Bagian 3

167 38 1
                                    


"Jadi anggaplah aku sebagai temanmu. Jika aku memegang tanganmu, tidur di bahumu, bahkan tak sengaja memelukmu, bukan berarti aku itu mencintaimu Mingyu."


Mingyu masih sibuk menghanduki tubuhnya dengan handuk putih. Pagi ini ia sengaja bangun pagi karena ingin bermain ke lapangan golf yang berada di samping gedung apartemennya. Ia sudah lama sekali tidak berolahraga karena terlalu sibuk mengurusi bisnis travel warisan ayahnya.

"Siapa? Apa itu kau Kim Min Gyu? Betapa tampannya....," Mingyu berkata sendiri di depan cermin. Ia mengusap-usap dagunya yang mulus.

Merasa puas bercermin, Mingyu keluar kamar mandi dan segera berjalan menuju ruang outfits mini yang berada tepat di samping kamar mandi. Ia meraih sweater tipis berwarna hitam yang digantung rapih di dalam lemari.

Ia segera memakai sweater hitam polos itu, dengan paduan celana jeans putih yang memberi kesan simple pada penampilannya kali ini. Tak lupa ia mengambil sepatu kets hitam kesayangannya.

Setelah siap, ia segera mempersiapkan barang-barang yang ingin dia bawa ke lapangan golf-seperti air mineral, stik, dan barang-barang lain yang berhubungan dengan golf.

Ia memasukan semua peralatannya ke dalam tas ransel. Tak lupa, ia mengambil topi putih polos dan segera memakainya.

"Main golf, main golf, main golf." Mingyu bersenandung ria sambil membuka pintu kamarnya.

"Main-," ia berhenti. Wajahnya berubah takut ketika melihat Kiyu yang sedang berdiri di depan kamarnya. Berhubung Kiyu juga sedang menatapnya, itu membuat Mingyu harus menahan malu karena tadi ia sempat bersenandung seperti anak kecil.

Keringat yang menjulur di seluruh tubuhnya membuat Kiyu terlihat sexy. Apalagi ia sedang mengenakan baju tanpa lengan yang menunjukan lengannya yang kurus.

Kiyu menaikkan kedua alisnya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Mingyu segera membuang pandangannya ke sembarang arah. "Kenapa kau berkeringat seperti itu?" Matanya berkali-kali tak bisa menahan untuk tidak melirik Kiyu.

"Aku hanya berjalan-jalan di taman apartemen." Katanya. "Kau mau kemana?" Ia melirik tas ransel yang cukup besar tertengger di atas bahu Mingyu.

"Mau ke lapangan golf."

Wajah Kiyu tiba-tiba berubah semangat. Ia segera masuk ke dalam kamarnya, selama kurang lebih 10 detik ia kembali keluar dengan menggunakan topi dan juga jaket berwarna putih.

Ia tersenyum lebar. "Boleh aku ikut?"

Mingyu melongo.

Kiyu mengibaskan tangannya di depan wajah Mingyu dengan gerakan seperti wiper. "Hei. Boleh aku ikut?"

Mingyu segera membuyarkan lamunannya. Apa yang kulakukan?

"Ba-baiklah." Mingyu tersenyum.

Kiyu berjalan mendekati Mingyu, sehingga sekarang mereka berdiri sejajar. "Kau akan diam saja disini?"

Ucapan Kiyu benar-benar seperti penyelamat dari kebodohan dirinya. Apa yang terjadi padanya pagi ini? Ia sering melamun dan membayangkan hal yang tidak logis.

Kiyu tertawa melihat Mingyu yang tampak bingung. "Haruskah aku yang memulai perjalanan?" Kiyu memandang Mingyu curiga.

Mingyu tetap diam.

Karena tak ada balasan apapun yang keluar dari mulut Mingyu, akhirnya ia melingkarkan tangannya pada lengan Mingyu. "Ayo jalan, bodoh." Ekspresi wajahnya kembali seperti tadi malam. Sinis, tajam dan dingin.

Mingyu berusaha melepaskan kaitan tangan Kiyu pada lengannya. "Aku tidak mau Jackson melihat kita dan beranggapan bahwa kita mempunyai hubungan."

Kiyu mendesah pelan. "Aku sudah putus, kan?" Ia melirik Mingyu dengan tatapan meminta persetujuan.

"Setelah kau putus dengan Jackson, sekarang kau berani mendekati lelaki lain dengan secepat ini?" Mingyu menatap Kiyu jengkel.

Tiba-tiba Kiyu menghentakkan kakinya ke atas kaki Mingyu. "Maksudmu aku berniat untuk mendekatimu?"

Mingyu mengangguk mantap.

Kiyu mengedikkan bahunya. Ia membuang pandangannya sambil berkata 'cuih' dengan suara yang sangat besar. "Jangan harap!"

"Tapi itu fakta."

"Kau harus bisa membedakan mana yang namanya teman dan mana orang yang kita cintai."

Awalnya Mingyu diam, kemudian pada akhirnya ia mengangguk mengiyakan.

"Jadi anggaplah aku sebagai temanmu. Jika aku memegang tanganmu, tidur di bahumu, bahkan tak sengaja memelukmu, bukan berarti aku itu mencintaimu Mingyu." Jelasnya.

Mingyu paham. Paham betul dengan apa maksudnya.

"Lagipula aku masih mencintai Jackson. Aku tidak akan mungkin berpaling." Lanjutnya.

Mingyu mengulas senyum, kemudian mengangguk.

Kiyu terlihat menatap ke atas, menerawang sesuatu. "Ini bukan yang pertama kalinya Jackson seperti ini."

"Maksudmu?"

Kiyu menghembuskan nafasnya. "Ini sudah kesekian kalinya ia memutuskan hubungan kami, tapi akhirnya dia pula yang menyesali perbuatannya. Jadi jangan heran mengapa aku tidak terlihat mengenaskan ketika ia mengatakan putus kemarin."

Kiyu mengangguk. Kini ia paham. Dia kira Kiyu adalah tipe orang yang mudah untuk melupakan sehingga ia dengan mudahnya melupakan masalahnya dengan Jackson. Ternyata faktanya tidak seperti itu. Ya, ia tidak tahu pasti bagaimana faktanya.

"Yang pasti kau bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta dan mudah melupakan?" Mingyu bertanya dengan nada mengintrogasi.

Kiyu menggeleng. "Jackson adalah pacar pertamaku." Katanya bangga.

Mingyu hanya tersenyum menghargai pernyataan Kiyu walaupun ia sedikit tidak percaya.

"Gyu." Panggilnya.

Mingyu melirik.

"Jika kau memperlakukanku layaknya seorang teman, aku akan memperlakukanmu serupa." Katanya.

Mingyu hanya mengangguk karena ia tidak begitu paham dengan apa yang dimaksud oleh Kiyu.

Kiyu berjalan ke hadapan Mingyu. Ia diam, kemudian mulai mendekatkan tubuhnya kepada tubuh Mingyu.

Mingyu terkejut ketika melihat Kiyu yang sudah melingkarkan tangannya di pinggang nya. Dia memelukku?

Mingyu mematung. Ia tak tahu harus memberikan reaksi apa untuk situasi ini. Darahnya seakan berhenti mengalir sehingga membuat tubuhnya berubah menjadi dingin.

Kiyu melepaskan pelukannya. "Itu, anggap saja sebagai pelukan seorang teman." Kiyu menyengir lebar.

"Aku senang karena ini adalah pertama kalinya aku berteman dengan seorang lelaki." Kiyu terus saja mengoceh padahal Mingyu tidak tahu sama sekali apa yang ia bicarakan.

Mingyu masih memikirkan alasan mengapa Kiyu memeluknya. Ia tahu, itu adalah caranya untuk menjelaskan arti pertemanan menurut pendapatnya. Tapi, apa harus dengan cara memeluk?

"Kapan kita berangkat?" Nada bicara Kiyu sudah mulai terdengar kesal.

Mingyu juga baru tersadar. Dari tadi ia mengobrol dengan Kiyu sampai lupa tujuan pertamanya untuk pergi ke lapangan golf.

"Sekarang." Mingyu menarik baju Kiyu untuk segera berjalan mengikutinya.

"Apa kau akan terus melakukan ini ketika pergi bersamaku?" Ia menunjuk tangan Mingyu yang sedang menarik bajunya. Wajahnya mengkerut lucu.

Mingyu tersenyum.

Aku tidak akan berjanji.

SCARED🤙🏿[Gyu X Pink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang