Nasi sudah menjadi bubur. Tinggal ditambah kerupuk, sambal dan kecap agar lebih nikmat. Namun, hal itu tentu tak bisa Sarada lakukan dengan mudah. Sebab, ia memang tidak menyukai bubur.
Kita tidak sedang membicarakan makanan di sini, tetapi kita bicara tentang taruhan Boruto dan Sarada tempo lalu. Kenapa waktu itu Sarada mau saja diajak taruhan oleh Boruto? Padahal Chocho sudah memperingatkannya. Terlanjur. Ia hanya bisa menjalani sisa hukumannya dan menjadi budak sekaligus pacar Boruto.
"LO SERIUS?" pekik Chocho keras sampai Sarada menutup kedua telinga dengan tangannya. "Kali ini lo bener-bener dalam masalah besar."
"Ya, terus gue harus gimana dong?" ujar Sarada memelas. "Kalo gue tolak, gue tambah malu. Gue kan orangnya nggak lepas tanggung jawab gitu aja."
"Ya, tapi lo bisa tambah parah diganggu sama Boruto-nya. Dia bakalan makin semena-mena sama lo."
Sarada mendengus kecil. Ia benar-benar sudah memikirkan hal ini dari semalam sampai kepalanya sakit.
"Nggak ada jalan keluar," ucapnya lelah.
Sarada dan Chocho duduk di pinggir lapangan berdua ketika jam pertama belum dimulai. Sekolah perlahan mulai ramai siswa.
Hari ini Boruto tampak lebih berseri dan segar karena luka-luka di wajahnya mulai sembuh. Tidak ada lebam dan plester seperti biasanya. Bahkan, sesekali ada bisik-bisik siswi memuji dirinya tampan. Boruto memang tergolong cogan alias cowok ganteng di sekolahnya. Hanya saja ia memelihara kebiasaan buruk dengan menjadi murid berandal. Selebihnya, Boruto adalah idola.
"Eh, Bos! Lo punya dua ribu nggak?" tanya Shikadai sambil merangkul Boruto.
"Ada."
"Bagi dong! Buat beli rokok."
"Perasaan tadi pas di pom bensin lo udah minta."
"Ya, minta lagi. Gue nggak dapet uang jajan hari ini gara-gara Nyokap marah gue pulang tengah malam kemaren."
Boruto mendengus. Inojin di sebelahnya hanya diam. Mereka berdua memang sering meminta uang pada Boruto tanpa kenal malu. Boruto jelas merasa dirinya dimanfaatkan, tetapi ia tidak begitu merisaukannya.
Selama ini tak banyak yang ingin berteman dekat dengan Boruto. Hanya Inojin dan Shikadai yang rela menghabiskan waktu dan setia berteman bersamanya. Walaupun dirinya seakan diperas, Boruto tidak masalah selama ia mendapatkan teman.
Boruto merogoh saku di kemejanya. "Ya, udah nih!" Ia menyorongkan uang dua ribuan yang sudah menggumpal.
"Thanks, lo emang teman gue yang paling is the best." Shikadai menepuk pundak Boruto lalu mulai berbisik. "Jadi bener, lo menang taruhan itu?"
Boruto mengangguk dengan senyum miring yang terkesan sombong.
"Berarti sekarang Sarada sudah jadi budak lo?" sambung Shikadai.
"Bukan cuma budak, tapi juga pacar."
"Wah, serius lo?" Inojin nyaris berteriak lalu Shikadai menepuk bibirnya. "Sorry, sorry. Gue kelewat exited. Mantep dong lo, Bor? Bisa ngapain aja sama Sarada."
"Ya, iyalah." Boruto berbangga diri. Matanya menelusur ke seluruh penjuru sekolah termasuk pinggir lapangan dari koridor kelas sebelas.
Dan ia menemukan Sarada. Duduk di pinggir lapangan bersama Chocho.
Kakinya melangkah ke arah tempat Sarada duduk. Inojin dan Shikadai mengikutinya. Boruto tak bisa berhenti tersenyum karena akhirnya ia bisa menjadi pacar Sarada. Akan banyak waktu yang bisa mereka habiskan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Trouble is Boruto
FanfictionSarada selalu terobsesi untuk mendapat peringkat satu di sekolahnya ketika ujian. Hingga suatu waktu, saat penerimaan siswa baru di SMA, ada satu nama yang menggeser posisi Sarada hingga ke peringkat dua. Sarada kesal dan semakin berambisi untuk men...