4. Hera Wati

96 23 8
                                    

WARNING!

!

TYPO BERTEBARAN.

HARAP KRITIK DAN SARANNYA.

😘😘😘






"Andi Febrian?"

"Sakit, Pak!"

"Asmiranda?"

"Hadir, Pak!"

"Hera Wati?"

"Hadir, Pak!"

"Hendry Adianto."

"Hadir!"

"Hidayat?"

Seisi kelas mencari-cari pemilik nama itu dengan matanya. Pak Robert, guru kesenian itu kembali mengulang. Tapi siswa yang bernama Hidayat itu tidak hadir.
Pak Robert mengangkat wajahnya yang sejak tadi serius membaca daftar absensi siswa. Matanya sibuk mencari-cari. Ia menatap Hera, "hera, kamu ketua kelas, kan? Di mana Hidayat berada?" tanya pak Robert pada Hera.

Hera, cewek cantik berdarah Malaysia-Indonesia itu menggeleng. "Maaf, Pak. Saya tidak tahu. Hidayat mungkin tidak ma..." Hera tidak melanjutkan ucapannya karna suara langkah kaki yang cepat berasal dari luar kelas itu membuat seisi kelas mengalihkan perhatiannya, bertanya-tanya ada apa gerangan?

Rasa penasaran mereka terjawab saat seseorang masuk. Seorang cowok yang berada di ambang pintu itu menumpuhkan kakinya dikedua lututnya. Terlihat dia kesusahan bernafas karna kelelahan.

Sejenak ia beristrahat. Sampai rasa lelahnya hilang ditegakkannya badannya. Saat mengangkat wajahnya, Hidayat langsung disambut tatapan tajam oleh Pak Robert. Mati gue! Rutuknya dalam hati.

"Maaf, Pak, saya terlambat."

Pak Robert diam. Tidak menggubris ucapan cowok itu. "Hidayat. Berdiri di samping meja saya. Angkat satu kaki dan beri hormat."

"Lah, Pak. Kok saya dihukum sih? Saya kan cuman telat.." dia melirik jam tangan dipergelangan tangannya. "Tiga menit, empat puluh lima detik."

"Jangan banyak alasan! Cepat masuk!" dibentak seperti itu terpaksa ia melaksanakan hukumannya. Hera memperhatikan cowok itu yang tak lain dan tak bukan ialah Hidayat. Cowok itu akan melaksanakan hukumnya. Hidayat memang sudah terkenal nakal. Sering bolos, tukang palak, jarang mengerjakan PR, malas masuk, perokok, dan lain sebagainya. Tidak ada yang heran dengan kelakuan Hidayat karna Hidayat adalah salah satu koncro-koncro Aditya.

****

"Hera!"

Langkah Hera yang akan turun ke bawah melalui tangga mendadak berhenti demi melihat siapa yang memanggilnya.

Arwan.

Cowok itu menghampiri Hera. Ditangannya terdapat sesuatu seperti kotak kado berwarna merah jambu. "Ada apa, Ar?"

Arwan tersenyum. "Lo mau ke kelasnya kak Sari, kan?" saat menyebut nama Sari, wajah Arwan mendadak bersemu merah sampai ke telinganya. Hera yang melihat itu tertawa kecil. "Iya. Aku mau ke kelas Kak Sari. Emangnya ada apa?" walau sudah tahu maksud dan tujuan Arwan menemuinya, Hera tetap bertanya terlebih dahulu daripada nanti terjadi kesalahpahaman. Bisa saja, kan Arwan ingin memberi sesuatu kepada seseorang di kelas Sari dan bukannya sahabatnya itu. Kan bisa malu-maluin.

"Ehmm.." Arwan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Gue mau nitip ini ke Kak Sari. Lo mau, kan?" Arwan menyodorkan kotak kado itu pada Hera dan diterima cewek itu. "Ada lagi?" Arwan menggeleng. Hera melambaikan tangannya sebelum turun ke bawah.

Aku, Kamu adalah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang