Sarada hanya mengikuti langkah Boruto dari belakang. Menatap punggung kokoh cowok itu, lama. Sejak meninggalkan perpustakaan, Boruto sama sekali tak bicara. Membuat suasana semakin kelam di sekeliling Sarada.
"Katanya mau ngomong." Sarada memulai untuk menyingkirkan suasana canggung ini, tapi Boruto masih tetap diam. "Mau ngomong apa?" sambung Sarada sesudah kesunyian itu.
Gurat-gurat cemas terpatri di wajah Sarada yang menunggu jawaban Boruto. Namun Boruto tetap tidak menjawab, ia terus berjalan dengan wajah dingin. Jika sudah begini, firasat Sarada semakin tidak enak. Yang ada, gadis itu justru menjadi takut.
Harusnya Sarada yang marah. Sekarang justru kemarahan itu berada di pihak Boruto. Mau tak mau, Sarada juga ikut-ikutan diam tapi tetap mengikuti ke mana Boruto membawanya pergi.
Mereka berhenti di parkiran. Boruto pada akhirnya membalik badan menghadap ke Sarada. Menatap gadis itu sangat tajam. Wajahnya seolah menunjukkan bahwa Boruto ingin berteriak dan marah-marah. Tentu saja membuat Sarada kikuk, antara malu dan kesal.
Wajah itu, wajah cowok yang selalu mengganggu konsentrasi Sarada belakangan ini. Sekarang wajah itu menangkapnya. Tidak terlihat ramah dan juga terlihat lelah. Bahkan, Sarada mendapati kantung mata Boruto yang menghitam. Bola matanya yang biasanya kebiruan kini terlihat kemerahan seperti mata orang yang baru bangun tidur.
"Boruto sakit?" tanya Sarada dalam hati.
"Ngapain kamu sama Mitsuki di perpustakaan? Cuma berduaan lagi!" Tiba-tiba saja Boruto membahas soal itu.
"Eh?"
"Hm?" Boruto mengabaikan Sarada yang terkejut, ia menunggu jawaban sang pacar dengan tidak sabar.
"Nggak ngapa-ngapain, kok."
"Nggak ngapa-ngapain? Terus Mitsuki mau ngapain nempel-nempel sama kamu kayak tadi?"
"Siapa yang nempel-nempel coba? Aku tadi lagi baca buku, terus Mitsuki datang dan di duduk di sebelah aku. Udah gitu aja!" Kalau begini, Sarada menjadi terbawa emosi juga. Boruto terus saja menekannya dengan pertanyaan-pertanyaan.
"Udah jelas tadi dia mau cium kamu, Sa-ra-da!"
"Itu nggak bener, Boruto! Mitsuki tadi cuma mau...," Sarada kehabisan kata-kata. "Dia tadi cuma mau... ah, pokoknya ngga seperti yang kamu pikir."
"Cih!" Boruto membuang muka, mulai lelah dengan perdebatan ini. "Lain kali kamu harus peka, mana cowok yang mau modus, mana yang beneran mau ngelindungin kamu."
Kali ini apa maksud ucapan Boruto? Siapa yang tidak peka? Sarada? Lalu maksud Boruto marah-marah seperti itu untuk apa? Mengalihkan fakta bahwa Sarada yang salah di sini? Padahal masalah Boruto berduaan dengan Sumire dua minggu yang lalu saja sama sekali belum menemukan titik terang sampai sekarang.
Kenapa situasi menjadi tidak adil begini? Pikir Sarada.
"Terus? Kamu cemburu lihat aku berduaan sama Mitsuki?" geram tertahan Sarada sejak tadi yang akhirnya bisa ia ucapkan langsung di hadapan Boruto. "Ya, gitu juga yang aku rasain pas ngelihat kamu berduaan sama Sumire."
Ucapan Sarada barusan tentunya tepat mendarat di telinga dan hati Boruto. Membuat cowok itu bungkam mendadak. Wajahnya tidak menyembunyikan ekspresi merasa bersalah. Untuk memandang Sarada saja cowok itu ragu.
"Makanya aku mau ngajak kamu keluar untuk ngomongin masalah ini supaya cepat selesai," jawab Boruto.
"Ya, udah. Kapan?"
"Sekarang."
"Sekarang? Kan ini masih jam sekolah."
"Kamu mau masalah ini cepat selesai, atau mau kita nggak saling bicara dua minggu kayak gini? Kamu nggak tersiksa, apa?" Boruto menggantung kalimatnya, menghela napas yang berkali-kali ia lakukan. "Jujur aku capek, Sarada."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Trouble is Boruto
FanfictionSarada selalu terobsesi untuk mendapat peringkat satu di sekolahnya ketika ujian. Hingga suatu waktu, saat penerimaan siswa baru di SMA, ada satu nama yang menggeser posisi Sarada hingga ke peringkat dua. Sarada kesal dan semakin berambisi untuk men...