12. MBAK DIAN

1.2K 35 0
                                    

Aku belum memberitahukan siapa pun tentang diangkatnya aku menjadi anggota pendidikan.

Setelah dari ruangan pendidikan, aku tak bisa melanjutkan tidurku.

Rasanya senang sekali membayangkan menjadi bagian dari pendidikan. Dadaku sampai tak berhenti bergemuruh.
Al hasil, jama'ah sholat subuhku terkantuk-kantuk karena kurang tidur.
Hari ini, ustadz Jalil tidak bisa masuk. Tapi, Beliau menitipkan tugas pada kami untuk dikerjakan seketika agar besok bisa langsung dibahas.
Ku dekati mbak Dian yang sedang memegangi kepalanya sambil komat-kamit.

"Boleh Haeda temani, mbak?". Tanyaku sopan.

"Boleh, boleh.".
Mbak Dian membetulkan posisi duduknya agar aku bisa nyaman disampingnya.
Ku lirik mbak Dian yang kembali meneruskan hafalannya.
Merasa diperhatikan, mbak Dian menatapku.

"Haeda ga ngerjain tugas?".
Tanya-nya.

"Haeda... Ingin minta maaf, mbak".
Kataku to the point.

"Minta maaf? Buat yang di belajar wajib itu?"
Mbak Dian seperti tau pikiranku.

Aku mengangguk tapi mbak Dian malah senyum-senyum sendiri.

"Kan aku dah bilang Aku dah maafin. Malah aku yang makasih karena kamu dah gantiin aku".
Alisku bertautan.

Kok jadi makasih padaku?

" Aku sedang bermasalah dengan hafalanku. Bu Adah menegurku karena storan ku yang tidak ada perkembangan. Jadi, aku sekarang sering ngafalin karena aku harus menyetorkan hafalanku 2 hari sekali. Kau kan lihat aku sering ke kamar asatidzah". Terangnya.

"Oh, jadi tadi itu setoran?".
Mbak Dian mengangguk.

"Tapi Haeda beneran ga enak loh sama mbak Dian. Padahal kan malam itu mbak Dian yang seharusnya ngisi kelas. Malah ku sabotase".

"Malam itu, sehabis dari kamar asatidzah. Aku ngapalin hapalanku karena ditunggu sama Bu Adah. Setelah menceramahi ku, Bu Adah bilang akan menunggu hafalanku sepulang dari belajar wajib. Maka dari itu aku berterima kasih padamu karena aku jadi punya cukup waktu untuk menghafal".
Kalimat panjang mbak Dian berhasil menenangkanku. Dan aku benar-benar lega sekarang.

"Oh iya. Selamat yah karena sudah menjadi bagian dari pendidikan".
Mbak Dian menyodorkan tangannya.

"Mbak Dian tau dari mana?".
Aku tersenyum ragu.
Merasa tak direspon, mbak Dian menggapai telapak tanganku.

"Aku pernah menawarkan namamu ke mbak suci. Tapi waktu itu anggota pendidikan lagi full. Jadi aku senang saat tau kau sudah masuk. Dengan prestasi pula".

Aku tersenyum malu dan melepaskan tanganku. Yang di maksud prestasi  oleh mbak Dian tentu saja kasus mbak Siti.

Matur tengkyuh nggiihhh karena sudah membaca chapter ini.
Saya puas sampe sini.
Dan berkeinginan kuat untuk menyelesaikannya.

MAHA SANTRI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang