07. Rinai Berbuih

624 149 14
                                    

🍃*•Don't Leave Me•*🍃

Satu minggu semenjak Aliya dan Emma berbincang perihal Clarisa. Sebanyak waktu itu pula, Aliya mencari celah kesempatan supaya bisa bertegur sapa dengan Clarisa. Aliya mencoba berdekatan tempat tiada jauh, setiap kali Clarisa berkegiatan. Sewaktu Clarisa membantu ibu kantin, ia berturut. Sewaktu Clarisa bebersih taman dan kebun sekolah, Aliya pun turut mengambil duduk dekat tempat istirahat Clarisa, hanya supaya Clarisa menoleh ke arahnya, atau bahkan menyapa ia, dan disanalah Aliya berpikir mempunyai kesempatan emas, untuk masuk dalam perkenalan.

Tetapi agaknya bukanlah mudah perkara yang Aliya mahukan terwujud begitu saja. Apalagi Aliya pun mempunyai penglihatan, jikalau Clarisa adalah seorang yang mempunyai trauma terhadap perkenalan.

"Aku haruslah mempunyai cara yang berbeda, untuk mendekati engkau uni." Pikiran Aliya.

Aliya mengajak serta Emma menemui Clarisa, beserta maksud terwujudnya perkenalan, awal. Selepas denting bel istirahat awal berbunyi, pergilah keduanya menemui Clarisa yang tengah berleha di bawah pohon beringin.

"Selamat siang uni Riris?" Sungguh santun keduanya menghulur sapa, seraya sedikit membungkuk badan.

"Siang." Hanya singkat jawab. Seraya mempersilahkan keduanya duduk, di tempat sebelumnya ia duduk. Sebab begitu fikir Clarisa, mereka menyapa hanya untuk berleha badan mereka di bawah teduh pohon beringin.

Hari selanjutnya...

"Siang uni, kami punya bekal makanan lebih. Jikalau uni berkenan uni bisa ikut menyantapnya?" Santunnya Aliya menawarkan makanan, namun...

"Tidak, terimakasih segala budinya saya masihlah kenyang." Begitu saja dan Clarisa pun meneruskan pekerjaan, memindah limbah-limbah yang baru ia bersihkan ke dalam gerobak.

Hari seterusnya...

"Mohon maaf uni Riris, saya hendak sebentar berkepentingan, apakah uni mempunyai waktu?" Sedikit lelah, bila setiap ketika ia terus saja berbasa-basi, Aliya mencoba langsung saja masuk kepada inti, perkenalan.

"Mohon maaf, kepentingan apakah?"

"Ini..." Terpana, entahlah apa perkara Aliya nampak. Seketika Aliya terpatung dalam tatap. Ada sesuatu dimata Clarisa mengusik jantung hinggalah membuatnya berdetak tiada selaras. "Maaf uni, ini tentang..." tergagap serta hilang tujuan kata sebenarnya.

"Jikalau hanya bermain saya tidak mempunyai waktu, permisi." Clarisa lekas pergi, tak hirau lagi apa sebenarnya yang mau kedua siswi itu persoalkan.

Aliya tampak sungguh kesal. Meremas kepalan tangan sehingga merah padam. Geram. Sungguhlah Clarisa sudah membuat Aliya geram. Aliya menatap Clarisa berlalu, seraya kesal singgahi hati.

"Sombong!" Mau sungguh teruntuk mengumpat, akan tetapi Aliya bergegas meredamnya dengan menepuk dada. "Sabar, bukankah tidak semua yang berniatkan baik disambut pula secara baik?"

"Nah! Anak pintar, kata kau benar adanya Al."  Emma memang kocak, sahabatnya tengah dipatik sumbu emosi ianya justru sengaja menyalakan korek api menambahnya semakinlah tersulut, dengan gurauan menepuk bahu Aliya, seraya mengganggukkan kepalanya pula tertawa tertahan. "Sabar...."

"Emma!" Kesalnya Aliya raungkan teriak.

"Uh ampunkan hamba, hahaha." Semat kata Emma diiring tingkah berlari kencang.

Berakibat Aliya semakin geram dan murka.

🍃*•Don't Leave Me•*🍃

Di kampoeng halaman Nuning.

Hari kian hari sudahlah berlalu, bergantilah ia menjadi minggu, bulan pun tahun.

Don't Leave Me (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang