16. Percuma Peduli

3.2K 279 47
                                    

Tidak ada yang tahu seberapa cemasnya Sarada saat ini. Gadis penggemar minuman teh itu lebih memilih bolos sekolah, hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya hanya kerena seorang cowok. Melewati gerbang samping yang tidak dijaga pada siang hari oleh Pak Yamato, selaku satpam sekolah. Berlarian di jalanan ketika jam pelajaran keempat dimulai. Sekali lagi, hanya demi Uzumaki Boruto, Sarada bertindak senekat itu.

Kalau saja Sarada tidak mendengar Denki bicara pada Metal tentang pergerakan geng Boruto saat jam kosong Bu Anko. Mungkin Sarada tidak akan jadi secemas ini.

"Tawuran?" sahut Metal dengan raut terkejutnya.

"Iya. Kayaknya kali ini bakal besar-besaran deh!" Denki mendorong kacamatanya. "Lo tau sendiri, kan? Boruto itu dikenal sebagai musuh besar anak – anak SMK Bhakti, apalagi si Kawaki itu."

"Gue denger, dia nakal banget. Suka malakin uang jajan anak sekolah lain. Kalo kita nggak kasih, dia gebukin nggak pake ampun!"

"S-serius?" sahut Denki. Mengingat Boruto yang sering keluar-masuk ruang BP sebab kerap kali melakukan kenakalan saja sudah membuat Denki terkadang takut. Apalagi Kawaki yang kelakuannya lebih mirip preman pasar ketimbang murid SMA. Ia beruntung tidak satu sekolah dengan anak itu.

Denki melanjutkan, "Berarti kalo Boruto ketemu Kawaki gitu, bisa jadi saling bunuh saking kuatnya—"

"Kalian tau mereka tawuran dimana?"

"Eh?" Betapa Metal dan Denki terkejut. Tiba-tiba saja Sarada sudah berada di samping kanan meja Denki, padahal jarak antara tempat duduk mereka dan Sarada berjauhan. "Lo nguping kita?"

"Please, gue pengen tau dimana tawurannya!" Sarada memohon. Kebenarannya, dari tadi ia menguping pembicaraan Denki dan Metal. Ditambah, Boruto dan teman dekatnya, Shikadai tidak kembali ke kelas sejak bel masuk berbunyi. Sarada bertanya-tanya ke mana perginya dua cowok itu. Tidak, Sarada lebih penasaran ke mana Boruto pergi. Perasaannya semakin tidak enak saat tahu Boruto justru membolos untuk pergi tawuran.

"Tapi lo nggak boleh ke sana, ya!" sahut Denki, takut-takut Sarada malah menuju ladang pertempuran itu. "Gue kasih tau. Tadi Iwabe WA gue, tawurannya di belakang sekolah kita. Yang jalan sepi deket gunung."

"Oke, makasih ya, Denki!"

"Eh!" Metal menyenggol lengan Denki begitu Sarada berlari menuju mejanya. "Kenapa malah lo kasih tau? Ntar kalo dia nyamperin ke sana, terus kenapa-napa gimana? Yang ada lo dimarahin sama Boruto!"

"Astaga! Gue keceplosan." Denki menutup mulutnya sendiri.

Dan benar seperti apa yang dipikirkan Metal, kini Sarada bergegas merapikan alat belajarnya ke dalam tas. Berniat menuju jalan yang berada di dekat gunung di belakang sekolahnya. Mengundang tatapan penuh tanya dari Chocho, bahkan Sumire yang duduk sendiri di bangkunya.

"Sarada mau ke mana?" tanya Sumire, yang dibalas ringisan Sarada.

"Gue... ada urusan mendadak, Sumire."

"Etdah, lo mau ke mana? Kok beres-beres tas segala?" Kali ini Chocho mendekat dengan lollipop rasa caramel di dalam mulutnya.

"Please, gue harus pergi sekarang...," Sarada bersedekap di depan Chocho.

"Jangan bilang lo mau ikutan bolos kayak Boruto?"

"Nggak, mm...," Sarada tampak berpikir, apa yang bisa membuat Chocho tutup mulut mengenai ketidakhadirannya pada pelajaran selanjutnya hari ini. "Nanti gue traktir di kantin deh dua hari, asal—"

"Nyogok gue pake makanan lo?"

"Habisnya...."

"Lo pikir gue nolak?" tanya Chocho sambil mengibas rambutnya yang dikepang dua, "ya nggaklah! Asal satu hari, mie bakso tiga mangkok, es teh sama es kelapa istirahat pertama dan kedua, pulangnya cemilan cepuluh cebelas."

My Trouble is BorutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang