17. Isi Hati

3.4K 292 59
                                    

Tamparannya membekas di pipi kiri Boruto. Belum sembuh memar akibat perkelahian dengan Kawaki dan teman-temannya, Sarada justru menambahkan luka. Namun, bukan sakit seperti itu yang Boruto rasa. Bukan pada fisik. Semacam luka yang perih, tapi tak tampak dan tak berdarah.

Tempatnya di hati.

"Aku," Sarada sudah berkaca-kaca, "aku... mengerti. Memang bukan urusanku."

Muak. Kata yang tepat untuk menggambarkan apa isi hati Sarada saat ini. Gadis itu memilih pergi, keluar dari mobil. Boruto ikut panik dan berlari mengejar Sarada secepat ia bisa.

Boruto menarik pergelangan tangan si putri Uchiha. "Sarada, dengar penjelasan aku dulu!"

"Katamu, bukan urusanku, 'kan? Mulai sekarang aku nggak akan campuri kehidupan kamu lagi!"

Sarada hendak melangkah; menjauh, tapi genggaman Boruto pada tangannya mengerat. "Kamu nggak bisa kayak gini, Sarada! Semakin kamu marah, justru tambah buat aku menderita."

Cowok itu, dengan ucapannya, sudah membangunkan apa yang selama ini Sarada coba untuk menidurkannya. Jauh di dalam sanubari Sarada. Satu-satunya hal yang membuat tipikal gadis itu berubah. Hanya karena Boruto. Perasaan yang harusnya belum boleh timbul. Naik tanpa permisi, semaunya tanpa Sarada minta.

Gadis itu semakin menangis yang berbaur dengan amarah. "Kamu pikir dengan lihat kamu seperti ini, aku nggak menderita? Kamu yang berantem sampai mempertaruhkan nyawa kayak tadi, kamu pikir aku nggak khawatir? Kamu pernah mikir nggak sih, lama-lama kamu bisa mati kalau begini caranya!"

Boruto diam.

Jemari kecil Sarada yang gemetar mulai meremas jaket di dada Boruto. "Kenapa kamu nggak pernah berubah, Boruto? Apa gunanya berantem, tawuran?! Hal yang nyata banyak merugikan kamu.... Lihat keadaan kamu sekarang, lukanya ada dimana-mana! Kamu berdarah! Atau, bisa aja tadi kamu ditangkap sama polisi. Kamu pikir, aku nggak takut? Aku takut banget, Boruto! Aku takut kamu kenapa-napa!"

Kini Sarada memukul dada Boruto sembari menangis hebat. Ia sudah tak membatasi lagi apa yang ingin gadis itu ucapkan, beserta air matanya. Biar saja cowok itu tahu. Biar saja si biang masalah itu mengerti. Apa yang gadis itu rasakan.

Bahwa Sarada takut kehilangan satu-satunya pemuda yang sering hadir dalam mimpinya pada malam-malam berbintang.

Bahwa Sarada merasa pilu kala melihat Boruto dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Dan dari selerak isi hati yang Sarada ucapkan pada lisannya, Boruto hanya bisa diam.

Cowok yang biasa banyak bicara itu, benar-benar terdiam.

Tapi tatapan matanya... punya seribu kata yang tersirat. Sepasang mata biru yang tidak akan pernah berpaling dari Sarada.

"Aku takut, Boruto...."

Sarada masih mengerang tiap kali air matanya menetes melewati pipi. Wajahnya sampai memerah setelah emosi itu keluar dalam tangisnya. Berharap pemuda itu benar-benar mengerti kali ini.

Tentu Boruto paham. Ia diam hanya karena tidak tahu harus berbuat apa. Ia selalu tidak punya cara meredakan tangisan seorang gadis. Terlebih, jika Boruto adalah penyebab tangis itu terjadi. Pemuda yang biasanya aktif dalam berkata-kata itu akan membisu bila dihadapkan oleh situasi seperti ini. Bilang saja hal itu adalah kelemahannya.

My Trouble is BorutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang