Di Payung Bulan Sebelah

151 18 9
                                    

∞﴾Don't Leave Me﴿∞

Dimasa yang sama tempat Clarisa bekerja.

"Nuning!!" Berteriak begitu kencang, bangkit pula dari lena lelap. Clarisa terperanjat duduk seketika. Mata ia melotot penuh, jantung dalam debar pacuan cepat, seluruh banjir keringat. Clarisa telah mendapatkan mimpi buruk malam itu, penglihatan dalam mimpi serupa mamak.

Clarisa duduk terpaku menung, mata ia melolot belo dirajai ketakutan. Tangan ia menyentuh dada, mencobalah memberi tenang pada gemuruhnya yang tak beraturan. "Apa terjadi? Apa sudah berlaku? Nuning?" Begitulah ratap dalam benak pula hati hingga sampailah terkata oleh airmata. Andaipun bisa, kaki itu hendak langsung berlari menuju Nuning, itulah segera pula pertama Clarisa laksanakan. Sebab, di payung bulan sebelah malam itu mimpi terasa firasat yang begitu nyata.

Belum sampai tenang gemuruh badai gelisah dalam diri Clarisa. Suara ketukan pintu disertakan oleh pekikan melengking memanggil namanya, yang seolah lah sudah lelah berkali-kali bersuara tanpa sahutan. Clarisa terperanjat berlari menuju pintu.

"Iya non?!" Begitu seketika pintu di buka Clarisa serak desau suaranya menyahut, setelah di lihatnya Aliya di depan pintu seraya membawa wajah panik serupa dirinya.

Tidak berlama waktu menunggu ditarik tangan Clarisa yang menggantung lunglai oleh Aliya, tergesa. "Ikuti saja denganku uni, jangan sekali juga berani lontarkan sepatah kata penolakan!" Begitulah tutur Aliya seraya ditariknya tangan Clarisa berlalu menuju bilik tidurnya.

Pergulatan batin agaknya sudah lebih bisa Aliya kendalikan, meskipun masih bergetar tubuh itu susahnya ia control ketika bersentuh kulit bertemu kulit, namun niat tinggi yang sudahlah ia putuskan berhasil menetralkan deburannya.

Sedang disisi lain Clarisa hanya berturut saja beserta mata tatapan kosong dan dengan diri yang gelisah tak tau pula harus berbuat apa Cuma mengikut saja seluruh arahan dari Aliya.

﴿∞Ω∞﴾

Seperti memberi waktu berjeda untuk Clarisa menenangkan dirinya. Aliya pun membiarkan Clarisa duduk bermenung meski tatapan kosong penuh kecemasan itu mengkhawatirkannya.

'Aku tiada percaya cinta bisa bertahan bahkan sehingga malam sampai kepada pagi, tanpa sapa, tanpa komunikasi, tanpa suara terdengar dan muka terpegur saling tatap. Akan tetapi aku merasakannya meski tiada percaya. Deburan jantung uni Clarisa dan Nuning sama bertalu walau tanpa bertukar berita selama bertahun-tahun lamanya. Orang normal segera akan membuang perasaan jikalau berpisah apalagi akibat pembuangan sebelah, harga diri yang tercabik, luka penghianatan yang berdarah nanah cukuplah kiranya merubah cinta menjadi benci, percaya menjadi luka dan ingatan menjadi satu hal yang paling-lah menakutkan untuk di kenang. Akan tetapi aku tidak melihatnya pada diri uni, jusru ku lihat besarnya rindu menumpuk, hingga ke khawatiran tercabik. Apakah memang begini bentuk cinta yang sebenarnya? Bukan kah logikalah harusnya lebih dulu berjalan, daripada tabiat perasaan yang seringkali mengelabui kebenaran.' Prakata hati dan kepala cukuplah membuat Aliya tak kuasa menahan desah kasar untuk segera keluar dari mulutnya. Namun dia masih memilih untuk bermenung supaya tidak mengambil keputusan yang keliru, selagi membiarkan Clarisa pun menetralkan jalan fikirnya.

'Benarkah agaknya sebuah peribahasa yang mengatakan. [Jika kau sampaikan/lakukan dengan hati maka sampai pula kepada hati] iya, seperti ketulusan akan sampai kepada ketulusan, entah pun ini di anggap orang sebagai suatu rasa yang menyimpang, tapi yang ku lihat sekedar kutulusan yang merajai tidak ada jual beli disana atau harapan timbal balik. Andai bisa aku bertanya langsung kepada Tuhan, Inginnya ku sampaikan, kenapa Dia mencipta rasa seorang hamba serumit ini? Masih bisa ku menguak khikmah kenapa diberi-Nya kepadaku sebuah penglihatan? Lalu ku bisa simpulkan; Oh ini bermaksud supaya hidupku bisa berguna kepada orang banyak. Akan tetapi perasaan seperti ini bermaksud apa Tuhan, menabuh kepada hati seorang hamba? Dan kini bukan sekedar uni Clarisa dan Nuning kenapa ini pun Engkau labuh-kan kepadaku, Tuhan? Sebenarnya apa hendak Engkau tunjuk-kan lantas apa harus hamba lakukan? Jika hamba memberi pertolongan apakah akan Engkau tilai sebagai dosa, sebab yang ku tolong ini ikatan cinta haram Engkau beri garis hukum? Tetapi jikalau ku tinggalkan diam, pura-pura saja tidak melihat, tidak mendengar dan tidak ku tau bahwa ketulusan keduanya hampir meremuk empatiku, untuk segera memberi nafas dalam ruang hidup mereka yang hampa udara, seperti Engkau pun mengajarkan tentang manusia yang harus hidup bersosial, saling tolong menolong, gotong-royong sebab sejati manusia tiada dapat hidup sendirian, seperti orang mati tidak mungkin bisa mengangkat tandunya sendiri mengantarnya kepada liang lahat, namun apakah sosial pun harus memilih yang dimana seorang berdosa tidak berhak mendapat pertolongan? Lantas pertanyaanku, adakah satu manusia saja hidup tanpa dosa? ' Frustasi Aliya mengacak rambutnya kasar sampai berdecak kesah mulutnya antara kesal, iba hingga tak tau harus mulai darimana dulu berjalan.

Tiba-tiba seperti ada kilatan putih melintas diantara penglihatan Aliya. Lalu disana tergambar jelas tubuh kurus, ringkih Nuning terkapar beralas lantai tatanan kayu jati, di peluk remuk sosok bayangan hitam besar beserta puluhan siluet hitam mengitari. Sengal nafas Nuning terlihat jelas serasa tepat di hujung lidah hingga bila sedikit saja di Tarik akan habis. Satu bayangan hitam masuk diantara puluhan siluet tepat di atas Nuning, matanya berkilau merah dan seolah tiba muncul tangan hitam lalu mencengkeram leher Nuning, tanpa aba-aba sehingga sontak membuat mata Nuning Melotot, seluruh urat di leher, pelipis dan kening, mengencang, me-merah dan semakin merah, sampai... Aliya tidak kuasa menahan diri saat penglihatan itu sungguh membuat hatinya remuk dan empatinya menjerit 'TOLONG NUNING SEKARANG!!'. Aliya memejamkan kedua matanya. Kepal tangan ia dekatkan ke mulutnya. Bibirnya bergerak suaranya lirih membaca doa-doa lantas di tiupkan kepada kepalan tangan. Seolah ia memegang bola kasti, sejurus kemudian Aliya melemparkannya cepat.

Dan selayak bulatan kuning berkilau cahaya putih yang memencar seluruh ruang dimana Nuning tergeletak, mengejang ia, kakinya berkelojotan meronta meski lemah sebab Nuning telah kehilangan daya geraknya, tangannya berusaha meraih melepas tangan yang baginya kasat mata itu dari lehernya. Sakaratul maut, mungkin itu gambaran terlihat manusia awam, gambaran yang di nilai beginilah cara meninggalnya manusia-manusia yang semasa hidupnya melakukan banyak maksiat dan perkara dosa-dosa besar, mengerikan. Di sisi lain Aliya berupaya mengeluarkan seluruh kemampuan, hingga keringat tak luput membanjir di pelipis, leher bahkan kepalan tangannya yang berusaha keras menyedot semua bayangan hitam sampai seluruhnya masuk ke dalam bulatan kuning yang kemudian berubah warna menjadi jingga, namun menyala merah darah. Nuning melemas tak sadarkan diri. Bersamaan dengan itu Aliya kilas ia melihat Clarisa seolah tengah merasakan sakit luar biasa di jantungnya, Clarisa meremas dadanya hingga membungkuk seraya berucap "Nun... Sakit." Lirih dalam raungnya menyayat pendengaran Aliya 'Inikah ikatan batin itu?' pikir Aliya. Namun setelah itu Aliya tidak kuasa lagi, mulutnya memuntahkan darah segar lalu seketika tubuh itu pun tumbang, pingsan.

∞﴾Don't Leave Me﴿∞

Nb; Jika ada satu kesempatan buat kamu bisa melontarkan satu pertanyaan langsung kepada Tuhan, apa yang ingin kamu tanyakan pada-NYa? (tulis di kolom komentar)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Leave Me (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang