Lembayung Rindu

584 145 9
                                    

Dua Tahun kemudian.

Author Pov

"Coba, Clarisa berada di rumah, pastilah Clarisa bersedia merawatmu sebaik-baiknya, Nun. Amak prihatin dengan keadaanmu." Tutur amak. Ia sedang menyeka sekujur badan Nuning yang tinggal kulit dan tulang, sangat memprihatinkan.

Seraya menyeka badan Nuning, amak pula menyeka airmata yang kian jatuh membasah di pipi. Nuning putri semata wayangnya terbaring seolah ia telahlah mati namun masih bernafas. Sejak berbulan-bulan suara Nuning pula tak pernah lagi terdengar. Tatap mata Nuning kosong, hanya airmata seringkali berlinang tak berkesudahan.

"Sebenarnya apa kata Dokter, mengenai sakitnya Nuning, Rif?" Tanya amak. Saat Arif masuk kedalam bilik bebenah baju, sebab ia hendak pergi bekerja keluar kota. "Kenapa anak amak bukan menjadi pulih setelah berobat, justru sakitnya menjadi semakin bertambah?" Tutur amak seraya mengecup-kecup punggung tangan Nuning.

"Tak akan kenapa keadaan Nuning. Amak tak perlu khawatirkan, selama ada saya menjaga Nuning, Nuning pasti akan baik-baik saja mak. Dokter hanya bercakap, Nuning terkena darah tinggi mak, sebab itu Nuning menjadi lumpuh." Celoteh Arif. Sungguh ia bermuka dua.

"Untung saja Nuning bersuamikan nak Arif, nak Arif orang baik nan penyayang pula budiman. Bersedia menerima semua kekurangan anak amak." Rintih amak Nuning. Mengusap lembut kening anaknya.

Mendengarkan percakapan amak dan suaminya, airmata Nuning semakin mengalir pedih. 'Amak tak tau apapun mak,' Rintih pedih Nuning dalam hati.

"Oh ya... Amak ingin buah tangan apa nanti dari kota Jakarta? Biar saya belikan buat amak." Ucap Arif. Ia telah selesai berbenah segala keperluannya selama bekerja di kota.

"Tidak ada nak Arif, amak tak ingin apapun buah tangan. Amak hanya kan beramanah, kalaulah nak Arif ada waktu senggang cobalah cari Clarisa di kota. Siapa tau, bila ada Clarisa berada dekat Nuning, Nuning akan cepat pulih layak sedia kala lagi, nak. Mereka sejak kecil selalu saja berdua, mungkin Clarisa lah yang bisa menyemangati Nuning, supaya Nuning bersemangat untuk sembuh kembali." Pinta amak bersungguh-sungguh.

"Amak buat apa pikirkan anak durhaka itu lagi mak? Anak tak tau diri. Tak tau di untung. Tak tau cara berucap terima kasih, pergipun tanpa pesan. Jika Clarisa kembali, bukan menjadikan kesembuhan Nuning mak. Tapi, akan menjadikan Nuning cepat mati, sebab guru saya pernah bercakap. Jika Clarisa kembali ia hanya akan menjadi boomerang di hidup Nuning. Dan Arif percayakan hal itu. Amak pun haruslah percaya, lupakan sajalah anak tak berguna itu mak." Ucap Arif menggebu-gebu. Ia sangat merasa terancam dengan nama Clarisa. Arif tahukan kalau Nuning dan Clarisa teramat dekat, bilalah Nuning dan Clarisa dipertemukan kembali, Arif takut rahasia yang telah pula ia simpan rapat-rapat akan terbongkar. Sungguh picik dan licik isi kepala Arif Norman.

 "Jaga ucapmu nak! Maaf jika amak harus berucap keras. Tetapi Clarisa juga anak amak, dia tidak akanlah mungkin melukai saudaranya barang satu gores."

"Sudahlah amak tidak akan mengerti... Arif titip Nuning dan Safitri mak selama Arif pergi ke Jakarta" Potong Arif. Dengan sopan mengecup punggung tangan amak mertuanya. Tak hiraukan amak masih mendengus tak suka sebab kelakuannya berprasangka buruk tentang Clarisa.

***

Lemah lunglai, begitulah Nuning duduk di atas kursi roda, hanya tangan kanan yang masihlah mampu ia gerakan. Bila waktu tiba Arif pergi bekerja jauh, Nuning selalu gunakan waktunya untuk menarikan penanya di atas kertas-kertas kosong hingga berangkai-rangkai kalimat tersusun, tentang segala yang berada di hatinya.

 Menatap kosong keluar jendela, rinai gerimis menemaninya mengaduhkan isi hati, yang tak siapapun mampu mengetahui, betapa hatinya mengaduh kesakitan sendirian. Tanpa jantung yang telah dengan sengaja ia suruhlah pergi menjauh. Di samping jendela, tergeletak di sana sebuah meja berukur satu meter, lebar enam puluh centi meter.

Baru selepas amaknya pergi keluar bersama Safitri, dengan bersusah payah Nuning gerakan roda dari kursi rodanya. Di dalam bilik berukur 4x4 meter, hanya dinding tatanan dari papan-papan kayu albasia, telah di amplas halus berwarna coklat tua. Di pojok dipan berukur 120, cukuplah untuk tidur dua orang. Depan dipan sebuah lemari lawas dua pintu, kolong lemari itulah yang hendak Nuning tuju, disana ia simpan sebuah peti kecil warna coklat bergembok, ditaruhnya oleh Nuning didalam peti, sebuah buku dan pena berisikan seluruh isi hatinya.

Sangat bersusah payah Nuning menjalankan rodanya, hingga hampir saja ia terjatuh. Nuning benamkan kadang kepalanya, kadang pipinya, bertumpu tembok, tangan ia meraih peti di kolong berulangkali, terseok-seok sampai kepayahan pun akhirnya berbuah hasil, kelopak matanya basah sebab sungguh sakit melakukan hal tersebut.

Di letak oleh Nuning, peti coklat di atas pangkuan. Kembali ia dengan perlahan, menjalankan rodanya mundur dan berbelok, kemudian maju sampai di depan meja di samping tempat tidur dan jendela. Berkepayahan kembali, Nuning membuka peti dan mengeluarkan isinya, sebuah buku dan pena, lantas ia letakkan di atas meja.

Dalam tangan yang begitu gemetaran, perlahan Nuning mulai menarikan pena.

Teruntuk engkau sahabatku, terkasihku, tercintaku Clarisa...

Moga-moga dalam rantau selalu di timpakan kepadamu berlimpah keberuntungan.

 Sungguhku tak tau malu, telah ku tulis berpuluh-puluh surat teruntukmu Clarisa, sebagai luapan kerinduanku yang sekian tahun lamanya terpenjara dalam kesunyian.

Aku yakin kau akan pulang kepadaku, mencariku Clari... Suatu saat, entah kapan. Bila saat nanti engkau pulang, ku katupkan tanganku Clarisaku... aku mohon maafmu seluas alam semesta, sungguh telahku perlakukan engkau teramat tidak adil. Berdalih tak cintakan kau lagi, kucampakkan kau selayak kau tiada berguna, maafkan aku Clari... Namun sungguh kaulah seorang paling berarti dalam hidupku, kehidupanku tiada pernah lengkap tanpa hadirmu disebelahku.

Kau seorang yang tiada pernah lelah memberi tawa untukku, melalui tingkahmu yang kekanak-kanakan.

Kau seorang yang tiada pernah lelah memelukku, sekalipun diriku hanya tahukan marah-marah padamu.

Kau seorang yang tiada pernah lelah, mencintaiku meski seringkali ku hinakan kau, sebab kau memang pemalas.

Clari... Sungguh aku teramat rindukan kehandiran engkau...

Kau dan aku selalu tertawa berdua, tak perduli cuaca baik ataukah buruk sedang menimpakan.

Kau dan aku selalu tertawakan amak diam-diam sebab beliau seringkali lupakan letakkan barang, lantas kau dan aku yang di salahkan.

Ah, Clari aku rindukan kita dalam kebersamaan itu, suka duka kita yang kini kian menghilang saja menghilang.

Apakah engkau, dalam rantau sana merindukan itu pula, Clari..?

Namun bukan itu yang ingin ku utarakan kepada engkau, sebab hari ini aku sungguh dilanda gelisah, mungkin esok hari tangankupun takkan mampu lagi aku gerakkan, atau bahkan mungkin esok hari namaku hanyalah tinggal sebatas nama yang tertera di batu nisan. Ku beranikan diri, menuliskan ini yang mungkin akan menjadi surat terakhirku untuk engkau, kecintaanku Clarisa.

Semua telah aku tuliskan didalam suratku yang lalu-lalu, berharap suatu saat engkau kembali, sebab ku yakin hanya engkaulah yang bisa aku mintai sebuah pertolongan, hanya engkau yang mampukan mendengar jeritanku melalui sanubarimu yang terdalam.

Clarisa...

Dengan membuka lebar kedua telapak tanganku kepadamu, merendahkan diriku serendah-rendahnya di hadapanmu, hanya engkau seorang yang teramat bisa ku percayai.

Clarisaku...

Maukah engkau menerima Safitri sebagai amanahku terhadap engkau? Aku bersimpuh memohon Clari, jagakan dia untukku sebagai gambaran cinta kita yang lalu itu, yang sampai detik ini masih terpatri utuh di relung hatiku yang terdalam. Apakah kau tau Clari? Sebab apa ku beranikan diri, amanahkan Safitri kepadamu? Sebab ini Clari, sebab satu saja alasan. Sebab sedari ia dalam kandungan ku anggaplah dia sebagai buah kasih cinta antara kau dan aku. Cinta yang tiadakan pernah meluntur setitikpun kadarnya dihatiku.

Clarisa... Sungguh dari pertama ku kenal yang bernamakan cinta, yang ku ketahui cinta hanyalah engkau, sehingga akhir nafasku.

Dariku Nuning kecintaanmu.

-®Don't Leave Me®-

Don't Leave Me (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang