Aku update lagi, biar cepat tamat wkwk
Jangan lupa vote dan comment
Happy reading
***
Setelah dari Bandara, Valen langsung menuju rumah sakit. Perempuan itu berjalan setengah berlari menyusuri lorong rumah sakit ini. Napasnya tak beraturan dan dadanya sedikit sesak, membayangkan sesuatu yang buruk menimpa Iqbal benar-benar membuatnya gila.
Saat sampai di depan ruang rawat Iqbal, ia mengatur napasnya lalu membuka pintu tersebut hingga beberapa orang di dalam menoleh ke arahnya, Valen berjalan masuk dan menyapa mereka terlebih dahulu sebelum akhirnya matanya menatap Iqbal, pria yang telah mencuri hatinya sejak Valen masih mengenakan seragam putih abu-abu.
Valen berjalan pelan ke arah Iqbal sampai akhirnya cairan bening itu menetes tanpa diperintah. "Bal..," lirih Valen pelan bersamaan dengan air matanya yang kembali menetes.
"Hai, aku di sini. Aku Valen, kamu gak kangen aku? Katanya kamu mau melamar aku setelah kamu wisuda nanti, kamu harus tepati janji kamu, Bal."
"Kamu bilang gak akan pernah sakiti aku lagi, tanpa kamu sadari dengan kamu terbaring di sini sudah buat aku terluka, Bal. Aku rindu gombalan recehan kamu, aku rindu senyuman kamu, aku rindu saat kamu membuatku kesal dan aku rindu semua tentang kamu, semua tentang kita."
Valen menatap Iqbal sendu, diraihnya tangan Iqbal yang tak bergerak sama sekali itu, ia genggam secara perlahan. "Bangun, Bal. Bangun untuk aku, bangun untuk semua orang yang sayang sama kamu."
"Jangan tidur lama-lama ya, sayang. Aku cinta kamu dari dulu sampai sekarang rasa itu gak pernah berubah. Hati aku tetap milikmu, jadi tolong bangun, Bal."
Isakan Valen semakin terdengar jelas, pipinya sudah sangat basah akibat air matanya, ia tidak peduli kini semua mata tertuju ke arahnya, ia tidak ingin lagi kehilangan sosok yang dicintainya secepat ini.
Valen menatap wajah Iqbal dengan penuh kerinduan, dadanya bergemuruh hebat, hatinya sakit bahkan teramat sakit menatap orang yang ia cintai tak sadarkan diri.
"IQBAL BANGUN!" teriakan Valen sukses membuat mereka kaget, hingga Alana bangkit dari sofa dan menghampiri Valen.
"Tenang Valen, dia pasti sadar."
Valen menggeleng kepalanya pelan. "Aku takut, Tante."
Alana mengelus pundak Valen beberapa kali memberikan ketenangan untuknya, ia tahu betul bagaimana sedihnya berada di posisi Valen. Mungkin kisah cinta Valen dan Iqbal tidak begitu rumit dibanding kisah cintanya dengan Gavril dulu. "Hujan akan tergantikan oleh pelangi," ujar Alana pelan.
Refleks mata Alana dan Valen terkejut saat melihat jari Iqbal mulai bergerak dan matanya hendak terbuka, kemudian Alana meminta Gavril untuk memanggil dokter.
Setelah itu Gavril datang bersamaan dengan dokter, Valen dan Alana mundur beberapa langkah membiarkan dokter memeriksa keadaan Iqbal.
Mata Iqbal telah terbuka sepenuhnya. Ia meringis pelan karena bagian perutnya yang terasa sakit.
"Jangan banyak bergerak, luka tusuknya belum sembuh total." Iqbal mengangguk, setelah itu dokter keluar ruangan.
Valen berjalan ke arah Iqbal dengan tatapan bahagia. "Akhirnya kamu sadar, Bal."
"Kamu kemana aja? Kenapa teleponku gak pernah kamu angkat dan pesanku gak pernah kamu balas?" ujarnya perlahan dengan wajah datar.
Valen meneguk salivanya. "Maaf," cicitnya pelan.
"Bukan maaf yang ingin aku dengar tapi penjelasan."
Valen menghembuskan napasnya perlahan, ia duduk di kursi samping ranjang Iqbal, kemudian mulai mengeluarkan suara. "Sebenarnya aku bukan pergi ke Jakarta, Bal."
Iqbal terkejut tapi ia tetap mendengarkan penjelasan Valen.
"Aku resign dari kampus karena memang aku pengin lanjut S3, aku coba-coba urus beasiswa ternyata aku lolos dan aku gak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, kalau aku bilang sama kamu, kamu pasti gak akan izinin aku buat lanjut S3 apalagi itu di New York."
Lagi-lagi Iqbal tetap mendengarkan meskipun hatinya tidak terima dibohongi oleh Valen.
"Terus masalah aku gak pernah angkat telepon kamu atau balas pesan kamu itu di samping karena jadwal kuliah yang padat dan tugas yang menumpuk, juga karena aku belum ingin berkomunikasi sama kamu, aku butuh waktu untuk meyakinkan diri aku sendiri kalau kamu gak akan pernah sakiti."
"Kamu masih ragu sama aku?"
"Tapi sekarang gak, aku udah percaya, Bal. Makanya saat dengar kamu masuk rumah sakit aku langsung pulang."
"Kamu tahu, aku seperti ini kenapa? Aku mikirin kamu yang hilang tanpa kabar dan ternyata kamu sengaja menghindar."
"Maaf, Bal. Aku menyesal."
"Udah 'kan? Jadi sekarang kamu boleh keluar."
"Bal,"
"Mungkin kita emang gak berjodoh, ternyata perjuanganku selama ini gak berarti apa-apa."
"Aku sayang kamu, Bal."
"Keluar!" ujar Iqbal dengan intonasi naik satu oktaf.
Valen bangkit dari kursi dan berjalan ke luar ruangan dengan air mata yang membanjiri pipinya, ia duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruangan Iqbal. Lagi-lagi ia harus menangis hanya karena cinta.
Aku ingin kembali ke masa kecil, beban hidup anak kecil gak serumit orang dewasa.
Alana menghampiri Valen yang sedang menangis, ia duduk di sebelah Valen dan memeluk perempuan itu. "Iqbal hanya butuh waktu."
Alana melonggarkan pelukannya dan menatap Valen. "Iqbal adalah tipikal orang yang paling gak suka dibohongi apalagi oleh orang yang dia sayang."
"Valen emang salah, Tante. Tapi Valen hanya takut kalau Iqbal akan menyakiti Valen lagi, masa lalu itu masih membekas, makanya Valen menghindar dulu."
"Tante paham, dan Tante juga gak bisa menyalahkan kamu sepenuhnya karena kamu mempunyai masa lalu yang buruk makanya kamu gak ingin salah langkah, benar 'kan?"
"Iya, Tante."
"Jangan nangis lagi, nanti kamu coba bicarakan lagi dengan Iqbal."
"Makasih, Tante."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Future (Telah Terbit)
RomanceSebagian part diprivate, mari follow dulu sebelum baca. Terima kasih. *** Kehilangan membuatmu sadar ia amat berarti. Seperti yang dialami oleh Iqbal, seorang laki-laki yang pernah mempermainkan cinta di masa lalu hingga dirinya ditinggalkan. Ketika...