6. The Real Kiss

150K 6.2K 89
                                    

Arrrrggghhhhhh!

Arletta mengerang. Dia duduk dengan wajah frustasi. Usahanya untuk tidur gagal total dikarenakan suara berisik yang bersumber dari sebelah kamarnya, yaitu kamar kakaknya. Karena jengkel, Arletta pun turun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamar. Tanpa mengetuk pintu, dia menerobos masuk ke kamar kakaknya begitu saja.

Pemandangan pertama yang dilihat Arletta di kamar kakaknya itu adalah dua orang cowok sedang bermain playstasion. Ternyata, berisik sejak berjam-jam yang lalu itu berasal dari dua cowok itu.

"Hai, Arletta," sapa salah seorang cowok yang langsung menghentikan aktivitas bermainnya begitu melihat Arletta. Cowok yang satunya lagi juga ikut tersenyum menggoda.

Arletta hanya tersenyum sekilas. Padangan matanya menyapu seisi kamar, dia tidak menemukan kakaknya di sana. Hanya ada Elang yang sedang berbaring di atas sofa dengan headset di telinga dan memejamkan mata.

"Karel mana?" tanya Arletta pada dua cowok itu.

"Dia nggak ada. Lagi ngapel," jawab si cowok.

Oh iya ini kan malam minggu. Tapi bisa-bisanya dua orang itu membuat keributan di saat pemilik kamar tersebut sedang tidak ada.

"Kalian bisa nggak kecilin dikit volume TV-nya sekaligus suara kalian?" pinta Arletta. Tanpa pandang bulu sama sekali. Bodo amat deh dia temem kakak gue, kalo ganggu ya ganggu aja.

"Ups, sori. Kita lupa kalo sekarang Karel udah nggak tinggal sendirian," kata si cowok yang langsung mengecilkan volume TV. Cowok itu bangkit lalu mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan. "Gue Devon."

Arletta membalas uluran tangan itu. "Arletta."

"Rio," kata yang satunya dari posisi duduknya.

Arletta mengangguk, tersenyum. Lalu dia keluar dari kamar itu. Rasa kantuk Arletta bener-bener menghilang sekarang. Berganti dengan rasa lapar yang mengaduk-aduk perutnya. Dia pun berjalan ke arah dapur.

Arletta mengeluarkan sebungkus mie instan dari dalam kulkas. Dia mengambil sebutir telur dan beberapa sayuran juga. Lalu mengisi panci kecil dengan air bersih dan menghidupkan kompor.

Sambil menunggu air matang, Arletta memotong-motong sayuran hijau di atas talenan sambil sesekali menguap. Ini sudah hampir jam satu pagi, dia tidak peduli bila timbangannya naik.

Arletta terkesiap saat sebuah tangan terulur mengenai pinggangnya. Tangan itu sedang menaruh telur ke dalam rebusan air. Tubuh orang itu bahkan menempel di belakangnya.

"Gue juga ya sekalian. Laper banget," minta Elang sambil tersenyum.

"Lo ngagetin gue aja. Sejak kapan lo di situ?" tanya Arletta galak.

Elang setengah duduk di atas meja dapur, di samping Arletta yang sedang memotong sayuran. "Makanya peka dikit. Gue udah berdiri depan lo, masih aja lo nggak sadar," cicit Elang.

"Eh?" Arletta menatap Elang.

Deg!

Jantung Arletta terasa berat dengan tatapan itu. Tidak seperti biasanya, kali ini Elang menatapnya dengan penuh arti.

"Kenapa diem?" tanya Elang. Arletta langsung menunduk, melanjutkan kegiatannya memotong sayuran. Membuat Elang kembali penasaran dengan apa yang ada di pikiran cewek itu.

"Lo ngomong apa sih?" tanya Arletta tanpa menoleh sedikit pun. "Aw!" Arletta melepas pisaunya, jarinya tidak sengaja teriris. Darah segar menetes dari luka kecil itu. Memang tidak terlalu sakit, tapi perih.

Elang spontan memegang tangan Arletta. Diambilnya tisu yang ada di sana, lalu dilapnya perlahan. "Hati-hati kenapa sih, ceroboh banget," cecar Elang.

"Aw, sakit bego!" Arletta menjerit karena Elang memencet jarinya yang luka dengan tisu terlalu kencang.

Tentang Rasa #Seri Ke-1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang