040. Dinner Time

300 44 10
                                    

 * Saatnya makan malam
    By : orsamus
    from : Dave in Dark Darker Darkest

______________________________________


Aku tak pernah memasak kaki sebelumnya.

Seharusnya rasanya tak jauh beda dengan steak sapi ... atau mungkin berbeda? Mungkin itu tergantung dengan caramu memasak. Masukkan ke dalam oven, tunggu hingga matang, lalu keluarkan. Ovennya menggunakan gas dan aku sudah sangat berhemat menggunakannya selama dua minggu terakhir. Baru kali ini aku menggunakannya untuk memasak. Biasanya gas kugunakan untuk menghangatkan kabin ini ketika hawa dingin merasuk masuk melalui bagian bawah pintu dan melewati retakan-retakan kayu di jendela.

Tubuhku menggigil ketika rasa dingin merayapiku hingga ke tulang belakang. Aku mendekatkan tubuhku ke oven hanya untuk kecipratan sedikit rasa hangatnya. Rasa lapar ini mulai tak tertahankan. Aku harap dagingnya segera matang.

Aku sebenarnya tak mau membuang-buang gas yang begitu berharga ini untuk memasak, namun aku tak mau sakit gara-gara memakan daging mentah. Suara itu terdengar lagi dan bayangan tampak bergerak di bawah pintu, bergerak makin cepat dari sebelumnya.

Aku hanya bisa diam dan bersandar di kursiku. Well, bukan kursiku sih sebenarnya, ini juga bukan kabinku.

Dinding kayu kabin itu terus berderak. Mereka sedang mengelilinginya. Aku bisa mendengar erangan mereka. Aku berusaha memasuukan kapas ke dalam telingaku, namun aku masih bisa mendengar mereka.

Mereka masih di luar.

Sepertinya sudah matang. Aku membuka oven dan suara mereka makin keras. Mungkin mereka mencium baunya.

Aku dengan ragu menatap ke sekitarku sebelum memakannya. Empat sisi dinding, enam jendela, dan papan-papan kayu yang kutancapkan untuk menutupinya. Aku berusaha menutupnya serapat mungkin, namun bayangan mereka kadang masih berhasil menyusup masuk.

Bau masakan itu kembali menusuk hidungku, mengalihkan perhatianku sejenak dari mereka.

“Hmmm ... lezat!” tanpa sadar air liurku menetes ke daguku.

Mereka mengerang di luar. Mereka menggedor dinding dengan keras. Aku tahu mereka menginginkannya juga.

“LAPAR HA? KALIAN MAU?” teriakku mengejek.

Sudah dua minggu aku terjebak di sini dan makanan di sini semakin habis. Aku mengutuk diriku, kaki ini sebaiknya kuhemat. Namun dengan rasa lapar ini aku tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan.

Aku menatap ke kakiku yang tersisa dan mulai merinding.

SAMMLUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang