Loving You

22.6K 784 10
                                    

Tiffany menghampiriku. Memandang heran pada perempuan yang sedang duduk di hadapanku.

"Apa yang anda inginkan?" tanyaku lemah.

"Aku hanya ingin anak ini punya ayah."

"Apa anda bisa membuktikan kalau bayi yang anda kandung adalah anak suami saya?"

"Mungkin cukup untuk hari ini. Saya akan menemui anda lagi ketika saya sudah mempunyai bukti yang kuat." katanya sambil tersenyum penuh arti. Ia melangkah keluar dari caffe.

"Siapa sih dia? Apa ada hubungannya sama suami lo?"

"Dia mengandung anak suami gue fan." kataku lirih.

"What the hell. Gimana bisa?"

Aku tak mampu menjawab pertanyaan Tiffany dan saat itu juga tubuhku limbung dan segalanya menjadi gelap.

                                    ****
Author POV

Wanita itu masih belum sadarkan diri. Bagaimana bisa ia dikhianati oleh suaminya sendiri. Suaminya memang mempunyai rekor sebagai playboy tapi tak mungkin harus sampai mempunyai anak. Berapa banyak lagi wanita yang datang kepadanya dan mengaku sedang mengandung anak darinya.

Ibu mertuanya tampak panik dengan keadaannya. Biar bagaimanapun Diandra ini sedang mengandung. Ia khawatir terjadi apa-apa dengan kandungannya. Entah bagaimana ia harus menjelaskan keadaan menantunya ini pada besannya.

"Halo Aldo? Sebaiknya kamu ambil penerbangan siang ini." terdengar suara cemas di ujung telepon.

"Diandra pingsan Al. Sampai sekarang belum sadar."

"Mama juga nggak tau Al. Oke hati-hati nak."

Dan di belahan bumi lain. Tepatnya di benua Eropa Aldo sedang kalut mendengar istrinya tak sadarkan diri. Ia takut terjadi apa-apa pada istrinya. Apakah mantan pacarnya sudah beraksi untuk menghancurkan rumahtangganya? Ia sangat menyesal telah menjalin hubungan dengan wanita ular itu. Kalau sampai terjadi apa-apa dengan istri dan anaknya ia takkan pernah memaafkan wanita itu. Seharusnya ia sadar wanita itu tak mungkin menerima dengan ikhlas pernikahannya dengan Diandra.

Ia bergegas mencari tiket pesawat secepatnya. Ia tak ingin terlambat selangkah pun.

Sementara itu Diandra yang terbaring di tempat tidurnya akhirnya sadar. Ia bertanya-tanya mengapa ia bisa sampai di kamarnya. Tampak ibu mertuanya duduk di tepi ranjang.

"Diandra, kamu sudah sadar. Kalau gitu mama suapin kamu makan ya?"

"Diandra bisa makan sendiri kok ma. Kalau boleh tau kenapa Diandra bisa ada di sini ma?"

"Kamu pingsan Di. Tiffany yang bawa kamu kesini. Kamu harus banyak istirahat jangan banyak pikiran. Mama khawatir banget sama keadaan kamu."

"Maafin Diandra ma. Mama pasti cemas."

"Nggak apa-apa sayang yang penting kamu jangan terlalu stress. Yaudah kalau gitu yang banyak makannya. Aldo mungkin baru nanti malam tiba di Indonesia."

Diandra tersenyum senang. Akhirnya ia dapat bertemu dengan suaminya. Tetapi, tetap saja masih ada perasaan mengganjal di hatinya. Ya, Renata. Ia sungguh ingin tahu kebenarannya dari mulut suaminya tersebut. Apakah benar anak yang dikandung perempuan itu benar-benar anak darinya. Atau Renata sengaja membohonginya untuk menghancurkan rumahtangganya.

Aldo POV

Akhirnya gue mendarat dengan selamat di tanah air. Diandra! Yang ada di pikiran gue sejak menerima telepon dari mama hanya Diandra. Gue nggak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Diandra dan anak gue. Gue takut. Takut kehilangan.

"Aldo Yunanda Alielanor." panggil seseorang dari belakang gue.

"Tomy? Kok elo yang jemput gue sih?"

"Ih gue mau jemput sepupu gue kali. Buat apa gue repot-repot ngejemput elo. Kan elo udah ada bini lo tu yang jemput." kata Tomy sambil menunjuk ke arah Diandra.

"Diandra? Kok kamu malah jemput aku sih? Kamu nggak kenapa-kenapa kan? Badan kamu agak panas sebaiknya kita cepat-cepat pulang." kata gue sambil merangkulnya dan meninggalkan Tomy yang masih menunggu sepupunya.

Cantik. Diandra tambah cantik. Gue memeluknya, membiarkannya bersandar. "Baby apa kabar?" gue mengelus perutnya lembut.

"Baik Daddy. Daddy apa kabar?"

"Daddy baik kalau mommy nya juga baik. Kalau Mommy sakit Daddy rasanya juga ikutan sakit."

"Gombal." katanya memukul perutku pelan.

"Jangan buat aku khawatir lagi ya?" kataku sambil mengusap kepalanya lembut. Ia tersenyum cantik memamerkan lesung pipinya. "Iya, aku janji nggak bakal buat kamu khawatir lagi."

"Aku sayang kamu Di." gue mengecup bibirnya lembut.

"Ih Aldo main nyosor-nyosor aja. Malu sama mas Sardi." katanya sambil tersipu malu. Gue melirik ke arah supir gue yang tersenyum maklum.

Saat kami tiba di rumah. Mama sudah menunggu kami dengan hidangan istimewanya. Opor ayam kesukaan gue juga sudah terhidang rapi di meja makan.

"Kayaknya enak nih. Mama tau aja kalau aku lagi laper banget."

"Eh, siapa yang nyuruh kamu makan? Mandi dulu baru makan. Udah jadi bapak-bapak tapi kelakuan masih aja kayak anak SD." omel mama gue. Apa salahnya sih kalau gue makan dulu. Gue kan lapar banget.

"Kamu kenapa di?" tanya mama panik. Tampak Diandra sedang memegangi kepalanya. "Diandra cuma agak pusing aja kok ma."

"Kamu ngapain sih pakai jemput-jemput aku segala? Kamu itu masih sakit Di. Yaudah sekarang kamu istirahat." gue menuntun Diandra berjalan ke kamar. Diandra tampak lemah dan pucat.

Gue membaringkannya di ranjang. Lalu mengusap kepalanya lembut. "Aku nggak apa-apa Al. Lebih baik kamu mandi terus makan daripada nungguin aku gini." ia berbicara lembut menenangkan gue. Tapi, gue yakin dia sedang tidak baik-baik saja sekarang. Apa yang mengganggu pikiran Diandra. Seharusnya di saat ia hamil muda begini ia tak perlu memikirkan hal-hal yang berat.

"Kamu udah makan?" tanya gue lembut.

"Udah, jangan ngalihin pembicaraan. Aku tadi kan nyuruh kamu mandi sama makan."

"Obatnya udah diminum?" tanyaku lagi.

"Udah, sekarang kamu mandi ya?" untuk yang kesekian kalinya ia menyuruh gue mandi. Apa badan gue bau banget kali ya.

"Kamu tidur duluan ya. Nggak usah nungguin aku."

"Memangnya kamu mau kemana?"

"Melakukan hal yang kamu suruh ke aku."

Diandra tersenyum mendengar jawaban gue.

Diandra sudah tertidur saat gue memasuki kamar. Tertidur pulas sekali. Ia mungkin kelelahan. Seandainya dia tahu gue hampir nggak pernah bisa tidur selama gue berada di Jerman. Gue merindukan Diandra. Merindukan bunyi nafasnya yang teratur ketika ia terlelap. Juga merindukan pelukannya. Gue memeluk Diandra. Menghirup wangi rambutnya yang selama ini gue rindukan.

"Al.. jangan erat-erat peluknya. Kasihan baby nya."

"Kamu belum tidur?" tanyaku kaget.

"Terbangun lebih tepatnya."

"Maafin aku udah bangunin kamu."

"Nggak apa-apa."

"Diandra, I think I had loving you."

"Apa?" ia membalikkan badannya menghadap ke arah gue.

"Aku pikir aku sudah mencintaimu. Entah sejak kapan. Mungkin saja sejak pertama kali kita bertemu saat aku menabrak kamu di taman."

"Al, ini mimpi?"

"It's real honey." gue memeluk Diandra. Merasakan hangatnya pelukan wanita yang gue cinta. Love is the happiness. Love is the destiny. If she is my destiny? I keep her along my life forever and always.

Bad Boy to be Good ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang