8. Luka

168 16 2
                                    

      Hari ini sekolahku mengadakan LDKS siswa di daerah puncak Bogor. Dan pada pukul 8 pagi, aku dan para MPK-OSIS serta anggota PMR sedang berkumpul di ruang MPK. Bersiap siap untuk membawa barang barang ke mobil.

"Eh Sev, lo lemes amat. Gak ada si Axel yah." Ucap Adit temanku yang sama sama anggota MPK. Aku hanya bergeming dan terus memasukan barang barang ke tas.

Dan tiba tiba laptop didepa ku yang sedang dikendalikan oleh Taufik mantan ketua MPK, menampilkan wajah Axel yang sedang duduk di kursi roda, dan masih dirumah sakit. Aku meninggalkan pekerjaanku dan langsung mendekat ke Taufik.

"Xel, nih Sevia gak semangat gak ada lo." Ucap Taufik.

"Sabar, nanti gue masuk kok." Jawab Axel. Aku tertawa sambil memukul bahu Taufik.

Setelah selesai video call dengan Axel, aku dan semuanya keluar ruangan dan segera memasuki bus. Saat berjalan di koridor dengan susah payah menjinjing tas yang berisi makananku. Karena aku takut nanti makanan disana tidak enak atau makanan yang aku tidak suka.

Tiba tiba jinjinganku itu diambil oleh orang yang berjalan dibelakang. Dan segera aku membalikan tubuhku dan kulihat Arsa berdiri, ia mengenakan baju seragam olah raga sama seperti kami semua.

Untuk apa dia ada disini? Harusnya sedang berkonsultasi dengan psikolog untuk membenahi jiwanya yang terganggu itu. Lagi pula dia bukan MPK, OSIS ataupun PMR. Untuk apa dia disini?

"Gue pewaris sekolah ini, salah kalo gue ikut?," tanyanya membuatku kaget. Mengapa ia tau apa yang sedang ada dipikiranku.

Aku masih terdiam, dia berjalan membawa makananku. Aku mengikuti langkahnya.

Namun saat di parkiran, dia tak membawa barang barangku ke bagasi bus. Melainkan ke bagasi mobil ferarri hitam yang terparkir tepat di depanku. Aku menghampirinya yang sedang memasukan barang ke bagasi.

"Kak!" Bentakku.

"Lo sama gue aja disini." Ucapnya datar sambil terus merapikan bagasi.

"Gak! Aku gak mau!. Kakak gak bisa paksa aku gitu aja. Aku punya hak tersendiri." Rasanya emosiku ingin meluap disini, saat menghadapi manusia ini.

Dia berhenti dari aktivitasnya, lalu menatapku dengan dahi yang berkerut.

"Lo mau di bus?," tanyanya sambil menghela nafas. Aku menganggukan kepalaku sebagai jawaban.

"Tunggu sebentar." Dia mengambil ponsel dari saku celananya.

Apa lagi yang ingin kau lakukan wahai manusia jadi jadian?

"Pram, lo udah masuk bus?"

"..."

"Cepet ke sini."

"..."

"Iya"

Dan tak lama kemudian kulihat Pram berlari kecil menuju tempat kami berada. Dia tersenyum kepadaku, tapi aku tak membalasnya.

"Senyum lo serem." Dia mengusap wajah Pram secara kasar dengan telapak tangannya.

"Senyum lo tuh kaku, muka lo keram ya setiap hari?." Sarkas Pram. Arsa menatapnya bengis.

Tiba tiba Arsa melemparkan kunci mobilnya ke arah Pram. Refleks ia menangkapnya.

"Apa apaan ini?" Tanya Pram.

"Bawa mobil gue." Jawab Arsa.

"Ayo ke bus." Arsa menarik tanganku dan sekuat tenaga aku mencoba melepasnya.

"Kak lepasin!." Aku hampir teriak.
"Kakak duluan!. Aku mau ke toilet."

"Ikut." Dia berhenti berjalan.

MedicineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang