7. KHILAF (2)

936 42 0
                                    


Salam sejahtera semuanya... Bagi yang masih setia dan yang baru membaca cerita saya. Saya ucapkan banyak banyak terimakasih 😊😊😊

Bel masuk berbunyi. Pagi ini, mata pelajarannya ustadz Ali ganteng. Panggilan umum santri putri pada ustadz satu ini. Tentu saja alasannya sesuai dengan deskripsi.

Setelah menerangangkan berbagai materi, salah satu temanku bertanya beberapa hal yang tak ia mengerti.

"Loh.. ini yang kemaren sih, mbak".
Kata ustadz Ali.

"Coba, Ro'isnya mana? Yang dapet tugas nerangin pelajaranku siapa? Sini ke depan".

Mbak Dian bangun dan maju ke papan tulis. Dengan cepat mbak Dian menjelaskan materi Minggu kemarin sekaligus menjawab pertanyaan temannya. Kami serentak manggut-manggut.

"Waktu belajar wajib tadi malem ga diterangin, mbak?".

Semua hening. Haduh... Kena deh aku. Terlihat mbak Dian pun kesulitan menjawabnya.

"Siang ini setoran Nadzom, ustadz. Jadi kami menghafal hafalan kami yang akan disetorkan". Jawaban mbak Oki menenangkanku.

"Setoran Jurmiyah?" 
Kami mengangguk.

"Ya sudah. Tapi lain kali, terapkan belajar wajibnya dulu baru kalau ada waktu luang digunakan untuk hal lainnya, yah. "

"Iya, ustadz" jawab kami tertunduk. Mbak Dian kembali ke tempatnya.

"Baiklah, karena semua sudah paham pelajaran dilanjutkan. Sekarang bab..."
Suara halus ustadz Ali membuat kelas kembali fokus.
Aku melirik mbak Dian, terlihat lesu sekali. Rasa bersalahku kian membesar sejak melihatnya di kamar Asatidzah.

Setelah beberapa menit menerangkan kembali ada yang bertanya. Lalu ustadz Ali balik bertanya apakah semuanya juga belum paham.
Kemudian tangan kanan mbak Dian terangkat ia merasa bertanggung jawab dalam hal ini dan tak keberatan menjawab pertanyaan temannya. Tapi ustadz Ali malah menunjukku untuk bergantian menerangkan dengan dalih aku terlihat sering melamun.

Ku langkahkan kakiku maju ke depan dengan grogi. Pelan ku ulang penjelasan yang tadi diterangkan ustadz Ali. Menjabarkannya se simpel mungkin serta menyelipkan contoh yang bahkan belum diterapkan ustadz Ali sendiri.

Selesai menerangkan, suasana kelas terasa hening. Aku beranikan diri menatap ustadz Ali tepatnya. meminta jawaban apakah aku melakukan kesalahan karena mata ustadz Ali sedikit melebar dari biasanya.

Merasa aneh dengan tingkahnya, ustadz Ali berdehem grogi kemudian merapihkan penampilannya.

"Masih ada yang belum mengerti?"
Tanya ustadz Ali.

Serentak semuanya menggeleng.

Lalu tangan kanan ustadz Ali terulur mengarah ke kepalaku. Mengusap sebentar kemudian tersenyum.
Hal yang tak umum dilakukan seorang ustadz menyentuh kepala muridnya.
Aku bergegas kembali duduk agar tak timbul fitnah apapun.
.
.
.
.

"Wahhh.. aku juga pingin dipuk-puk pa'e..". Suara Mbak qori mencairkan suasana.

Oh my,... Saya yang menulisnya pun terasa gemetar. Ho ho...

Apa ustadz Ali menyukai Haeda, apa hanya sekedar simbol penghargaan karena Haeda menerangkannya dengan sangat santun?
Okeh... Next episode ya. 😋😋😋

MAHA SANTRI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang