Diandra POV
Dia terlelap di pelukanku. Ia tampak sangat lelah. Ia terus memelukku seakan-akan takut kehilangan diriku barang sedetik saja. Kami sedang dalam perjalanan ke apartemennya. "Aldo bangun, kita udah sampai." Aku membangunkannya perlahan. Ia membuka matanya lalu tersenyum padaku. Aku merindukan senyumannya yang seperti ini.
"Nomor sandinya tanggal pernikahan kita." Katanya setengah berbisik saat kami sudah berada di depan pintu. Aku tersenyum padanya. Ia membantuku mengangkat koper-koperku.
Ia mendudukkanku di sofa. "Kenapa tadi kamu nggak jadi naik pesawat?" tanya nya penasaran.
"Aku ketinggalan pesawat." Kataku jujur.
"Aku kira aku nggak akan ketemu kamu lagi."
"Untung aja aku ketinggalan pesawat." kataku sambil tersenyum padanya. Ia memelukku erat. Baunya masih sama, tidak ada yang berubah dari Aldo. "Bagaimana dengan surat cerainya?" tanyaku kemudian.
"Surat ini?" ia merobek surat cerai itu menjadi dua. "Jangan ada lagi surat seperti ini di kemudian hari." Katanya sambil tersenyum. Ia semakin tampan jika tersenyum. Kenapa aku baru sadar sekarang kalau suamiku ini sangat tampan. "Kenapa lihatin aku seperti itu? Kamu baru sadar kalau suamimu ini sangat tampan?"
"Jangan narsis begitu. Nanti aku muntah." Kataku padanya. Ia langsung mengerucutkan bibirnya. "Aku ngantuk Di. Peluk aku kayak tadi ya. Rasanya aku udah lama nggak tidur."
Ia membawaku ke kamarnya. Kamar yang sangat nyaman. Didominasi dengan warna krem lembut. Aku memeluknya lalu mengusap pelan punggungnya. Sepertinya ia akan tidur sebentar lagi. Wajahnya ketika tertidur sangat polos seperti bayi. Sudah lama aku tak melihat wajahnya dari dekat. Ia masih tampan. Tambah tampan malah. Wajahnya semakin dewasa. Tidak terasa sudah satu setengah tahun aku bersama laki-laki ini. Ia selalu setia menjagaku ketika aku sakit. Bahkan ia rela melepasku dengan orang lain agar aku dapat bahagia.
Aku mengelilingi apartemennya. Sampah makanan instant berserakan dan puntung-puntung rokok yang sudah memenuhi asbak. Apa Aldo makan dengan baik selama ini? Aku mencuci piring-piring kotor dan melaundry semua baju-baju kotornya. Lalu membersihkan debu yang menumpuk di karpet.
Saat aku ke kamar Aldo sudah tidak ada di tempat tidurnya. Kemana perginya dia? "Kamu nyariin aku ya?" tanya nya sambil tersenyum ke arahku. Ia mendekat ke arahku lalu mencium puncak kepalaku. "Kamu dari mana?"
"Dari balkon."
"Merokok lagi?" tanyaku penuh selidik.
"Nggak kok. Tadi Davin nelpon aku. Daniel rindu sama Unclenya."
"Oh, Davin pasti bahagia punya anak selucu Daniel."
"Kamu masih sedih kita kehilangan anak kita?"
"Ibu mana yang tidak sedih kehilangan anak yang tidak sempat ia lahirkan ke dunia." Kataku lirih.
"Kalau begitu kenapa kita nggak buat lagi. Lagian waktu itu aku dalam keadaan mabuk. So, I cann't feel you..." kata-kata terakhir Aldo membuat bulu kudukku berdiri.
"Aku mau mandi dulu." Kataku kaku. Ia menarik tanganku hingga aku terduduk di pangkuannya. Ia menatapku lembut. "Sayang, jangan menyiksaku. Aku mau kamu sekarang." Katanya lembut dengan tatapan memohon.
"I'm yours tonight." Kataku lirih. Seketika senyumannya merekah. Aku ingin merasakannya lagi dan lagi sentuhan lembut Aldo seakan menjadi candu bagiku. Aku bahagia sungguh bahagia. Malam ini adalah malam yang panjang. Ingin aku meminta waktu untuk jangan cepat berlalu.
****
Aku terbangun karena suara air di kamar mandi. Mungkin Aldo sedang mandi. Badanku terasa sangat lelah. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Bukan, itu ponsel Aldo. Aku melihat nama yang tertera di ponselnya. Thomas Adam. Kenapa dia menelpon pagi-pagi sekali?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy to be Good Man
Storie d'amoreDiandra Jelita Admoedjoe wanita cantik nan mempesona setelah menikah dengan Aldo Yunanda Alielanor ia bertekad untuk merubah semua tabiat buruk suaminya demi mangabdikan diri untuk keluarga dan suaminya. Berhasilkah Diandra?