‘Cause I can love you more than this.

One Direction - More Than This

Bad Boy to be Good ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang