D

11.8K 1.2K 177
                                    

Kita sama-sama berjuang, aku berjuang untuk kamu dan kamu berjuang untuk dia. -Rara.

***

Rara mengembuskan napasnya berkali-kali mengingat bagaimana penolakan yang selalu Iqbal lontarkan untuknya. Sebenarnya ia lelah berjuang sendirian, mencintai tapi tak bisa memiliki. Hatinya tidak ingin berhenti karena menurutnya 'sekeras apa pun hati seseorang menolak kita pasti suatu saat akan luluh' dan mantra itu yang selalu Rara pegang untuk menyemangati dirinya sendiri.

"Lagi pikir apa hm?" tanya Valen karena melihat Rara tidak menyentuh makanannya dan pandangannya kosong ke depan.

Valen menepuk pundak Rara membuat gadis itu tersentak dan menaikkan sebelah alisnya.

"Lagi pikir apa?" ulang Valen.

Rara mengendikkan bahunya namun sedetik, kemudian ia bertanya, "boleh curhat gak, Kak?"

Valen mengangguk. "Tentu, apa pun."

Sebelum berbicara Rara menghela napas beratnya beberapa kali. "Waktu kelas 7 aku tertarik sama kakak kelasku, aku pikir ketertarikan atau rasa suka itu hanya bersifat semu, bisa dibilang cinta monyet. Tapi aku salah, seiring berjalannya waktu perasaan itu kian kuat."

Rara menerawang ke masa lalu di mana ia selalu memberi bekal untuk Iqbal melalui Naufal dan Rara tahu bekal itu akan berakhir di perut Naufal.

"Aku menyia-nyiakan masa remajaku hanya untuk mengejar dia, gak pernah tahu yang namanya pacaran kayak teman-teman aku yang lain, aku cuma menunggu dia. Aku seperti penguntit, masuk di SMA yang sama dengan dia bahkan sampai kuliah, aku rela jauh dari Mama cuma buat ikut dia kuliah ke Jogja, aku cari tahu semua tentang dia." Rara tersenyum miris. "Tapi hanya penolakan yang aku dapat. Kenapa aku begitu mencintainya padahal hanya kesakitan yang aku rasakan." Bahu Rara bergetar, sebulir air mata jatuh ke pipinya.

Mencintai tapi tak dapat memiliki itu memang hal yang sangat menyakitkan dan merelakan orang yang kita cintai bersama orang lain itu adalah hal terberat apalagi kita sudah memperjuangkan sebegitu lamanya.

"Kenapa dia gak bisa menerima kamu?" tanya Valen akhirnya.

"Dia bilang sedang memperjuangkan orang lain. Konyol bukan? Aku memperjuangkan dia dan dia memperjuangkan orang lain."

"Jatuh cinta memang terkadang menyakitkan, aku pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan pacaran tapi ternyata semua bullshit, semua rasa yang dia tunjukkan saat itu hanya karena tuntutan peran yang sedang dimainkan," ujar Valen, lalu menepuk pelan bahu Rara. "Tapi kita gak bisa terus terjebak oleh masa lalu karena ada masa depan yang harus kita tata, berhenti berharap pada sesuatu yang bukan takdir kita. Percayalah, semua orang punya porsi takdirnya masing-masing.

Rara hanya bergeming.

"Perjalanan kamu masih panjang, hidup gak melulu soal cinta. So, move on," ujar Valen sebelum membawa piring bekas makanannya ke dapur. "Itu makanannya dihabiskan!" setelah itu Valen menghilang dari balik tembok yang menjadi pembatas antara ruang makan dan dapur.

Ngomong-ngomong tentang Valen dan Rara kenapa bisa tinggal satu rumah. Jadi, Rara ini adalah adik sepupu dari istri Abangnya Valen yang tinggal di New York saat itu. Sekarang Abangnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta, jadi Valen juga ikut dan Rara lah yang merekomendasi Valen agar mengajar di kampusnya dan ternyata diterima dengan baik.

Awalnya Rara memang nge-kost tapi semenjak ada Valen, mereka jadi kontrak satu rumah yang dihuni berdua.

Tak lama kemudian muncul satu pesan WatsApp di ponsel Valen yang ada di atas meja.

Hello Future (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang