Morning kiss

1.7K 12 0
                                    

Well, gue gapeduli ada yang baca atau nggak. Karena gue cuma butuh tempat mencurahkan pikiran gue. Sesederhana itu sih. Thanks banget buat temen2 yang udah menyempatkan buat ngebaca karya gue yang yah begitu biasa aja.

Semua cerita berawal dari 3 bulan yang lalu...

Seperti biasa sepulang kuliah Arletta menghabiskan waktunya di sebuah klub malam ternama bersama sahabatnya. Cika, Daniel, dan Alvaro. Rok hitam super ketat di tambah tanktop hitam yang membalut tubuhnya menambah kesan badass apa lagi dengan makeup super sensual yang menempel pada wajah imutnya, membuat orang gagal menebak usianya yang baru genap 21 tahun bulan lalu.
"Carol mana nih gaes?." Tanya Daniel sembari memberikan segelas wine pada Letta.
"Tau dah tu bocah." Ucapnya datar.
Ia mengangkat gelas itu ke udara sebagai pertanda pesta di mulai. Alunan musik yang di mainkan dj membuat suasana semakin seru. Melepaskan beban duniawi yang begitu berat, walau sesungguhnya hanya sebuah ilusi.
"Hai gaes"
Semua pasang mata menatap ke sumber suara. Seorang gadis dengan jilbab besar berdiri di depan mereka.
"Uhuk." Arletta tersedak.
"Lu mau ngaji, Car? Salah tempat coy !." Ucap Daniel asal.
Perempuan yang bernama Carol itu menyambar gelas Daniel sebelum mendaratkan bokongnya di sofa.
"Bacot." Carol melepas kerudungnya lalu memperlihatkan pakaian super mini yang membalut tubuhnya.
"Eh, lu jangan kayak valak dah. Penampilan agamis kelakuan iblis. Nakal mah nakal aja jangan jadiin agama sebagai kedok." Ucap Cika bersungut. Ia paling benci jika ada yang menggunakan agama sebagai alat untuk menutupi kelakuan bejatnya.
"Woles coy." Alvaro mencekok segelas vodka kearah Cika untuk sekedar mendinginkan amarahnya.
Arletta hanya terkikih melihat kelakuan sahabatnya yang setengah eror itu.
Suasana semakin malam namun tempat ini semakin ramai pengunjung yang berdatangan. Sebagian pengunjung mulai bergila di dance floor. Efek alkohol ataupun obat terlarang. Pandangan Arletta tertuju pada segerombolan sosialita yang berjalan melewati meja gengnya. Aditya Rakarsa, pengusaha muda, Gilang Ranggarda, pengusaha batu bara dan Calonika Pratiwi, model dan pemilik Girls Magazine-- majalah perempuan ternama di Indonesia--
"Udah dong ngeliatinnya. Ajak OnS aja beres." Ucap Al asal.
"Bacot lu. Gue nggak serendah itu!." Cerocos Letta.
Alunan musik Dj semakin menggila. Mereka mulai bosan dengan permainan batu gunting kertas dan yang kalah harus minum satu gelas vodka, yang sedari tadi mereka lakukan.
"Main Truth or Dare yok." Ajak Carol, si ratu minum.
Awalnya Letta menolak karena ia tahu apa yang akan di lakukan oleh Carol, tapi karena teman-temannya setuju apa boleh buat.
Botol mulai berputar di atas meja. Semakin cepat lalu melambat secara dramatis ujung botol itu berhenti di depan Arletta dan pantat botol kearah Carol.
"Truth." Sambar Letta cepat.
Carol tersenyum licik sembari memikirkan pertanyaan apa yang akan membuat Letta terkejut.
"Lo masih suka dia?." Ia menunjuk laki-laki yang duduk di meja paling pojok.
"Iya." Jawab Letta singkat. Membuat Carol tertawa puas.
Botol kembali di putar dan betapa sialnya Arletta malam ini. Botol itu kembali berhenti tepat menunjuk dirinya dan juga Daniel. Sialnya mau tidak mau ia harus memilih Dare. Shit !.
"Lo cium Adit."
Double Shit!!!. Ia merutuki dirinya.
"What the hell." Ucapnya.
"Letta, language !." Ucap Daniel sembari terkekeh melihat Letta menyambar sebotol Vodka lalu berjalan menjauhi teman-teman biadabnya.
Jantungnya berdetak tak karuan. Bukan, dia bukan menyukai Adit tapi ia takut akan terjadi kesalah pahaman antara dirinya dan Gilang Ranggarda, gebetannya sekaligus anak dari relasi bisnis papanya.
"Letta". Sapa Gilang, membuatnya tersadar bahwa kini ia telah berada di depan meja geng sosialita itu.
Ia menarik kerah Gilang. Persetan dengan Dare dari Daniel. Ciumannya semakin dalam meskipun lawannya tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia menggigit bibir bawah Gilang dan akhirnya mereka melakukan ciuman panas dan meminta lebih dari sekedar itu untuk meredakan birahi yang saat ini membakar jiwanya.
**
Cahaya mentari menyusup dari balik gorden tipis. Letta merentangkan tangannya lantas mengembangkan senyumnya. Ia teringat kejadian semalam saat Gilang menjadi miliknya. Ia menoleh kearah laki laki yang sedang tidur di sampingnya. Tunggu, seingatnya Gilang tidak pernah mengecat rambut hitamnya. Detak jantungnya semakin tak karuan. Ia mencoba membangunkan laki laki yang membelakanginya.
"Bangun woy bangun."
"Apasih?." Laki laki itu berbalik masih dengan mata yang tertutup.
"Lo ngapain ada disini???!!!." Teriak Letta yang membuat laki-laki itu refleks membuka kedua matanya.
"Lo perkosa gue?." Lanjutnya bersungut.
Lelaki itu menautkan keningnya. Apa gadis ini tidak ingat bahwa ia yang menciumnya secara brutal lalu mengajaknya menghabiskan malam panjang yang penuh dengan "ehm" , begitulah. Bisakah itu termasuk dalam kategori perbuatan asusila?. Letta membulatkan kedua matanya, ia tak percaya dengan kebodohan yang ia lakukan semalam.
2 kenyataan sangat pahit harus ia terima pagi ini. Yang pertama, bahwa lelaki yang sedang bertelanjang dada di sampingnya , lelaki yang semalam memberinya kehangatan bukan lah Gilang Ranggarda. Dan fakta yang kedua adalah betapa bodohnya ia memberikan keperawanannya pada seorang Aditya Rakarsa, lelaki yang sama sekali tidak ia kenal.
"Lo masih perawan?."
Ia merutuki perbuatan bodohnya. Ia mengutuk Daniel yang memberinya Dare dan bahkan ia mengutuk minuman keras yang membuatnya mabuk. Ia memikirkan nasib dirinya yang kini sudah tidak perawan bahkan ia memikirkan bagaimana jika kedua orang tuanya tahu bahwa ia hamil di luar nikah, bisa-bisa ia di coret dari daftar warisan dan paling parah adalah ia tidak bisa meraih impiannya menjadi seorang dokter.
"Gue bakal tanggung jawab." Ucap Adit tenang. Sembari menatap Letta tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sedangkan yang di tatap hanya mengerjapkan kedua matanya seolah tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Lo gila?."
Adit tersenyum lalu menghapus jarak diantara keduanya. Kedua matanya menjelajahi karya Tuhan yang berada di hadapannya. Damn! Mengapa wanita yang semalam ia cicipi ini begitu indah ? Hingga kembali membangkitkan gairahnya.
Tanpa pikir panjang ia melumat bibir merah itu.
Satu detik...dua detik...
tak ada pergerakan ia kembali mencoba menerobos pertahanan Arletta dan akirnya pertahanan itu runtuh seketika. Kedua tangannya kini telah tergantung di leher Adit membiarkan selimut yang menutupi tubuh bagian atasnya terjatuh begitu saja. Arletta tak lagi mampu mengontrol otaknya dengan tergesa gesa ia membalas ciuman panas yang bertubi-tubi di berikan oleh Adit. Dan pada akhirnya mereka kembali mengulangi adegan panas semalam sembari di sirami cahaya mentari pagi yang menyusup dari cela jendela kamar hotel yang menjadi saksi bisu terjadinya adegan 22++

**
Tbc.

pergaulan bebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang